PENYERAHAN DIRI DENGAN SUKACITA KEPADA ALLAH

Tetapi kasih karunia, yang dianugerahkan-Nya kepada kita, lebih besar dari pada itu. Karena itu Ia katakan: "Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati." Karena itu tunduklah kepada Allah, dan lawanlah Iblis, maka ia akan lari dari padamu! — Yakobus 4:6-7

 

Sekarang mungkin sulit dibayangkan, tapi dulu ada masa ketika orang jarang memakai sabuk pengaman, dan anak-anak tidak harus duduk diam di kursi mobil seperti sekarang. Karena tidak ada sabuk atau kait pengaman, sering kali orang tua kesulitan membuat anak-anak mereka tetap duduk tenang di dalam mobil.

 

Ada kisah tentang seorang anak laki-laki yang sedang bepergian bersama ibunya. Ia duduk di kursi belakang dan mulai merasa gelisah, sehingga berdiri dan bergerak ke sana ke mari. Ibunya tentu saja menyuruhnya untuk duduk kembali, tetapi ia menolak. Setelah beberapa kali memperingatkan namun tetap tidak digubris, sang ibu akhirnya menghentikan mobil dan menegurnya dengan tegas. Anak itu pun akhirnya duduk kembali, dan mobil kembali melaju. Beberapa saat kemudian, terdengar suara dari anak itu, “Aku memang duduk di luar, tapi di dalam hatiku aku sedang berdiri.”

 

Kisah kecil ini mungkin membuat kita tersenyum, namun sebenarnya juga menjadi sebuah peringatan bagi kita. Sebab, walaupun secara lahiriah anak itu taat, hatinya sedang memberontak. Bukankah hal itu sering kali mencerminkan sikap kita terhadap Allah? Mungkin secara lahiriah kita tampak menaati Tuhan — terutama di depan orang lain, atau di gereja — tetapi di dalam hati kita sebenarnya menolak dan enggan tunduk kepada-Nya.

 

Sama seperti anak kecil itu, kita pun sering menuruti perintah Tuhan hanya karena terpaksa, bukan dengan hati yang rela. Dan itulah kesombongan yang tersembunyi di dalam hati kita— kesombongan yang membuat kita “duduk di luar” (terlihat taat) tetapi “berdiri di dalam” (dalam hati menolak). Allah melihat semuanya itu.

 

Penyerahan diri yang sejati kepada Allah adalah buah dari hati yang sungguh-sungguh rendah. Tunduk kepada Allah berarti menempatkan diri kita di bawah otoritas-Nya. Secara alami, manusia tidak suka tunduk; kita lebih suka mengatur dan menentukan jalan hidup sendiri. Namun ketaatan sejati kepada Allah tidak seharusnya dilakukan dengan terpaksa atau bersungut-sungut, melainkan dengan sukacita dan percaya penuh kepada-Nya.

 

Kita dapat menyerahkan diri dengan sukacita karena kita tahu siapa Allah itu. Di dalam Kristus, kita tidak lagi menjadi hamba dosa, tetapi telah dimerdekakan untuk hidup bagi Allah (Gal. 5:1). Kita dipanggil untuk menanggung kuk yang ringan dan beban yang mudah (Mat. 11:30), karena Yesuslah yang memikulnya bersama kita.

 

Mungkin hari ini ada area dalam hidup Anda yang seperti anak kecil itu — “duduk di luar tapi berdiri di dalam”. Anda menaati Tuhan di permukaan, tetapi di dalam hatimu masih bersungut-sungut dan menolak dengan diam-diam. Jika itu terjadi, datanglah kepada Allah dengan kerendahan hati. Bertobat dan akuilah kesombongan itu, dan mintalah kasih karunia-Nya supaya hatimu sepenuhnya tunduk kepada-Nya.

 

Kasih karunia Tuhan selalu cukup bagi siapa pun yang mau merendahkan diri di hadapan-Nya. Karena itu, mari kita belajar menyerahkan diri kepada Tuhan, bukan karena terpaksa, tetapi dengan sepenuh hati dan kerelaan. Kita bisa tunduk dengan tenang karena kita tahu — Allah yang kita taati adalah Allah yang lebih dulu mengasihi kita melalui Kristus. Dialah yang menundukkan hati kita dengan kasih, bukan dengan paksaan.

 

Refleksi

Bacalah Roma 6:15−23 dan jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut:

 

1. Kebenaran Injil mana yang mengubahkan hati saya?
2. Hal apa yang perlu saya pertobatkan?
3. Apa yang bisa saya terapkan hari ini?

   

Bacaan Alkitab Setahun: Ezra 6-8; 2 Timotius 3