Pembacaan : Efesus 2:1-10
Kita akan melanjutkan khotbah dari Surat Efesus dalam seri khotbah Facing the World with Gospel Confidence yang berjudul “Hidup Bersama Kristus”. Mengapa sangat signifikan bahwa keselamatan hanya ada di dalam Yesus Kristus saja? Mengapa di luar Kristus kita manusia tidak mampu menyelamatkan diri kita sendiri? Paulus secara brilian menggambarkan dan menjelaskan doktrin ini dengan begitu luar biasa di kitab Efesus pasal yang ke 2.
Baca: Efesus 2:1-10
1. Kamu dahulu sudah mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosamu.
2. Kamu hidup di dalamnya, karena kamu mengikuti jalan dunia ini, karena kamu mentaati penguasa kerajaan angkasa, yaitu roh yang sekarang sedang bekerja di antara orang-orang durhaka.
3. Sebenarnya dahulu kami semua juga terhitung di antara mereka, ketika kami hidup di dalam hawa nafsu daging dan menuruti kehendak daging dan pikiran kami yang jahat. Pada dasarnya kami adalah orang-orang yang harus dimurkai, sama seperti mereka yang lain.
4. Tetapi Allah yang kaya dengan rahmat, oleh karena kasih-Nya yang besar, yang dilimpahkan-Nya kepada kita,
5. telah menghidupkan kita bersama-sama dengan Kristus, sekalipun kita telah mati oleh kesalahan-kesalahan kita – oleh kasih karunia kamu diselamatkan –
6. dan di dalam Kristus Yesus Ia telah membangkitkan kita juga dan memberikan tempat bersama-sama dengan Dia di sorga,
7. supaya pada masa yang akan datang Ia menunjukkan kepada kita kekayaan kasih karunia-Nya yang melimpah-limpah sesuai dengan kebaikan-Nya terhadap kita dalam Kristus Yesus.
8. Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah,
9. itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri.
10. Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.
Ada 3 poin khotbah ini:
1. KITA DISELAMATKAN DARI APA? (Ayat 1-3)
Bayangkan Anda memiliki ponsel terbaru dan tercanggih, tetapi baterainya mati. Anda mencoba menyalakannya, tetapi tidak ada respons. Anda menggoyangkannya, mencoba mencolokkannya, tetapi tetap tidak berfungsi. Tidak peduli seberapa mahal atau seberapa canggih ponsel itu, tanpa daya, ia hanyalah benda mati. Demikian juga kita tanpa Kristus. Kita mungkin berpikir bahwa kita “hidup”—kita bekerja, kita berkeluarga, kita beribadah—tetapi Paulus berkata dalam Efesus 2:1 bahwa kita “mati dalam pelanggaran dan dosa.”
Efesus 2:1
1. “Kamu dahulu sudah mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosamu.”
Sama seperti ponsel yang mati tanpa daya, kita juga sepenuhnya mati secara rohani tanpa Kristus. Tidak peduli seberapa “baik” atau “berpotensi” nya kita menurut ukuran dunia, kita tidak dapat melakukan apa pun untuk menyelamatkan diri kita sendiri. Kita membutuhkan sumber daya atau kuasa dari luar diri kita—kasih karunia Allah yang menghidupkan kita bersama Kristus. Tanpa kuasa kasih karunia Allah, kita sama sekali tidak bisa menyelamatkan diri kita sendiri. Jadi kita diselamatkan dari apa?
a. Kita Mati Dalam Dosa
Jangan salah paham ini bukan sekadar kelemahan rohani, ini adalah kematian rohani. Seorang mayat tidak bisa menolong dirinya sendiri. Kita juga tidak bisa menyelamatkan diri kita dari dosa. Bayangkan seorang orang tenggelam yang sudah kehabisan napas di dasar laut. Dia tidak bisa menggerakkan tubuhnya, dia tidak bisa berteriak, dia tidak bisa meminta pertolongan. Satu-satunya harapan adalah ada seseorang yang menyelam dan menariknya keluar. Begitu pula kita. Kita tidak mungkin menyelamatkan diri kita sendiri. Kita butuh Allah untuk menyelamatkan kita.
Efesus 2:2-3a
2. Kamu hidup di dalamnya, karena kamu mengikutijalan dunia ini, karena kamu mentaati penguasa kerajaan angkasa, yaitu roh yang sekarang sedang bekerja di antara orang-orang durhaka.
3. Sebenarnya dahulu kami semua juga terhitung di antara mereka, ketika kami hidup di dalam hawa nafsu daging dan menuruti kehendak daging dan pikiran kami yang jahat.
b. Kita Diperbudak oleh Dosa
Saat kita mati rohani, kita bukan hanya tidak mampu menyelamatkan diri kita, namun kita juga sepenuhnya dikuasai, dikendalikan dan diperbudak oleh dosa. Bayangkan seseorang yang kecanduan narkoba. Awalnya, dia merasa bisa mengendalikannya. Tetapi lama-kelamaan, dia diperbudak oleh zat itu. Dia tidak bisa berhenti—karena tubuhnya sudah terikat dan memerlukan sesuatu dari luar untuk membebaskannya. Begitu pula dengan dosa. Kita tidak bisa berhenti sendiri—kita memerlukan kasih karunia Allah untuk membebaskan kita.
Hidup di dalam-Nya bahasa Yunani (peripateo) memiliki arti "dikuasai" atau “diperbudak.” Mengikuti, menaati, hidup di dalam, dan menuruti. Ini kata-kata yang sangat lemah bahkan dalam bahasa Inggris ini kata Yunani itu berarti dikuasai, dikendalikan oleh sesuatu. Jika Anda berada dalam dosa, alasannya adalah dikatakan kita mati dalam pelanggaran dan dosa, bahwa kita sama tak berdayanya seperti mayat. Kita tidak bisa mengarahkan diri kita ke arah yang lain. Kita sepenuhnya dikendalikan. Kita sepenuhnya dikuasai. Kita sepenuhnya diperbudak. Kesombongan adalah dosa yang menjadikan Iblis sebagai Iblis. Ketika kita menempatkan diri di pusat kehidupan, kita mencerminkan sifat Iblis. Seperti seseorang yang hanyut dalam arus sungai deras, kita tidak bisa berenang keluar dari dosa—kita hanya bisa diselamatkan oleh seseorang dari luar kita.
Martin Luther menguraikan dalam Lectures on Romans menyatakan dosa itu dengan sebutan = incurvatus in se (hati yang melengkung ke dalam dirinya sendiri)
“Hati manusia begitu melengkung pada dirinya sendiri sehingga ia mencari segala sesuatu, bahkan Tuhan, demi kepentingannya sendiri.”
“Dosa bukan hanya melakukan kejahatan, tetapi juga melibatkan motivasi yang salah bahkan dalam kebaikan.”
Merasa lebih baik, lebih rohani jadi sifat yang berpusat pada diri sendiri sering kali mendorong kita untuk menjadi sangat religius dan mencintai Tuhan dan taat, datang ke gereja, mencatat khotbah, berdoa, menaati sepuluh Perintah Tuhan, dan pergi ke gereja sepanjang waktu—tetapi kita melakukannya semua demi kita sendiri. Bagaimana kita tahu? Bahwa kita melakukan segala sesuatu berpusat pada diri sendiri? Bahkan waktu berbuat baik dan beribadah?
Kalau kita sudah melakukan segala sesuatu yang baik dan kita berdoa, waktu doa kita seakan-akan tidak dikabulkan, waktu apa yang kita inginkan dan jawaban atau terobosan yang kita tunggu-tunggu tidak datang, kita marah dan kecewa sama Tuhan. “Aku sudah melakukan semuanya, kenapa Tuhan tidak mengabulkan doaku?” Sebenarnya kita bukan beribadah untuk melayani Tuhan, Namun kita beribadah untuk membuat Tuhan melayani kita.
Efesus 2:3b
3. Pada dasarnya kami adalah orang-orang yang harus dimurkai, sama seperti mereka yang lain.
c. Dosa Membuat Kita Layak Dimurkai Allah
Tuhan bukan hanya kasih, tetapi juga adil. Jika dosa kita dibiarkan tanpa penghukuman, maka Tuhan tidak adil. Tanpa keselamatan, kita semua berada di bawah penghukuman.
“Tidak ada yang lebih menyiksa daripada sifat berpusat pada diri sendiri. Itu adalah neraka yang dimulai di dalam diri kita yang akhirnya akan membawa kepada neraka yang kekal.” – C. S. Lewis
Jadi jika kita diselamatkan dari kematian rohani dan perbudakan dosa, dan murka Allah? Kehidupan seperti apa yang kita terima melalui Kristus?
Pertanyaan Reflektif:
- Apakah kita menyadari bahwa kita tidak hanya tersesat, tetapi benar-benar mati secara rohani? Ataukah kita sering berpikir hanya perlu sedikit “memperbaiki” hidup?
- Apakah kita sadar sedang diperbudak oleh sesuatu dalam hidup ini (keinginan dunia, kesombongan, nafsu, ego atau ambisi)? Atau merasa “bebas”? Kalau benar-benar bebas, mengapa masih terus melakukan hal yang sama yang merusak hidup kita sendiri?
- Apakah kita pernah merenungkan bahwa karena dosa, murka Allah benar-benar ada di atasku? Ataukah kita sering berpikir bahwa Tuhan akan “mengerti” dan mengabaikan dosaku?
2. KITA DISELAMATKAN KEPADA HIDUP YANG SEPERTI APA? (Ayat 8-10)
Efesus 2:8-9
8. Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah,
9. itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri.
a. Hidup Dalam Kasih Karunia Tuhan Bukan Usaha Sendiri
Keselamatan ada pemberian bukan upah karena usaha. Hidup dalam kasih karunia berarti hidup dengan kesadaran bahwa segala sesuatu adalah anugerah, bukan hasil usaha kita sendiri.
Seorang anak yatim piatu tidak bisa membeli jalan masuk ke dalam keluarga. Dia harus dipilih, diadopsi, bukan karena usahanya sendiri, tetapi karena kasih dari orang tua yang menginginkannya. Demikian juga, kita tidak bisa membeli atau menghasilkan keselamatan kita—itu diberikan kepada kita sebagai anugerah. Jadi, jenis kehidupan yang Allah ingin Anda jalani adalah kehidupan di mana kita melihat segala sesuatu sebagai pemberian. Kita melihat segala sesuatu yang kita miliki sebagai pemberian, bukan, “Aku telah bekerja sangat keras untuk ini,” atau “Aku pantas mendapatkan lebih banyak.” Tidak, semuanya adalah pemberian. Kita tidak pantas mendapatkannya, tetapi itulah yang ada.
b. Hidup Oleh Iman
Iman bukan hanya kepercayaan intelektual tetapi juga kepercayaan penuh kepada Allah yang membawa ketenangan.
Efesus 2:9
9. itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri.
Alasan kita dapat hidup dalam kasih karunia & hidup oleh iman adalah karena tidak lagi “memegahkan diri”.
Di luar Kristus, manusia terus mencari alasan untuk bermegah, atas karier, reputasi, penampilan, bahkan kesalehan agamawi. Namun, semua itu melelahkan dan tidak pernah cukup. Di dalam Kristus, tidak perlu lagi bermegah pada diri. Kita memiliki gospel confidence karena segala sesuatu cukup di dalam Dia. "Tetapi aku sekali-kali tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus." (Gal. 6:14)
Dulu, kita mencari sesuatu untuk dibanggakan. Sebelum mengenal Kristus, kita semua mencari sesuatu untuk membuat kita merasa berarti. Kita membanggakan prestasi, moralitas, kecerdasan, kekayaan, pelayanan, atau bahkan kesalehan kita sendiri. Kita merasa lebih baik daripada orang lain karena kita lebih sukses, lebih pintar, lebih religius, atau lebih baik secara moral. Orang yang belum hidup dalam Injil selalu mencari sesuatu untuk dibanggakan karena mereka merasa harus membuktikan nilai diri mereka. Jika keselamatan adalah 100% karena kasih karunia, maka tidak ada sedikit pun alasan untuk merasa lebih baik daripada orang lain. Tidak ada yang bisa berkata, “Aku diselamatkan karena aku lebih baik dari mereka.” Semua orang diselamatkan dengan cara yang sama—karena ada seorang pahlawan yang menggantikan kita. Siapa Dia? Kristus menanggung hukuman yang seharusnya kita terima.
"Ketika kita bermegah dalam salib, Kristus menjadi kecukupan kita;
Sehingga dunia kehilangan cengkeramannya atas kita; kekayaan, kekuasaan, reputasi, dan hubungan, tidak lagi mendefinisikan nilai kita.”
Kita tidak lagi berkata, “Aku butuh ini, itu, untuk merasa utuh,” tetapi dengan penuh keyakinan, “Kristus adalah hidupku, dan di dalam Dia saja aku memiliki segala yang aku butuhkan.” Paulus mengatakan, ketika kita bermegah dalam salib, dunia disalibkan bagi kita, dan kita bagi dunia. Artinya, hal-hal di dunia ini—hal-hal seperti kekayaan, kekuasaan, reputasi, kesuksesan, atau bahkan hubungan manusia—tidak lagi mengendalikan kita. Kita tidak lagi bergantung pada hal-hal ini untuk merasa berharga atau cukup.
Saat seorang berkata, “Christ is my life,” Kristus adalah hidupku, tidak ada yang lain yang dapat menjadi hidupku. Ketika dia melihat seorang pria yang menarik, dia berkata dalam hatinya, “Aku tidak membutuhkan seorang pria untuk menjadi utuh. Aku tidak membutuhkan pernikahan untuk menjadi utuh. Kristus adalah hidupku.” Itulah yang terjadi ketika kita bermegah dalam salib. Semua hal duniawi yang dulu menguasai kita kehilangan cengkeramannya. Dunia telah disalibkan bagi kita, dan kita bagi dunia. Bagaimana ini mungkin? Bagaimana kita bisa sampai pada titik ini? Itu hanya mungkin ketika kita memahami inti dari Injil: bahwa Yesus Kristus mengambil tempat kita. Dia menjadi pengganti kita.
Efesus 2:10
10 Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.
c. Pola Hidup Yang Berubah
Kasih karunia tidak hanya mengubah status kita di hadapan Allah, tetapi juga mengubah bagaimana kita hidup setiap hari. Ada suatu perubahan nyata dalam karakter dan sikap hati. Alkitab tidak berkata bahwa kita “diselamatkan oleh pekerjaan baik,” namun kita “diselamatkan untuk melakukan pekerjaan baik”. Kasih karunia mengubah motivasi kita dalam berbuat baik. Dulu kita melakukan perbuatan baik agar Allah menerima kita. Sekarang kita melakukan perbuatan baik karena kita sudah diterima oleh Allah. Tiga contoh perubahan besar dalam karakter dan sikap hati orang yang telah mengalami keselamatan Injil:
Dulu, saat belum mengerti Injil dan mengandalkan diri sendiri, kita penuh kemarahan serta tidak pernah puas, penuh kebencian, hidup dalam dendam dan kepahitan. Sekarang, karena kita telah menerima kasih karunia Allah kita hidup dalam kepuasan serta penuh rasa syukur, penerimaan, pengampunan.
Dulu kita sering marah dan tidak puas dengan kehidupan kita. Kita menganggap hidup kita tidak adil. Kita iri dengan kesuksesan orang lain. Kita mudah tersinggung karena kita merasa harus dihormati dan dihargai. Orang yang belum diubahkan Injil hidup dalam kemarahan karena mereka merasa dunia ini tidak memberikan apa yang pantas mereka dapatkan. Sekarang, orang yang telah menerima kasih karunia tahu bahwa mereka telah menerima lebih dari yang pantas mereka dapatkan. Jika kita percaya bahwa kita telah menerima keselamatan yang tak ternilai dari Allah, bagaimana kita bisa mengeluh tentang hidup ini? Orang yang benar-benar mengerti Injil tidak hidup dalam keluhan dan kemarahan, tetapi dalam rasa syukur dan kepuasan.
Dulu kita merasa lebih baik dari orang lain dan cepat menghakimi. Kita memandang rendah orang yang lebih lemah, lebih miskin, atau memiliki latar belakang yang berbeda. Kita menyombongkan kesalehan kita dan meremehkan orang yang kita anggap kurang rohani. Orang yang belum diubahkan Injil hidup dalam superioritas moral, merasa lebih baik daripada orang lain. Sekarang, orang yang telah diselamatkan tahu bahwa mereka tidak lebih baik dari siapa pun. Kita semua sama di hadapan Allah—pendosa yang hanya diselamatkan oleh kasih karunia. Ini mengubah cara kita memandang orang lain, kita tidak lagi menghakimi, tetapi menunjukkan belas kasihan. Kita tidak lagi merasa superior, tetapi rendah hati.
“Jika Anda percaya bahwa Anda lebih baik daripada orang lain, maka Anda belum memahami Injil ”. – Agustinus -
Jika kita benar-benar sadar bahwa kita tidak layak, namun hanya menerima kasih karunia dari Tuhan, bagaimana mungkin kita meremehkan orang lain?
“Jika Anda percaya kepada Injil... tetapi Anda masih menyimpan dendam, itu menunjukkan bahwa Anda sedang menghalangi dampak nyata dari Injil dalam hidup Anda, atau mungkin Anda hanya sedang menipu diri sendiri dan sebenarnya tidak benar-benar percaya kepada Injil.” – Timothy Keller
“Kasih Karunia bukan hanya mengubah masa depan kita di surga— Kasih Karunia juga mengubah hidup kita di dunia ini.”
Pertanyaan Reflektif:
3. KITA DISELAMATKAN BAGAIMANA & MELALUI APA? (Ayat 4-7)
Efesus 2:4-5
4. Tetapi Allah yang kaya dengan rahmat, oleh karena kasih-Nya yang besar, yang dilimpahkan-Nya kepada kita,
5. telah menghidupkan kita bersama-sama dengan Kristus, sekalipun kita telah mati oleh kesalahan-kesalahan kita – oleh kasih karunia kamu diselamatkan.
Yesus Kristus menjadi substitusi (pengganti) kita yang sempurna.
“Inti dosa adalah manusia menggantikan dirinya dengan Tuhan, sementara inti keselamatan adalah Tuhan menggantikan diri-Nya dengan manusia.” – John Stott -
Kontras Injil:
Dosa: Kita menempatkan diri di tempat Tuhan. Kita ingin menjadi pusat hidup kita sendiri, seperti yang dilakukan Adam dan Hawa.
Keselamatan:Tuhan menempatkan diri-Nya di tempat kita. Melalui Karya salib-Nya, Yesus menggantikan kita, agar kita bisa hidup bersama-Nya.
Dalam film Gladiator, Jenderal Maximus, seorang yang setia kepada kaisar, akhirnya dijadikan budak dan bertarung di arena. Bedanya dengan Maximus, Yesus dengan rela masuk ke dalam penderitaan manusia. Tetapi bedanya, Yesus tidak dengan rela masuk kepada penderitaan kita, Yesus tidak hanya berjuang, Dia dihakimi sampai mati menjalani murka bapa untuk menyelamatkan kita. Dan setelah itu di ayat 6-7 tertulis:
Efesus 2:6-7
6. dan di dalam Kristus Yesus Ia telah membangkitkan kita juga dan memberikan tempat bersama-sama dengan Dia di sorga,
7. supaya pada masa yang akan datang Ia menunjukkan kepada kita kekayaan kasih karunia-Nya yang melimpah-limpah sesuai dengan kebaikan-Nya terhadap kita dalam Kristus Yesus.
Bagaimana ini mungkin? Kok bisa sekarang kita secara legal duduk bersama dengan Yesus Kristus? “Sesuai dengan kebaikan-nya terhadap kita dalam Kristus Yesus.” Kata “sesuai dengan kebaikan-Nya” di sini dalam bahasa Yunani artinya tindakan yang mahal, tindakan yang nyata, bukan hanya perasaan atau kata-kata. Apa tindakan mahal ini? Tindakan itu adalah karya salib Kristus. Tuhan menempatkan diri-Nya di tempat kita. Dia dengan kerelaan menjalani salib, tempat yang seharusnya menjadi milik kita. Dia mengambil hukuman yang kita layak terima. Dia mengalami murka Allah (ayat 3), keterpisahan dari Bapa, dan penderitaan yang kita seharusnya tanggung.
Kristus duduk di sebelah kanan Allah, tempat kehormatan tertinggi. Kita sekarang secara legal “duduk bersama dengan Dia.” Di dalam Kristus, Bapa menghormati kita seperti Dia menghormati Kristus karena pengorbanan Kristus di salib menggantikan kita.
Dalam film Gladiator, Jenderal Maximus Decimus Meridius adalah seorang pemimpin perang yang setia kepada Kaisar Marcus Aurelius. Namun, karena pengkhianatan putra Kaisar, Commodus, Maximus dijebak, dikhianati, dan dijadikan budak. Maximus kehilangan kemuliaannya sebagai jenderal ke dalam penderitaan sebagai budak dan petarung di arena Gladiator. Dia tidak memilih jalan ini, pengkhianatan membawanya ke sana. Dia bertarung, mengalami luka, dan menghadapi kematian setiap hari. Namun, melalui penderitaannya, ia menjadi pahlawan rakyat yang mengalahkan seorang kaisar tiran. Namun, Kristus melakukan sesuatu yang jauh lebih besar. Yesus juga turun dari kemuliaan kepada penderitaan manusia. Ia tidak hanya turun dari posisi kehormatan di dunia, tetapi dari takhta surgawi-Nya. Ia tidak dijadikan budak karena pengkhianatan manusia, tetapi karena kasih-Nya, Ia rela mengosongkan diri-Nya sendiri. Ia tidak hanya masuk ke dalam penderitaan manusia—tetapi ke dalam penghukuman yang seharusnya kita tanggung.
Dulu: Kita mati dalam dosa, diperbudak dunia, dan berada di bawah murka Allah.
Di salib: Yesus yang tidak mengenal dosa menjadi dosa, menderita, dan mati menggantikan kita, menanggung murka Allah yang seharusnya kita tanggung, namun bangkit pada hari yang ketiga menang atas maut. Di kayu salib, Yesus mengalami penghukuman neraka agar engkau tidak mengalaminya. Yesus bukan hanya menderita secara fisik, Dia ditinggalkan sepenuhnya oleh Bapa-Nya. Bagi Yesus, neraka bukan api. Neraka adalah keterpisahan total dari kasih Allah. Di salib, Dia mengalami keterpisahan yang menyiksa-Nya. Itulah neraka yang sesungguhnya Yesus alami!
Salib menuntut respons. Kita bisa terus hidup seperti biasa, seolah-olah Yesus tidak mati bagi-Mu, atau kita bisa bertobat dan percaya kepada-Nya. Menyerahkan hidup sepenuhnya kepada Kristus. Sekarang – kita yang percaya, kita menerima status Kristus, tidak lagi hidup bagi diri kita sendiri, namun hidup untuk kemuliaan Tuhan dengan suatu “Confidence” di dalam Dia yang telah menyelamatkan kita. Yesus tidak hanya mati untuk kita, tetapi bangkit kembali supaya kita bisa hidup dalam Dia.
Pertanyaan Reflektif:
Orang Berinjil: