Hidup dalam Kekayaan Injil

Gospel Confidence Week 4 "Hidup Dalam Kekayaan Injil" 

Ps. Michael Chrisdion

 

Minggu ini menandai pekan keempat dalam seri khotbah kita, Facing the World with Gospel Confidence. Hari ini, kita akan membahas tema yang sangat mendalam dan penting, yaitu Hidup dalam Kekayaan Injil. Namun, sebelum kita melangkah lebih jauh, izinkan saya menggarisbawahi sesuatu: ketika kita mendengar kata "kekayaan," banyak dari kita sering kali langsung mengaitkannya dengan uang, harta benda, atau berkat jasmani. Tetapi, apa yang akan kita pelajari hari ini dari Surat Efesus adalah bahwa kekayaan Injil jauh melampaui semua hal itu.

Mari kita buka Alkitab kita dan membaca Efesus 1:15-23. Ini adalah bagian dari doa Paulus untuk jemaat Efesus, sebuah doa yang penuh dengan makna rohani yang dalam. Paulus, meskipun berada dalam penjara, tidak berdoa untuk kebutuhan jasmani jemaatnya. Ia tidak memohon agar jemaat diluputkan dari penderitaan atau diberkati dengan kekayaan materi. Sebaliknya, ia memfokuskan doanya pada sesuatu yang jauh lebih besar dan lebih kekal: agar jemaat memahami kekayaan rohani yang telah mereka miliki di dalam Kristus.

Bacaan: Efesus 1:15-23

1:15 Karena itu, setelah aku mendengar tentang imanmu dalam Tuhan Yesus dan tentang kasihmu terhadap semua orang kudus, 

1:16 akupun tidak berhenti mengucap syukur karena kamu. Dan aku selalu mengingat kamu dalam doaku, 

1:17 dan meminta kepada Allah Tuhan kita Yesus Kristus, yaitu Bapa yang mulia itu, supaya Ia memberikan kepadamu Roh hikmat dan wahyu untuk mengenal Dia dengan benar. 

1:18 Dan supaya Ia menjadikan mata hatimu terang, agar kamu mengerti pengharapan apakah yang terkandung dalam panggilan-Nya: betapa kayanya kemuliaan bagian yang ditentukan-Nya bagi orang-orang kudus, 

1:19 dan betapa hebat kuasa-Nya bagi kita yang percaya, sesuai dengan kekuatan kuasa-Nya, 

1:20 yang dikerjakan-Nya di dalam Kristus dengan membangkitkan Dia dari antara orang mati dan mendudukkan Dia di sebelah kanan-Nya di sorga, 

1:21 jauh lebih tinggi dari segala pemerintah dan penguasa dan kekuasaan dan kerajaan dan tiap-tiap nama yang dapat disebut, bukan hanya di dunia ini saja, melainkan juga di dunia yang akan datang. 

1:22 Dan segala sesuatu telah diletakkan-Nya di bawah kaki Kristus dan Dia telah diberikan-Nya kepada jemaat sebagai Kepala dari segala yang ada. 

1:23 Jemaat yang adalah tubuh-Nya, yaitu kepenuhan Dia, yang memenuhi semua dan segala sesuatu.

Kisah tentang Kekayaan yang Terlupakan

Izinkan saya memulai dengan sebuah cerita nyata yang menarik. Di Jerman, hadiah lotere utama sebesar 11,3 juta Euro (sekitar 193 miliar rupiah) pernah tidak diklaim oleh pemenangnya. Setelah tiga tahun berlalu dan batas waktu pengambilan hadiah habis, uang tersebut dikembalikan ke kas undian. Di Amerika Serikat, setiap tahun sekitar 2 miliar dolar AS (25,3 triliun rupiah) hadiah lotere juga tidak diambil karena berbagai alasan: pemenangnya lupa, kehilangan tiket, atau bahkan tidak menyadari bahwa mereka telah menang.

Apa yang bisa kita pelajari dari cerita ini? Banyak orang, meskipun memiliki kekayaan yang luar biasa besar, hidup seolah-olah mereka tidak memilikinya. Mereka tidak pernah mengalami perubahan hidup karena tidak menyadari atau mengabaikan apa yang sebenarnya menjadi milik mereka. Ini menggambarkan bagaimana banyak orang Kristen hidup hari ini. Mereka memiliki warisan, pengharapan, dan kuasa yang tak terhingga dari Tuhan, tetapi sering kali gagal untuk benar-benar menghidupinya karena tidak memahami atau menyadarinya.

Doa Paulus: Fokus pada Kekayaan yang Sejati

Kembali ke doa Paulus di Efesus, kita menemukan sesuatu yang sangat mencolok. Paulus tidak berdoa agar jemaatnya dilepaskan dari masalah jasmani. Sebaliknya, ia memohon agar Allah memberikan roh hikmat dan wahyu, supaya mereka mengenal Tuhan lebih dalam dan memahami betapa kayanya kemuliaan warisan mereka di dalam Kristus. Ini adalah doa yang berfokus pada pengenalan akan kekayaan rohani yang sejati.

Mengapa Paulus berdoa seperti ini? Karena ia tahu bahwa keadaan jasmani, seburuk apa pun, tidak akan menggoyahkan seseorang yang memahami kekayaan rohani mereka di dalam Kristus. Sebaliknya, keadaan jasmani yang baik, tanpa pemahaman ini, hanya akan menghasilkan iman yang dangkal, rapuh, dan bergantung pada situasi.

John Calvin pernah berkata bahwa jika kita memiliki Tuhan sebagai bagian kita, kita mungkin kekurangan hal-hal lain, tetapi kita tidak akan kekurangan damai sejahtera dan sukacita sejati. Itulah inti dari doa Paulus: agar jemaat memahami bahwa mereka memiliki sesuatu yang jauh lebih besar daripada masalah apa pun yang mereka hadapi.

Hidup dengan Gospel Confidence

Ketika kita memasuki tahun 2025, saya harus mengatakan bahwa dunia ini tidak akan semakin baik. Alkitab dengan jelas mengingatkan kita bahwa dunia akan semakin jahat dan rusak. Jika kita menaruh pengharapan pada dunia ini, kita pasti akan kecewa. Tetapi, di tengah kegelapan dunia, kita memiliki kekayaan yang luar biasa di dalam Kristus. Kekayaan rohani inilah yang memberi kita keyakinan Injil (Gospel confidence), sebuah kekuatan yang melampaui keadaan dunia.

Tiga Pertanyaan Penting

  1. Siapa yang memiliki kekayaan ini?
  2. Apa sebenarnya kekayaan ini?
  3. Bagaimana kita dapat menghidupi kekayaan ini?

Melalui pertanyaan-pertanyaan ini, mari kita menyelami lebih dalam apa artinya hidup dalam kekayaan Injil dan mengalami transformasi yang sejati. 

          1.SIAPA YANG MEMILIKI KEKAYAAN INI?

Ketika berbicara tentang kekayaan rohani yang kita miliki di dalam Kristus, Rasul Paulus memberikan pemahaman yang mendalam melalui suratnya kepada jemaat di Efesus. Meski ia menulis surat ini dari penjara dan tidak pernah secara langsung bertemu dengan jemaat tersebut, Paulus sangat yakin bahwa mereka memiliki kekayaan rohani ini. Keyakinannya didasarkan pada dua bukti yang ia dengar tentang kehidupan mereka. Bukti-bukti ini menjadi dasar bagi Paulus untuk berdoa dengan ucapan syukur bagi mereka.

Bukti pertama yang menunjukkan seseorang memiliki kekayaan Injil adalah iman di dalam Yesus Kristus. Dalam Efesus 1:15, Paulus menulis, "Karena itu, setelah aku mendengar tentang imanmu dalam Tuhan Yesus..." Iman di sini adalah fondasi utama kehidupan Kristen. Paulus ingin menegaskan bahwa apa yang kita percayai akan menentukan bagaimana kita hidup. Keyakinan dan kepercayaan seseorang membentuk cara berpikir, perilaku, dan keputusan hidupnya.

Sebagai ilustrasi, bayangkan saat kita duduk di kursi. Tanpa memeriksa kekuatannya terlebih dahulu, kita langsung duduk dengan yakin bahwa kursi tersebut akan menahan berat badan kita. Hal ini mencerminkan iman—kita percaya dan bertindak berdasarkan keyakinan tersebut. Namun, pertanyaannya adalah, iman kita bertumpu pada siapa? Pada diri sendiri atau pada Kristus?

Banyak orang Kristen berpikir mereka menaruh iman pada Yesus, tetapi sebenarnya iman mereka lebih bertumpu pada usaha mereka sendiri. Misalnya, mereka merasa keselamatan datang dari aktivitas keagamaan seperti pergi ke gereja, membaca Alkitab, atau memberikan persembahan. Padahal, iman sejati adalah kesadaran bahwa kita tidak mampu menyelamatkan diri sendiri. Keselamatan hanya bisa diperoleh melalui karya Kristus di kayu salib dan kasih karunia Allah semata. Orang yang menaruh iman sejati pada Kristus sadar bahwa tanpa-Nya, ia tidak memiliki harapan. Dari iman itulah muncul dorongan untuk beribadah, membaca Firman, dan menjalani hidup yang berkenan kepada Tuhan.

Bukti kedua dari kekayaan rohani adalah kasih kepada sesama orang percaya. Paulus melanjutkan dalam Efesus 1:15, "dan tentang kasihmu terhadap semua orang kudus." Iman sejati selalu menghasilkan kasih. Kasih kepada sesama adalah bukti nyata dari perubahan hati oleh Injil. Kasih ini tidak memandang latar belakang sosial, budaya, atau ekonomi. Sebaliknya, kasih tersebut menghancurkan keinginan untuk merasa lebih unggul dari kelompok lain.

Namun, kasih ini bukan berarti kesempurnaan perilaku. Sebagai orang percaya, kita masih bisa jatuh dalam dosa. Contohnya, Petrus yang menyangkal Yesus atau Daud yang jatuh dalam dosa besar. Namun, perbedaan utama orang percaya yang sejati adalah adanya kesedihan mendalam atas dosa. Seperti yang dijelaskan oleh Jonathan Edwards, tanda sejati kelahiran baru adalah penyesalan yang tulus atas dosa, bukan karena takut hukuman, tetapi karena sadar telah menghina Allah yang kudus. Ini menunjukkan hati yang ingin bertobat dan kembali kepada Tuhan.

Martin Luther menegaskan bahwa, "Kita diselamatkan oleh iman, bukan oleh perbuatan. Namun, jika tidak ada perbuatan, pasti ada yang salah dengan iman itu." Oleh karena itu, iman sejati pasti menghasilkan kasih yang nyata kepada sesama, meskipun kita masih dalam proses bertumbuh.

STOP & REFLECT

Apakah kita memiliki iman sejati kepada Kristus? Apakah kita sepenuhnya bersandar kepada-Nya untuk keselamatan dan pengampunan dosa? Apakah hidup kita mencerminkan kasih yang lahir dari iman tersebut? Jika orang lain melihat hidup kita, apakah mereka dapat melihat bukti iman dan kasih yang nyata?

Jangan sampai kita hanya mengasihi orang-orang yang serupa dengan kita—baik dalam budaya, sosial, atau ekonomi. Sebaliknya, mari belajar mengasihi mereka yang berbeda, karena segala sesuatu yang kita miliki hanyalah karena kasih karunia Allah. Tidak ada yang dapat kita banggakan, karena semua adalah anugerah-Nya.

          2. APA SEBENARNYA KEKAYAAN INI?

Dalam perjalanan iman, kita diajak untuk memahami apa yang dimaksud dengan kekayaan sejati. Kekayaan itu bukan sekadar tentang harta duniawi atau pencapaian manusia, tetapi tentang iman yang hidup, iman yang menghasilkan perbuatan. Rasul Paulus menegaskan bahwa iman sejati bukanlah kombinasi antara iman dan perbuatan, melainkan iman kepada Kristus yang menjadi dasar dari setiap perbuatan baik. Ini adalah tanda kekayaan yang sesungguhnya, sebuah kekayaan rohani yang tidak tergantikan.

Kekayaan yang Pertama: Pengharapan dalam Panggilan-Nya
Paulus dalam Efesus 1:18 berdoa agar mata hati jemaat diterangi, sehingga mereka memahami harapan dari panggilan Allah. Pengharapan ini bukanlah sesuatu yang abstrak, melainkan kepastian yang muncul dari kasih karunia Tuhan. Pengharapan ini berbeda dari apa yang biasa kita pikirkan. Paulus tidak berbicara tentang pengharapan yang berasal dari diri kita sendiri, tetapi pengharapan yang bersumber dari panggilan Tuhan atas hidup kita.

Kita sering kali memandang pengharapan seperti memilih sesuatu yang sesuai dengan keinginan kita, misalnya saat membeli sebuah produk. Namun, pengharapan dalam panggilan Allah jauh melampaui itu. Paulus mengingatkan kita bahwa iman kita, bahkan keputusan untuk percaya kepada Kristus, adalah hasil dari karya Roh Kudus. Tidak ada seorang pun yang dapat berkata, “Yesus adalah Tuhan,” tanpa pekerjaan Roh Kudus yang menggerakkan hati mereka. Kita dipilih bukan karena kebaikan kita, melainkan karena anugerah-Nya.

Kekayaan yang Kedua: Menjadi Warisan Allah
Paulus melanjutkan dalam Efesus 1:18b bahwa kekayaan kemuliaan yang dimaksud adalah menjadi bagian dari warisan Allah. Hal ini sangat mencengangkan. Sang Pencipta alam semesta menganggap umat-Nya, gereja-Nya, sebagai harta paling berharga. Kita, yang sering merasa tidak layak, dipandang oleh Allah sebagai warisan yang mulia. Paulus bahkan menyebut jemaat di Korintus, yang kehidupan rohaninya masih kacau, sebagai orang-orang kudus. Mengapa demikian? Karena kekudusan mereka tidak berasal dari diri mereka sendiri, tetapi dari Kristus yang menguduskan mereka.

Bayangkan, bagaimana mungkin Allah yang Maha Kuasa memandang kita sebagai kekayaan-Nya? John Calvin dalam Institutes of Christian Religion menyatakan bahwa Allah sebenarnya tidak membutuhkan kita. Namun, Dia memilih kita agar melalui kita, kemuliaan-Nya dinyatakan kepada dunia. Seperti permata yang memantulkan cahaya, demikianlah hidup kita dirancang untuk memantulkan kemuliaan Allah.

Kekayaan yang Ketiga: Kuasa Allah yang Tak Tertandingi
Dalam Efesus 1:19-23, Paulus berbicara tentang kuasa Allah yang luar biasa, kuasa yang bekerja di dalam hidup orang percaya. Kuasa ini pertama-tama membawa kita kepada iman, mengubah hati kita yang mati secara rohani menjadi hidup. Tidak ada seorang pun yang dapat datang kepada Allah kecuali oleh kuasa-Nya yang menarik.

Kuasa yang sama ini juga membangkitkan Kristus dari kematian, mengalahkan dosa, maut, dan neraka. Lebih dari itu, kuasa Allah menobatkan Kristus sebagai Raja atas segala sesuatu, memerintah dengan otoritas penuh untuk kemuliaan-Nya dan demi kebaikan umat-Nya. Ini adalah bukti bahwa Allah terus bekerja dalam hidup kita, bahkan melalui penderitaan, kegagalan, dan pergumulan kita.

Menjawab Panggilan dengan Hidup yang Berarti
Ketika kita menyadari bahwa kita dipilih dan dipanggil bukan karena kehebatan kita, tetapi semata-mata karena kasih karunia Allah, kita tidak punya alasan untuk membanggakan diri. Sebaliknya, kita diajak untuk hidup dengan penuh rasa syukur dan memanfaatkan hidup kita untuk memuliakan Tuhan.

Hidup ini terlalu berharga untuk dihabiskan dalam hal-hal yang sia-sia. Ketika kita memahami bahwa Allah menganggap kita sebagai warisan-Nya yang mulia, kita tidak perlu lagi mencari pengakuan dari dunia. Status kita sebagai umat-Nya sudah melampaui semua status manusiawi yang ada.

Jadi, mari kita terus berjalan dalam pengharapan, menyadari kekayaan kita di dalam Kristus, dan menjalani hidup yang mencerminkan kemuliaan-Nya kepada dunia. Karena Dia yang telah memilih dan memanggil kita akan terus setia menyertai kita sampai akhir.

STOP & REFLECT

Apakah kita benar-benar memahami pengharapan yang kita miliki dalam panggilan Kristus? Seberapa sering kita mencoba mengandalkan kekuatan kita sendiri, padahal Tuhan yang memanggil kita telah berjanji untuk tidak pernah meninggalkan kita. Jika kita sungguh-sungguh menyadari hal ini, bukankah pengharapan tersebut akan memberikan ketenangan yang mendalam di tengah segala ketidakpastian hidup?

Bagaimana dengan identitas kita sebagai warisan Allah? Apakah kesadaran ini mengubah cara kita memandang diri sendiri dan orang lain? Ketika kita melihat diri kita sebagai bagian dari rencana besar Allah, kita dipanggil untuk memperlakukan sesama dengan penghormatan dan kasih yang sama.

Dan akhirnya, apakah kita percaya bahwa kuasa Allah benar-benar bekerja dalam hidup kita, bahkan di tengah kelemahan, kegagalan, dan tantangan terbesar yang kita hadapi? Pengakuan ini memampukan kita untuk memiliki Gospel confidence—keberanian yang lahir dari Injil—bahwa Tuhan sanggup membawa kita melewati segala sesuatu demi kemuliaan-Nya. Bagaimana kita menjawab panggilan ini dalam kehidupan sehari-hari?

            3.BAGAIMANA KITA DAPAT MENGHIDUPI KEKAYAAN INI?

Dalam perjalanan hidup iman, sering kali kita seperti seseorang yang memenangkan lotre besar tetapi tidak pernah menyadari atau menggunakan kekayaan tersebut. Kekayaan yang Tuhan sediakan bagi kita adalah sesuatu yang luar biasa, tetapi sayangnya, tidak semua dari kita hidup di dalamnya. Pertanyaannya adalah: bagaimana kita menghidupi kekayaan itu?

Rasul Paulus memberikan panduan yang sangat jelas dalam Efesus 1:17-18. Dalam doanya, Paulus meminta agar Allah, Bapa yang mulia, memberikan kepada kita roh hikmat dan wahyu untuk mengenal Dia dengan benar. Paulus tidak meminta agar kita hanya mengetahui tentang Tuhan, tetapi mengenal-Nya secara pribadi. Ada perbedaan besar antara pengetahuan dan pengenalan.

Kekristenan bukanlah agama yang hanya tentang aturan dan kewajiban. Jika itu tujuan utama, cukup dengan 10 Perintah Allah saja. Namun, Alkitab memuat 66 kitab yang semuanya mengungkapkan tentang Tuhan, agar kita bukan sekadar menaati perintah-Nya, tetapi juga mengenal hati-Nya. Ketika kita mengenal Tuhan, ketaatan akan mengikuti secara alami.

Mengapa mengenal Tuhan begitu penting? Ketika kita mengenal Tuhan, kita memahami hati-Nya, rencana-Nya, dan kasih-Nya bagi kita. Misalnya, seperti seorang anak yang mengenal ayahnya sebagai dokter yang peduli. Saat sang ayah memberi obat, si anak tidak meragukan atau mempertanyakan instruksi tersebut, karena ia percaya ayahnya tahu yang terbaik. Begitu pula dengan kita—ketika kita benar-benar mengenal Tuhan, kita tidak akan mudah bimbang atau mencurigai-Nya.

Namun, sering kali, hubungan kita dengan Tuhan terhalang oleh pengalaman buruk dengan figur otoritas di masa lalu. Akibatnya, kita memandang Tuhan melalui lensa yang salah. Kita menjadi curiga, bimbang, bahkan takut. Inilah mengapa Paulus mendorong kita untuk berdoa, agar Tuhan menerangi hati kita dan memberi kita roh hikmat untuk mengenal Dia lebih dalam.

Melalui sarana anugerah dimana Injil Kristus sebagai pusatnya akan membuat kita haus untuk lebih mengenal Kristus lebih lagi. Sehingga kita mudah  bertobat dari hati yang beriman/bersandar kepada hal-hal yang lain selain Kristus. Untuk percaya lagi (beriman)  kepada Kristus

Ada beberapa sarana anugerah untuk mengenal Tuhan lebih dalam:

  1. Berdoa: Doa adalah sarana komunikasi dengan Tuhan. Ketika kita berdoa, kita tidak hanya meminta berkat, tetapi juga memohon agar Tuhan membuka hati kita untuk mengenal-Nya.
  2. Merenungkan Firman: Membaca Alkitab bukan untuk mencari solusi instan atas masalah, tetapi untuk memahami hati Tuhan. Ketika kita membaca, tanyakan: Apa yang Tuhan nyatakan tentang diri-Nya di sini? Apa rencana-Nya? Bagaimana saya dapat melihat kebaikan dan kesetiaan-Nya dalam hidup saya?
  3. Komunitas: Diskusikan firman Tuhan dengan orang lain, baik dalam keluarga, kelompok kecil, atau gereja. Percakapan ini membantu kita melihat perspektif baru dan bertumbuh bersama.

Kekristenan bukan tentang menjalankan ritual keagamaan atau mengejar keuntungan praktis. Ketika kita membaca Alkitab dan berdoa, tujuan utamanya adalah mengenal Kristus. Rasul Paulus menekankan bahwa segala sesuatu di dunia ini adalah sampah dibandingkan dengan pengenalan akan Kristus (Filipi 3:8).

Mengapa saat kita merenungkan hal ini memberikan Gospel Confidence? Karena Yesus Kristus telah menjalani kebalikan dari semua berkat kekayaan yang Paulus doakan.Di salib - Kristus tidak diperlakukan seperti warisan mulia Allah, tetapi dihina oleh dunia dan ditinggalkan oleh Bapa. Sehingga di dalam Kristus kita memiliki kekayaan rohani yaitu pengharapan dalam panggilan-Nya, warisan-Nya yang mulia dan kuasa-Nya yang tak tertandingi

STOP & REFLECT

Apakah saya lebih sering fokus pada kebutuhan jasmani daripada mengenal Tuhan? Apakah doa-doa saya hanya berisi permintaan praktis, atau adakah kerinduan untuk mengenal hati Tuhan? Bagaimana hati saya perlu dikalibrasi agar lebih peka terhadap anugerah Tuhan?

Mari kita terus menggunakan sarana rohani—doa, firman, dan komunitas—untuk mengenal Tuhan lebih dalam. Ketika kita melakukannya, kita tidak hanya menemukan ketenangan dan pengharapan, tetapi juga memiliki keberanian yang lahir dari Injil (Gospel confidence). Ingatlah bahwa Yesus telah memberikan segalanya agar kita dapat memiliki kekayaan ini. Kini giliran kita untuk hidup dalam kekayaan tersebut, mengenal Dia lebih dalam, dan semakin jatuh cinta kepada-Nya.

ORANG BERINJIL

  • Percaya bahwa iman kepada Kristus adalah dasar keselamatan mereka, tetapi iman sejati tidak diam, namun menghasilkan perbuatan yang mengasihi.
  • Memiliki pengharapan yang pasti dalam panggilan Allah, meskipun tidak ada yang layak dipanggil selain  dari kasih karunia-Nya yang tak bersyarat.
  • Menyadari bahwa meskipun di dunia mereka ditolak dan dianggap tidak berharga, mereka adalah warisan Allah yang berharga, umat kepunyaan Tuhan.
  • Tidak putus asa saat mereka lemah, karena kuasa kebangkitan Kristus justru bekerja paling nyata di tengah kelemahan dan keterbatasan mereka.