Hidup Dalam Cahaya Injil

GOSPEL CONFIDENCE WEEK 13 "Hidup dalam Cahaya Injil"

Ps. Michael Chrisdion

 

Khotbah ini merupakan bagian dari seri Facing the World with Gospel Confidence, sebuah eksposisi dari surat Efesus. Hari ini kita telah memasuki minggu ke-13 dari total 17 minggu. Judul khotbah hari ini adalah Hidup dalam Cahaya Injil, berdasarkan Efesus 5:5-21.

BACAAN: Efesus 5:5-21

5:5 Karena ingatlah ini baik-baik: tidak ada orang sundal, orang cemar atau orang serakah, artinya penyembah berhala, yang mendapat bagian di dalam Kerajaan Kristus dan Allah. 

5:6 Janganlah kamu disesatkan orang dengan kata-kata yang hampa, karena hal-hal yang demikian mendatangkan murka Allah atas orang-orang durhaka.

5:7 Sebab itu janganlah kamu berkawan dengan mereka. 

5:8 Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang, 

5:9 karena terang hanya berbuahkan kebaikan dan keadilan dan kebenaran, 

5:10 dan ujilah apa yang berkenan kepada Tuhan. 

5:11 Janganlah turut mengambil bagian dalam perbuatan-perbuatan kegelapan yang tidak berbuahkan apa-apa, tetapi sebaliknya telanjangilah perbuatan-perbuatan itu. 

5:12 Sebab menyebutkan sajapun apa yang dibuat oleh mereka di tempat-tempat yang tersembunyi telah memalukan. 

5:13 Tetapi segala sesuatu yang sudah ditelanjangi oleh terang itu menjadi nampak, sebab semua yang nampak adalah terang. 

5:14 Itulah sebabnya dikatakan: "Bangunlah, hai kamu yang tidur dan bangkitlah dari antara orang mati dan Kristus akan bercahaya atas kamu." 

5:15 Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, 

5:16 dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat. 

5:17 Sebab itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan. 

5:18 Dan janganlah kamu mabuk oleh anggur, karena anggur menimbulkan hawa nafsu, tetapi hendaklah kamu penuh dengan Roh, 

5:19 dan berkata-katalah seorang kepada yang lain dalam mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian rohani. Bernyanyi dan bersoraklah bagi Tuhan dengan segenap hati. 

5:20 Ucaplah syukur senantiasa atas segala sesuatu dalam nama Tuhan kita Yesus Kristus kepada Allah dan Bapa kita 

5:21 dan rendahkanlah dirimu seorang kepada yang lain di dalam takut akan Kristus.

Sebelum kita masuk ke dalam inti renungan ini, mari kita mengingat kembali struktur besar dari surat Efesus:

  1. Pasal 1 sampai 3 berbicara tentang indikatif, yaitu siapa kita di dalam Kristus dan apa yang telah Tuhan lakukan dalam inisiatif-Nya. Ini berbicara tentang identitas kita sebagai orang percaya.
  2. Pasal 4 sampai 6, di mana kita berada saat ini, berbicara tentang imperatif, yaitu bagaimana kita seharusnya hidup sebagai akibat dari siapa kita di dalam Kristus.

Di awal pasal 5, ada sebuah panggilan yang sangat jelas bagi kita—hidup dalam terang Injil. Paulus menegaskan dalam Efesus 5:8, "Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan. Sebab itu, hiduplah sebagai anak-anak terang!"

Panggilan untuk hidup dalam terang ini juga ditegaskan oleh Rasul Petrus dalam 1 Petrus 2:9, "Tetapi kamulah bangsa yang terpilih... untuk memberitakan perbuatan-perbuatan besar dari Dia yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib."

Pertanyaannya adalah, mengapa firman Tuhan terus-menerus menekankan pentingnya hidup dalam terang? Seorang teolog pernah berkata, "Kamu tidak akan pernah sungguh-sungguh mengenal dirimu sendiri sebelum kamu berani melihat ke dalam bagian-bagian yang paling gelap di hatimu." Pernyataan ini menantang kita untuk berani jujur melihat ke dalam hati kita sendiri. Jika kita melakukannya, kita akan menemukan hal-hal yang tidak ingin kita lihat—ada kegelapan, motivasi tersembunyi, rasa malu, dan dosa yang kita coba sembunyikan.

Namun, firman Tuhan dalam surat Efesus mengajak kita untuk melakukan sesuatu yang lebih radikal. Paulus tidak hanya mengatakan bahwa kita memiliki kegelapan, tetapi lebih dari itu—di luar Kristus, kita sendiri adalah kegelapan itu.

Bagaimana caranya kita hidup dalam terang Injil? Ada tiga poin utama yang akan kita bahas:

         1. MEMAHAMI DOSA DAN HIDUP DALAM KETAATAN (EFESUS 5:5-14)

Dosa adalah realitas yang mengerikan. Meski kita mungkin enggan membicarakannya, Alkitab mengajarkan bahwa kita harus memahami, mengakui, dan berperkara dengan kegelapan dalam hati kita. Rasul Paulus menekankan pentingnya memahami doktrin dosa agar kita memiliki kesadaran akan kengerian dan bahaya dosa. Kesadaran ini akan menuntun kita pada pertobatan sejati dan hidup dalam ketaatan kepada Allah.

Definisi Dosa: Pelanggaran terhadap Hukum Allah

Efesus 5:11 mengatakan, "Janganlah turut mengambil bagian dalam perbuatan-perbuatan kegelapan yang tidak berbuahkan apa-apa." Dosa adalah perbuatan yang melanggar hukum Allah—ketidaktaatan terhadap kehendak-Nya. Paulus membagi dosa dalam dua kategori utama, sebagaimana disebutkan dalam Efesus 5:5:

  • Dosa ketidaksucian seksual – Paulus menggunakan istilah porneia, yang mencakup segala bentuk ketidaksucian seksual dan imoralitas.
  • Dosa keserakahan – Paulus menyebut keserakahan sebagai penyembahan berhala. Ini bukan sekadar cinta uang, tetapi kecenderungan hati yang menempatkan materi dan kepentingan pribadi di atas Allah.

Paulus memilih dua kategori ini untuk menunjukkan cakupan luas hukum Allah. Gereja sering terjebak dalam dua ekstrem dalam menanggapi dosa:

  • Ada gereja yang sangat tegas terhadap dosa moral seksual tetapi mengabaikan isu keadilan sosial.
  • Ada gereja yang sangat peduli terhadap keadilan sosial tetapi mengabaikan standar kekudusan moral.

Kedua ekstrem ini berbahaya. Kekudusan dan keadilan sosial harus berjalan seiring. Dosa bukan hanya soal perbuatan, tetapi juga motivasi hati.

Dosa adalah Penyembahan Berhala di Hati

Paulus menunjukkan bahwa akar dari semua dosa adalah penyembahan berhala. Penyembahan berhala terjadi ketika kita menempatkan sesuatu yang lain di atas Tuhan dalam hidup kita. Karier, keluarga, cinta, uang, atau penerimaan dari orang lain bisa menjadi berhala jika mengambil tempat utama dalam hati kita.

Misalnya, jika identitas kita ditentukan oleh keberhasilan dalam karier, maka saat karier itu runtuh, hidup kita juga runtuh. Penyembahan berhala seperti ini akhirnya akan menghancurkan kita.

Dosa Memiliki Kuasa di Hati Manusia

Paulus berkata dalam Efesus 5:8, "Memang dahulu kamu adalah kegelapan." Perhatikan bahwa Paulus tidak hanya mengatakan bahwa kita berada dalam kegelapan, tetapi kita adalah kegelapan. Dunia modern sering berkata bahwa manusia pada dasarnya baik, tetapi kenyataannya, manusia tidak baik. Jika manusia benar-benar baik, mengapa ada begitu banyak kejahatan di dunia ini?

Ada sebuah kisah nyata tentang Yehiel Dinur, seorang penyintas Holocaust yang bersaksi di pengadilan melawan Jenderal Nazi, Adolf Eichmann. Saat Eichmann masuk ke ruang sidang, Dinur tiba-tiba menangis dan pingsan. Ketika ditanya mengapa, ia menjawab, "Saya sadar dia bukan iblis. Dia manusia biasa, sama seperti saya, dan tiba-tiba saya menjadi takut pada diri saya sendiri. Saya melihat bahwa saya pun sebenarnya mampu melakukan hal yang sama."

Kisah ini mengingatkan kita bahwa dosa ada dalam hati setiap manusia. Kita tidak boleh menghakimi orang lain tanpa menyadari bahwa kita sendiri pun bisa jatuh dalam dosa yang sama.

Dosa Mendatangkan Murka Allah

Efesus 5:6 memperingatkan kita: "Janganlah kamu disesatkan orang dengan kata-kata yang hampa, karena hal-hal itu mendatangkan murka Allah atas orang-orang durhaka."

Di zaman modern, kita cenderung menolak gagasan tentang murka Allah. Namun, dalam Alkitab, murka Allah adalah penghukuman yang adil dan suci. Dosa bukan sekadar kelemahan atau kekurangan, tetapi pemberontakan yang layak dihukum.

Namun, ada kabar baik. Efesus 5:8 juga berkata, "Sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan." 

Terang di dalam Kristus

Bagaimana mungkin kita yang dulu adalah kegelapan kini menjadi terang? Jawabannya bukan karena usaha atau kebaikan kita sendiri, tetapi karena kita ada di dalam Kristus.

Ibarat seorang gadis miskin yang dinikahi oleh seorang pangeran, statusnya berubah bukan karena usahanya sendiri, tetapi karena sang pangeran memilihnya. Demikian pula dengan kita—dosa-dosa kita diampuni bukan karena kita layak, tetapi karena Kristus mengasihi kita dan menebus kita dengan darah-Nya.

Karena itu, hidup Kristen adalah hidup dalam ketegangan antara dua kebenaran:

  • Dosa itu sangat serius. Tidak ada dosa sekecil apa pun yang tidak layak dihukum.
  • Kasih karunia Allah sangat besar. Tidak ada dosa sebesar apa pun yang tidak dapat diampuni jika kita benar-benar bertobat.

Kita dipanggil untuk hidup dalam kekudusan, bukan karena takut akan hukuman, tetapi karena kita menghargai kasih karunia Kristus yang mahal. Jika kita jatuh dalam dosa, kita tidak dibiarkan dalam keputusasaan, tetapi dapat bangkit kembali dalam anugerah Tuhan.

Timothy Keller pernah berkata, "Kamu lebih berdosa dari yang pernah kamu bayangkan, tetapi juga lebih dikasihi dan diterima di dalam Kristus daripada yang pernah kamu harapkan."

Itulah ketegangan Injil yang harus kita pegang erat. Kita tidak meremehkan dosa, tetapi juga tidak tenggelam dalam keputusasaan. Hidup dalam terang berarti membenci dosa, tetapi tetap percaya bahwa kasih karunia Tuhan lebih besar dari kesalahan kita.

          2. MENGENAL WAKTU DAN BERJALAN DALAM HIKMAT (EFESUS 5:15-17)

Setelah berbicara panjang tentang dosa, Rasul Paulus melanjutkan dengan poin penting dalam Efesus 5:15-17, yaitu tentang hikmat. Dalam bagian ini, Paulus menekankan pentingnya memperhatikan dengan saksama bagaimana kita hidup.

Mengapa hikmat itu penting? Karena sekitar 80% keputusan hidup kita tidak secara eksplisit diatur oleh Alkitab. Kekristenan bukan sekadar soal menaati aturan moral seperti, "Jangan lakukan ini, jangan lakukan itu." Jika hidup hanya soal larangan, maka tidak ada sukacita di dalamnya.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita dihadapkan pada berbagai pilihan yang tidak selalu hitam atau putih—banyak yang berada di wilayah abu-abu. Oleh karena itu, kita membutuhkan hikmat untuk mengambil keputusan yang selaras dengan kehendak Tuhan. Firman Tuhan tidak secara eksplisit memberikan jawaban untuk setiap aspek kehidupan kita, misalnya:

  • Dengan siapa kita harus menikah?
  • Apakah kita perlu pindah ke kota lain?
  • Apakah kita harus mengambil kesempatan bisnis tertentu?

Semua ini membutuhkan hikmat. Itulah sebabnya kita perlu membentuk lensa yang benar dalam memahami hidup. Jika Saudara ingin memahami hikmat lebih dalam, ada berbagai sumber yang bisa digunakan, seperti buku Gospel Wisdomatau khotbah tentang Hikmat Amsal dari Lensa Injil.

Berjalan dalam Hikmat: Perhatikan Arah Hidup

Paulus menuliskan dalam Efesus 5:15, "Look carefully then how you walk." Dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai, "Perhatikan bagaimana kamu hidup," tetapi kata walk (berjalan) dalam Alkitab sering kali merujuk pada cara hidup seseorang.

Berjalan selalu berkaitan dengan arah dan tujuan. Paulus ingin kita memperhatikan arah hidup kita—ke mana kita menuju dan apa motivasi utama dalam kehidupan kita. Setiap keputusan yang kita buat harus memiliki arah yang jelas.

Sebagai contoh, bayangkan Saudara ingin pergi ke Bali, tetapi justru berjalan ke arah barat menuju Jakarta. Tidak peduli seberapa keras Saudara berjalan, Saudara tidak akan pernah sampai ke Bali jika arahnya salah. Demikian juga dalam kehidupan, kita bisa saja berkata, "Saya ingin hidup dalam kehendak Tuhan," tetapi jika hidup kita dipenuhi dengan kebohongan, perselingkuhan, dan kecurangan, maka arah hidup kita tidak sesuai dengan kehendak-Nya.

Maka, pertanyaan utamanya bukan sekadar "Apa yang aku lakukan?" tetapi "Mengapa aku melakukan ini?"

Memeriksa Motivasi Hati

Paulus melanjutkan dalam ayat 15 dengan perintah: "Janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif." Artinya, kita harus memeriksa motivasi hati kita.

Meniti karier itu tidak salah. Menghasilkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidup juga bukan hal yang keliru. Tetapi yang perlu kita tanyakan adalah:

  • Mengapa aku melakukan ini?
  • Jika aku memiliki uang, untuk apa aku menggunakannya?
  • Jika aku mengejar karier, apa tujuanku?

Apakah tujuannya untuk mencari kekuasaan, pembuktian diri, atau penerimaan dari orang lain? Apakah kita bekerja keras demi kontrol atas keadaan agar kita merasa aman? Atau, apakah kita melakukannya untuk melayani Tuhan dan berdampak bagi sesama?

Aktivitas kita mungkin tidak salah, tetapi arah hidup kita bisa menyimpang jika motivasi kita tidak selaras dengan kehendak Tuhan.

Menebus Waktu dengan Bijaksana

Efesus 5:16 berkata, "Pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat." Dalam bahasa Inggrisnya, "Redeeming the time," yang berarti menebus waktu.

Waktu bukan hanya untuk dilewati, tetapi merupakan kesempatan yang harus digunakan dengan bijaksana. Banyak dari kita menganggap waktu sebagai sesuatu yang berlimpah, tetapi pada kenyataannya waktu sangat terbatas.

Kita sering mendengar ungkapan, "Saya ini nge-flow aja, bro!" yang berarti hidup dijalani seadanya tanpa arah yang jelas. Namun, jika kita hanya mengikuti arus tanpa mempertimbangkan arah hidup yang strategis, maka kita akan kehilangan kesempatan untuk hidup dengan bijaksana.

Membuat Keputusan dengan Hikmat

Sering kali, orang datang dan bertanya, "Pak, saya perlu ambil pekerjaan ini atau tidak?" Saya balik bertanya, "Kenapa kamu tanya saya?" Mereka biasanya menjawab, "Karena saya bingung, tawarannya menggiurkan."

Ketika saya menggali lebih dalam, mereka sering kali bergumul karena pekerjaan itu memiliki aspek abu-abu yang mengusik hati nurani mereka. Mereka merasa tidak damai, tetapi tetap tertarik karena keuntungan finansial yang besar.

Dalam kondisi seperti itu, saya hanya bisa berkata: "Jangan-jangan ketidakdamaian itu adalah suara Roh Kudus?" Jika kita tahu bahwa keputusan itu akan membuat kita kehilangan damai sejahtera, kehilangan waktu bersama keluarga, dan menyimpang dari kehendak Tuhan, apakah keputusan itu sepadan?

Hikmat bukan hanya tentang membuat keputusan yang benar, tetapi juga memahami realitas sifat manusia. Oleh karena itu, untuk hidup dalam hikmat, kita perlu:

  1. Mengenal firman Tuhan.
  2. Memeriksa motivasi hati kita sendiri.
  3. Memahami sifat manusia—baik diri kita maupun orang lain.
  4. Menggunakan waktu dengan bijaksana sesuai musim kehidupan.

Dengan demikian, kita bisa hidup dengan kebijaksanaan yang sejati, yang memuliakan Tuhan dan membawa dampak bagi dunia.

          3. MENGENAL TUHAN DAN HIDUP DALAM SUKACITA (EFESUS 5:18-21)

Dalam perjalanan iman kita, bagaimana kita dapat mengenal Tuhan lebih dalam dan mengalami hidup dalam sukacita sejati? Rasul Paulus dalam Efesus 5:18 berkata, "Janganlah kamu mabuk oleh anggur, tetapi hendaklah kamu penuh dengan Roh." Ayat ini mengajarkan bahwa kehidupan Kristen bukan sekadar mengikuti aturan-aturan tertentu, melainkan mengalami sukacita sejati yang berasal dari Roh Kudus. Hidup yang dipenuhi oleh Roh Kudus adalah hidup yang penuh sukacita—bukan kebahagiaan yang fana dan sementara, tetapi sukacita kekal yang memberi kita kekuatan untuk menghadapi realitas hidup.

Mengapa Paulus Membandingkan Dipenuhi Roh Kudus dengan Mabuk Anggur?

Jika kita perhatikan, banyak orang mencari hiburan dalam minuman keras. Mereka tidak hanya ingin bersenang-senang, tetapi juga ingin melupakan masalah hidup. Ungkapan seperti "Aku stres, ayo minum!" atau "Hari ini berat, aku butuh minuman," sering terdengar di sekitar kita.

Minuman keras menekan kesadaran seseorang terhadap masalah hidupnya. Ketika seseorang mabuk, ia merasa lebih bahagia, lebih berani, dan lebih bebas dari beban hidupnya. Namun, kebahagiaan itu bersifat semu. Setelah efek alkohol hilang, masalah tetap ada, bahkan mungkin semakin buruk. Orang yang terus mencari kebahagiaan dalam mabuk akhirnya akan bergantung pada alkohol untuk menjalani hidupnya.

Namun, Paulus mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati yang sering dicari melalui mabuk sebenarnya dapat ditemukan melalui Roh Kudus.

Hidup yang Dipenuhi Roh Kudus

Ketika Roh Kudus memenuhi hati kita, kita sadar akan kasih Kristus. Roh Kudus mengingatkan kita bahwa Tuhan selalu ada, setia, dan berdaulat atas hidup kita. Kesadaran akan kehadiran Tuhan inilah yang memberi kita sukacita sejati—sukacita yang tidak bergantung pada keadaan, tetapi berasal dari hubungan kita dengan Kristus.

Kita perlu memahami bahwa sukacita berbeda dengan kebahagiaan. Kebahagiaan (happiness) bergantung pada keadaan (happenings), tetapi sukacita (joy) bergantung pada apa yang terjadi di dalam hati kita. Jika kebahagiaan seseorang bergantung pada keberhasilan bisnisnya, maka ketika bisnisnya menurun, ia akan kehilangan kebahagiaannya. Tetapi sukacita sejati tetap ada meskipun keadaan hidup sulit, karena didasarkan pada kebenaran bahwa Tuhan mencukupi segala sesuatu yang kita butuhkan.

Paulus menuliskan dalam 2 Korintus 4:16, "Tetapi manusia batiniah kita diperbaharui dari sehari ke sehari." Ini berarti, sekalipun tubuh kita melemah, kita memiliki kekuatan batiniah karena sukacita yang berasal dari Tuhan.

Elisabeth Elliot pernah berkata, "Sukacita bukanlah ketiadaan penderitaan, tetapi kehadiran Allah bahkan di dalam penderitaan." Kehadiran Allah ini dinyatakan melalui Roh Kudus yang tinggal di dalam kita.

Mengapa Kita Sulit Hidup Dipenuhi Roh Kudus?

Jika dipenuhi oleh Roh Kudus membawa sukacita sejati, mengapa sering kali kita tidak mengalaminya? Mengapa kita sering kali jatuh dalam dosa, membuat keputusan yang buruk, dan meragukan Tuhan?

Akar dari semua itu adalah karena kita kurang menikmati Kristus.

Ketika kita tidak menikmati Kristus, hati kita akan kosong. Dan kekosongan itu akan kita isi dengan berbagai hal yang sebenarnya tidak bisa memuaskan: karier, pengakuan dari orang lain, pencapaian pribadi, atau bahkan dosa. Kita sering berpikir bahwa jika kita mendapatkan validasi dari orang lain, kita akan bahagia. Tetapi kenyataannya, hal-hal tersebut justru sering kali menghancurkan kita.

Roh Kudus memenuhi kita dengan sukacita sejati yang memampukan kita untuk taat kepada Tuhan. Ketika kita tidak menikmati Kristus, kita akan mencari sukacita palsu di tempat lain.

Menikmati Kristus: Kunci Hidup Dipenuhi Roh Kudus

Banyak orang berpikir bahwa dipenuhi oleh Roh Kudus berarti berbicara dalam bahasa roh, mengalami penglihatan, atau mengalami manifestasi Roh secara spektakuler. Tetapi dalam Efesus 5:18, Paulus tidak berbicara tentang hal-hal tersebut. Dipenuhi oleh Roh Kudus bukan berarti mendapatkan lebih banyak Roh, tetapi berarti dikuasai oleh apa yang Roh Kudus pikirkan dan lakukan.

Lalu, apa yang Roh Kudus pikirkan dan lakukan? Yesus berkata dalam Yohanes 16:14, "Ia akan memuliakan Aku."Artinya, pekerjaan Roh Kudus adalah selalu memuliakan Kristus.

Ketika Roh Kudus bekerja dalam hati kita, Ia tidak menarik perhatian pada diri-Nya sendiri, tetapi justru mengarahkan hati kita kepada Yesus. Roh Kudus membawa kita ke kaki salib dan berkata, "Lihatlah Kristus yang tangannya terpaku, yang kakinya tertikam, yang tubuhnya tercabik-cabik, supaya dosamu diampuni."

Roh Kudus mengingatkan kita bahwa Kristus telah ditelanjangi dan dihina supaya kita bisa diterima dan dikasihi oleh Bapa. Ia telah menjalani penderitaan agar kita bisa hidup dalam terang keselamatan-Nya.

Ketika kita benar-benar melihat keindahan salib, hati kita akan berkata, "Jika Kristus sudah begitu mengasihi aku, bagaimana mungkin aku tidak menyerahkan seluruh hidupku kepada-Nya?"

John Piper pernah berkata, "God is most glorified in us when we are most satisfied in Him." Tuhan paling dimuliakan ketika kita paling menikmati Kristus. Itulah pekerjaan Roh Kudus—membawa kita kepada Kristus dan menanamkan dalam hati kita sukacita sejati.

Kesaksian Pribadi: Kembali Menikmati Kristus

Saya sendiri pernah mengalami kekeringan rohani dalam pelayanan. Ada masa di mana saya membaca Alkitab bukan untuk diri saya sendiri, tetapi hanya untuk mencari bahan khotbah.

Lama-kelamaan, yang membuat saya bersukacita bukan lagi Kristus, tetapi pujian dari orang lain terhadap pelayanan saya. Saya merasa baik ketika orang berkata, "Khotbah pastor sangat memberkati saya." Namun, ketika ada orang yang mengkritik saya, saya merasa sangat sakit hati dan bahkan mempertanyakan panggilan saya.

Saya baru sadar bahwa identitas saya saat itu bergantung pada pendapat orang lain, bukan pada Kristus. Pada saat itu, Roh Kudus menegur saya dan membawa saya kembali ke salib. Ia mengingatkan saya bahwa identitas saya tidak terletak pada pujian atau kritik orang, tetapi pada apa yang Kristus telah lakukan bagi saya.

Ketika saya kembali menikmati Kristus, hati saya yang gelap mulai diubahkan dari dalam ke luar. Saya kembali mengalami sukacita sejati—bukan karena pelayanan saya berhasil, tetapi karena saya sadar bahwa kasih Tuhan kepada saya tidak berubah.

Efesus 5:14 berkata, "Bangunlah, hai kamu yang tidur, bangkitlah dari antara orang mati, dan Kristus akan bercahaya atas kamu."

Saudara, alami sendiri sukacita itu. Hiduplah dalam cahaya Injil. Amin.

STOP & REFLECT

  • Apakah masih ada area dalam hidup saya yang saya pertahankan dalam kegelapan, yang seharusnya saya bawa ke dalam terang Kristus?
  • Apakah saya telah menggunakan waktu, kesempatan, dan keputusan hidup saya dengan bijaksana sesuai kehendak Tuhan, atau lebih banyak digerakkan oleh keinginan diri dan tekanan dunia?
  • Apakah sukacita dan pengucapan syukur saya sungguh berakar pada relasi saya dengan Kristus, atau masih tergantung pada situasi dan kenyamanan hidup?

ORANG BERINJIL

  • Berani mengakui kegelapan dalam diri mereka, justru karena mereka telah diterangi oleh kasih karunia yang mengubahkan.
  • Menggunakan waktu mereka dengan serius dan bijaksana, bukan karena takut kehilangan kesempatan, tapi karena mereka telah menerima warisan kekal di dalam Kristus.
  • Bersukacita bukan karena hidup mereka selalu mudah, tapi karena Kristus telah menang dalam penderitaan-Nya.