Sudah Kristen, Mengapa Masih Hampa?

GOSPEL CONFIDENCE  WEEK 9 "Sudah Kristen Mengapa Masih Hampa?" 

Ps. Michael Chrisdion

 

Kita sering mendengar di berbagai Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) ajakan seperti, "Percayalah kepada Yesus, maka hidupmu akan dipenuhi dengan kepuasan yang sejati!" atau "Yesus berkata: Aku datang untuk memberikan hidup, hidup yang berkelimpahan!" Tetapi kenyataannya, setelah seseorang percaya kepada Yesus dan datang ke gereja, mengapa rasa hampa itu masih ada? Mengapa masih merasa kosong?

Hari ini, kita akan menggali jawaban dari pertanyaan ini melalui Efesus 3:14-21. Kita berada dalam khotbah seri yang membahas kitab Efesus, dan ini adalah minggu yang kesembilan. Minggu lalu, kita telah belajar bahwa penderitaan dan pergumulan dapat berujung pada kemuliaan. Jika hari-hari ini Anda sedang mengalami penderitaan atau bergumul dengan banyak hal, saya sangat menganjurkan Anda untuk mendengarkan khotbah minggu lalu. Rasul Paulus, dalam suratnya, sempat beralih topik sejenak untuk membahas penderitaan yang ia alami agar jemaat tidak menjadi putus asa. Namun, dalam bagian yang kita bahas hari ini, ia kembali kepada inti pesan yang ingin ia sampaikan.

Bacaan: Efesus 4:13-21

3:14 Itulah sebabnya aku sujud kepada Bapa, 

3:15 yang dari pada-Nya semua turunan yang di dalam sorga dan di atas bumi menerima namanya. 

3:16 Aku berdoa supaya Ia, menurut kekayaan kemuliaan-Nya, menguatkan dan meneguhkan kamu oleh Roh-Nya di dalam batinmu, 

3:17 sehingga oleh imanmu Kristus diam di dalam hatimu dan kamu berakar serta berdasar di dalam kasih. 

3:18 Aku berdoa, supaya kamu bersama-sama dengan segala orang kudus dapat memahami, betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus, 

3:19 dan dapat mengenal kasih itu, sekalipun ia melampaui segala pengetahuan. Aku berdoa, supaya kamu dipenuhi di dalam seluruh kepenuhan Allah. 

3:20 Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja di dalam kita, 

3:21 bagi Dialah kemuliaan di dalam jemaat dan di dalam Kristus Yesus turun-temurun sampai selama-lamanya. Amin.

Mari kita mulai dengan sebuah pertanyaan yang tadi telah saya sampaikan: Sudah Kristen, tetapi mengapa hidup tetap terasa begitu-begitu saja?

Jujur saja, banyak dari kita sudah bertahun-tahun datang ke gereja, tetapi rasanya tidak ada perubahan besar dalam hidup kita. Kita tahu bahwa Yesus mati bagi kita, tetapi mengapa kita masih mudah merasa insecure? Mengapa kita masih gampang takut, gampang putus asa? Kita telah mendengar Injil berkali-kali, tetapi mengapa emosi kita masih mudah terpancing, mudah kecewa, bahkan mudah kecewa dengan diri sendiri ketika gagal? Kita tahu Tuhan mengasihi kita, tetapi sering kali kita lebih peduli dengan apa yang dikatakan orang lain tentang kita.

Itulah sebabnya, hari ini kita akan membahas bagian ini dengan lebih mendalam, karena Rasul Paulus juga membahas hal yang sama dalam doanya bagi jemaat di Efesus. Dalam ayat 14, ia berkata, "Itulah sebabnya aku bersujud kepada Bapa..." dan di ayat 16 ia melanjutkan dengan, "Aku berdoa supaya..."

Apa yang Paulus doakan?

Yang menarik, jika kita perhatikan, Paulus tidak pernah berdoa agar jemaat di Efesus mengalami kesuksesan materi. Ia juga tidak berdoa agar mereka mengalami kesembuhan jasmani atau terbebas dari penderitaan ekonomi dan penganiayaan—padahal pada saat itu, mereka sedang menghadapi banyak kesulitan.

Doa Paulus bukan tentang keberhasilan duniawi, melainkan tentang sesuatu yang lebih dalam. Ia berdoa agar jemaat dikuatkan dalam batin, agar mereka mengalami kasih Tuhan, dan agar mereka dipenuhi oleh kepenuhan Allah.

Lalu, pertanyaannya adalah: Bukankah mereka sudah Kristen? Bukankah mereka sudah memiliki Kristus? Bukankah mereka sudah memiliki Roh Kudus? Bukankah mereka sudah menerima kepenuhan Allah? Mengapa Paulus masih mendoakan hal-hal ini?

Beberapa komentator Alkitab mengatakan bahwa doa ini mengungkap masalah besar yang dihadapi oleh jemaat di Efesus—masalah yang sebenarnya juga kita hadapi hari ini. Masalahnya bukan bahwa kita tidak tahu tentang kasih Tuhan. Kita sudah sering mendengar bahwa Tuhan mengasihi kita. Namun, masalahnya adalah kita belum sungguh-sungguh mengalami kasih itu dalam hati kita.

Ada perbedaan besar antara tahu secara teori dan benar-benar mengalaminya secara nyata. Inilah yang menjadi permasalahan banyak orang Kristen.

Maka, hari ini saya ingin mengajak kita untuk melihat tiga poin penting:

  1. Hampa karena hidup dari sumber yang salah.
  2. Banyak orang Kristen hidup dalam ketidakkonsistenan.
  3. Bagaimana mengalami apa yang didoakan oleh Paulus?

              1. HAMPA KARENA HIDUP DARI SUMBER YANG SALAH

Kalau kita perhatikan, ketika Paulus memulai doanya, ia memikirkan Injil, dan itu membuatnya bersujud. Ini bukan sekadar doa biasa, tetapi doa yang penuh makna dan urgensi. Mari kita baca kembali Efesus 3:15, "yang dari pada-Nya semua turunan yang di dalam sorga dan di atas bumi menerima namanya."

Kalimat ini terdengar sangat puitis dalam bahasa Indonesia, tetapi dalam bahasa Inggrisnya dikatakan, "From whom every family in heaven and on earth is named." Maksudnya apa? Bahwa semua yang ada di surga dan di bumi berasal dari Tuhan. Inilah doa yang penuh dengan urgensi, karena Paulus tahu ada sesuatu yang krusial bagi orang percaya—yaitu sumber hidup mereka.

Saudara, hidup kita berasal dari sumber yang benar atau dari sumber yang salah? Jika kita tidak hati-hati, tanpa kita sadari, kita sedang bergantung pada sumber yang keliru.

Coba perhatikan zaman sekarang, kita tidak perlu repot-repot mencari berita, justru berita yang mencari kita. Betul atau tidak? Dulu, kalau ingin tahu berita, kita harus menyalakan TV atau membaca koran. Tapi sekarang, begitu kita membuka smartphone, berbagai informasi langsung membombardir kita. Grup WhatsApp, media sosial, semuanya penuh dengan propaganda dari berbagai arah—politik, ekonomi, sosial, bahkan ideologi dunia yang bertentangan dengan kebenaran firman Tuhan.

Saat kita membuka media sosial, kita dihujani dengan voices upon voices—suara-suara yang berusaha menarik perhatian kita. Dunia menawarkan begitu banyak standar dan nilai yang kelihatannya menjanjikan. Dunia berkata bahwa kepuasan sejati ada dalam kesuksesan, harta, validasi, dan pengakuan manusia.

Kita pun mulai membandingkan diri kita dengan orang lain di media sosial. Kita melihat kehidupan mereka seakan-akan begitu mudah, begitu sukses. Tapi kenyataannya, tidak seperti itu. Banyak dari apa yang kita lihat hanyalah pencitraan. Namun, ketika kita mulai mengaitkan jati diri kita dengan standar dunia ini, kita akan terus merasa hampa.

Padahal, firman Tuhan berkata bahwa kepuasan sejati hanya dapat ditemukan dalam Yesus Kristus. Dalam Yohanes 15, Yesus berkata, "Akulah pokok anggur, kamu adalah carang-carangnya." Dalam bahasa Inggris dikatakan, "Apart from Me, you can do nothing." Artinya, di luar Kristus, kita tidak bisa berbuat apa-apa, karena Dialah satu-satunya sumber hidup kita.

Tetapi, sering kali kita tetap mencari kepuasan di tempat lain. Rasul Paulus mengingatkan bahwa dalam Kristus, kita memiliki kekayaan kemuliaan yang jauh lebih besar daripada apa pun yang dunia tawarkan. Ini bukan sekadar pertolongan kecil di sana-sini, tetapi sesuatu yang tak terbatas yang telah menjadi milik kita dalam Kristus.

Kolam-kolam Bocor yang Tidak Bisa Menahan Air

Dalam Perjanjian Lama, ada sebuah teguran keras yang disampaikan oleh Nabi Yeremia. Mari kita baca bersama Yeremia 2:13:

"Umat-Ku telah melakukan dua kejahatan: mereka meninggalkan Aku, sumber air hidup, dan menggali bagi mereka sendiri kolam-kolam yang bocor, yang tidak dapat menahan air."

Berapa kali kita mengandalkan kolam-kolam bocor dalam hidup kita? Kita mengira bahwa jika kita bisa seperti orang lain, jika kita mencapai standar tertentu, kita akan merasa puas. Tapi kenyataannya, kita tidak pernah benar-benar secure.

Mengapa? Karena kalau hari ini kita nomor satu, besok akan ada orang lain yang lebih hebat. Kalau hari ini kita punya kekayaan, besok bisa saja ada orang yang lebih kaya. Kalau kita mengaitkan harga diri kita dengan pencapaian duniawi, kita akan selalu merasa tidak cukup.

Saya sendiri pun harus berhati-hati. Jika saya tidak waspada, saya bisa saja mengaitkan harga diri saya dengan jumlah jemaat yang datang atau dengan pujian dari orang-orang. Jika saya bergantung pada hal-hal tersebut, maka harga diri saya akan mudah goyah. Ini juga adalah kolam bocor. Oleh karena itu, saya harus bertobat dan kembali pada sumber yang sejati—yaitu Tuhan sendiri.

Dunia Menawarkan Kepuasan Instan, Tapi Tidak Pernah Cukup

Yesaya 55:2 berkata:

"Mengapa kamu belanjakan uangmu untuk sesuatu yang bukan roti, dan upah jerih payahmu untuk sesuatu yang tidak mengenyangkan?"

Di sini, "roti" bukan sekadar makanan jasmani, tetapi merujuk kepada Yesus, Sang Roti Hidup. Dunia menawarkan kepuasan instan, tetapi semua itu seperti sumur yang kering.

  • Kita pikir karier akan membawa kepuasan, tetapi ketika sudah mencapai puncaknya, kita sadar itu masih belum cukup.
  • Kita pikir relationship akan membawa kebahagiaan, tetapi ketika kita menuntut pasangan kita untuk memenuhi kebutuhan emosional kita, kita lupa bahwa mereka juga manusia berdosa yang memiliki keterbatasan.
  • Kita pikir popularitas dan sukses finansial akan membuat kita merasa aman, tetapi tetap saja ada kekosongan di dalamnya.

Itulah sebabnya C.S. Lewis dalam bukunya Mere Christianity berkata:

"Jika kita menemukan dalam diri kita suatu keinginan yang tidak dapat dipuaskan oleh dunia ini, maka itu berarti kita diciptakan untuk dunia lain."

Kita diciptakan untuk Tuhan. Jika kita tidak menyadari hal ini, dan terus mencari kepuasan di luar Tuhan, maka kita akan selalu merasa kosong.

STOP & REFLECT

Jadi dari sumber apa kita mencari kepuasan? Dari dunia yang kosong, atau dari TUHAN yang memiliki “kekayaan kemuliaan-Nya” yang tak terbatas?

          2. BANYAK ORANG KRISTEN HIDUP DALAM KETIDAKKONSISTENAN

Banyak orang Kristen hidup dalam ketidak-konsistenan. Kita mungkin rutin ke gereja, mendengar khotbah, dan menyanyikan lagu rohani, tetapi dalam praktiknya, kita sering tidak konsisten. Banyak dari kita sudah percaya kepada Kristus, tetapi hidup tanpa kuasa, selalu khawatir, dan dicengkeram oleh ketakutan. Kita lapar akan penerimaan manusia, didorong oleh ambisi, atau malah menjadi korban situasi.

Mengapa hal ini sering terjadi? Rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat Efesus sering berbicara tentang kekayaan kemuliaan Tuhan. Mengapa? Karena banyak orang Kristen hidup seakan-akan mereka tidak memiliki warisan rohani yang berharga. Mereka seperti seseorang yang memiliki rekening dengan saldo melimpah tetapi tetap hidup miskin karena tidak pernah menggunakannya.

Kita memiliki janji Injil tetapi hidup seperti orang yang belum ditebus. Kita memiliki Roh Kudus tetapi masih bergantung pada kekuatan sendiri. Kita memiliki kasih Tuhan tetapi masih mencari validasi dari manusia. Rasul Paulus berdoa dalam Efesus 3:16, "Aku berdoa supaya Tuhan menguatkan dan meneguhkan kamu oleh Roh-Nya di dalam batinmu." Banyak dari kita hidup dengan kekuatan sendiri, seperti orang haus yang minum air asin—semakin banyak diminum, semakin haus.

Hidup Dengan Kekuatan Roh Kudus

Roh Kudus bukan sekadar sesuatu yang abstrak atau hanya berkaitan dengan manifestasi supranatural. Kekuatannya bukan hanya tentang berbahasa roh, doa pelepasan, atau mujizat. Roh Kudus bekerja untuk menguatkan dan meneguhkan kita dalam Kristus. Efesus 3:17 berkata, "Sehingga oleh imanmu Kristus diam di dalam hatimu." Kata "diam" di sini berarti menetap, bukan sekadar berkunjung. Banyak orang Kristen percaya kepada Yesus, tetapi tidak benar-benar membiarkan Dia menguasai hati mereka.

Roh Kudus bekerja untuk mengingatkan kita kepada Kristus dan kasih-Nya. Pekerjaan Roh Kudus dan Kristus tidak bisa dipisahkan. Seperti lampu sorot yang menyoroti sebuah gedung tua di malam hari, Roh Kudus tidak menarik perhatian kepada diri-Nya sendiri, tetapi menunjukkan keindahan Kristus. Roh Kudus menuntun kita untuk melihat dan mengalami kasih Tuhan.

Jonathan Edwards dalam bukunya A Divine and Supernatural Light menjelaskan bahwa ada perbedaan antara memiliki opini bahwa Tuhan itu baik dan mengalami sendiri kasih dan keindahan Kristus dalam hati. Mazmur 34:8 berkata, "Kecaplah dan lihatlah betapa baiknya Tuhan!" Artinya, kita tidak hanya sekadar tahu secara intelektual, tetapi juga harus mengalami kasih Tuhan secara pribadi.

Mengenal Kasih Tuhan Secara Mendalam

Efesus 3:19 berkata, "Dan dapat mengenal kasih itu sekalipun ia melampaui segala pengetahuan." Kata "mengenal" dalam bahasa aslinya adalah ginosko, yang berarti mengenal secara intim. Pengalaman ini bukan hanya tentang mengetahui, tetapi juga mengalami secara mendalam. Paulus berdoa agar kita dipenuhi dengan "seluruh kepenuhan Allah." Namun, banyak dari kita hanya menginginkan sebagian dari Tuhan. Kita ingin perlindungan-Nya, berkat-Nya, dan hikmat-Nya, tetapi tidak mau tunduk kepada otoritas-Nya. Kita berdoa meminta bimbingan-Nya, tetapi tidak mau melewati proses pembentukan karakter.

Sering kali, kita memperlakukan Tuhan seperti anak kecil yang hanya datang kepada orang tuanya ketika membutuhkan sesuatu. Kita takut menyerahkan sepenuhnya hidup kita kepada Tuhan karena kita takut kehilangan kendali. Kita takut kalau kita hidup bagi Tuhan sepenuhnya, kita akan kehilangan kebebasan dan kenyamanan kita. Namun, justru ketika kita menyerahkan segalanya kepada Tuhan, kita dipenuhi dengan kepenuhan yang sejati.

Banyak orang takut bahwa jika mereka terlalu serius dengan Tuhan, hidup mereka akan berubah drastis dan sulit. Namun, kenyataannya, ketika Tuhan memanggil seseorang untuk melayani di tempat yang jauh atau di kondisi yang sulit, Dia juga memberikan hati yang rela dan sukacita untuk melakukannya. Tuhan tidak akan menuntun kita ke tempat yang tidak Dia persiapkan bagi kita.

STOP & REFLECT

Apakah kita hanya tahu tentang kasih Tuhan, atau sudah benar-benar mengalaminya dalam hati kita?

Apakah kita hanya ingin bagian tertentu dari Tuhan saja? Apa kita masih curiga sama Tuhan dan belum mau sepenuhnya dipenuhi di dalam Dia?

          3. BAGAIMANA MENGALAMI APA YANG DIDOAKAN OLEH PAULUS?

Bagaimana mengalami apa yang didoakan oleh Paulus? Ini menarik, karena dalam Efesus 3:18, Paulus berdoa supaya jemaat memahami kasih Kristus. Kata "memahami" dalam teks Yunani adalah "lambano," yang berarti menangkap dengan kuat, meraih dengan tegas. Ini bukan hanya pemahaman intelektual, tetapi menaklukkan suatu kebenaran ke dalam hati.

Jonathan Edwards, seorang teolog Puritan terkenal, memberikan ilustrasi tentang kata "lambano." Ia membandingkannya dengan madu: kita bisa tahu madu itu manis dari membaca buku atau mendengar cerita orang, tetapi kita tidak benar-benar memahami rasanya sampai kita mencicipinya sendiri. Begitu pula dengan kasih Tuhan, kita bisa tahu secara teori bahwa Tuhan mengasihi kita, tetapi itu berbeda dengan benar-benar mengalaminya. Banyak orang Kristen hanya tahu secara teori bahwa Allah itu baik dan penuh kasih, tetapi apakah mereka benar-benar mengecap dan melihatnya sendiri?

Thomas Chalmers, seorang eksistensialis yang percaya kepada Tuhan dan sangat berpusat pada Injil, menulis dalam esainya bahwa melekatnya hati kepada suatu objek tidak bisa dikalahkan hanya dengan tindakan sederhana. Ia menjelaskan bahwa kecenderungan hati manusia harus melekat kepada sesuatu. Jika hati dipaksa untuk mengganti apa yang melekat kepadanya tanpa pengganti, hasilnya adalah sebuah kekosongan yang menyakitkan, seperti rasa lapar yang tidak terpuaskan.

Kita tidak bisa hanya mengatakan, "Berhenti mencari kenikmatan dunia," karena itu tidak akan berhasil. Hati kita harus dilekatkan pada sesuatu yang lebih mulia, lebih bernilai, dan lebih memuaskan. Seperti seseorang yang dulu puas dengan telepon genggam lama, tetapi ketika ia menemukan smartphone dengan fitur yang jauh lebih canggih, ia dengan sendirinya meninggalkan yang lama. Begitu pula dengan kasih Kristus, jika kita menemukan kenikmatan dan keindahan yang lebih besar dalam kasih-Nya, maka kita dengan sendirinya akan meninggalkan kasih palsu dunia yang transaksional.

Kasih Allah dan cinta akan dunia bukan hanya bertentangan, tetapi juga bermusuhan. Hati manusia tidak bisa secara alami melepaskan cinta akan dunia tanpa ada sesuatu yang menggantikannya. Rahasianya adalah menemukan keindahan dan kepuasan yang lebih besar dalam Kristus dibandingkan semua tawaran dunia.

Ketika kita memandang keindahan Kristus—Dia yang tidak menganggap kesetaraan dengan Allah sebagai sesuatu yang harus dipertahankan, tetapi mengosongkan diri-Nya, mengambil rupa seorang hamba, dan taat sampai mati di kayu salib—hati kita akan berubah. Yesus dikosongkan agar kita tidak perlu kosong. Yesus ditinggalkan oleh Bapa supaya kita tidak perlu ditinggalkan. Yesus mengalami kehambaan kekal bagi kita agar kita mendapatkan kepenuhan Allah dan identitas baru yang tidak berdasarkan pekerjaan, prestasi, atau kekayaan, tetapi berdasarkan kasih dan pengorbanan-Nya.

Ketika kita memahami dan mengalami kasih Kristus, kita tidak hanya sekadar tahu, tetapi juga mengecap dan merasakan bahwa tidak ada kepuasan sejati di luar Kristus. Setiap kali kita mendengar Injil, Roh Kudus bekerja di dalam hati kita, membuka mata kita untuk melihat kasih yang tidak menghakimi, tetapi justru menerima kita.

Kasih Kristus begitu lebar, cukup luas untuk menebus dosa siapa pun. Kasih itu begitu panjang, tidak pernah berhenti mengejar kita. Kasih itu begitu dalam, sampai Yesus rela mengalami penderitaan neraka di kayu salib agar kita tidak perlu mengalaminya. Kasih itu begitu tinggi, mengangkat kita dari keadaan berdosa menuju kemuliaan bersama Kristus.

Namun, pemahaman ini tidak terjadi dalam isolasi. Paulus berkata bahwa kita harus bersama-sama dengan segala orang kudus untuk memahami kasih Kristus. Pengalaman kasih Allah terjadi dalam komunitas Injil. Meskipun gereja penuh dengan orang yang tidak sempurna, komunitas iman adalah alat yang Tuhan pakai untuk mengajarkan kita tentang kasih-Nya.

Saya sendiri mengalami bagaimana komunitas Injil menolong saya. Sejak tahun 2021, setelah pandemi, jadwal saya sangat sibuk. Saya sering traveling, berkhotbah di berbagai setting yang berbeda. Semua ini membuat saya mengalami kecemasan yang luar biasa, hingga menyebabkan saya mengalami asam lambung dan sulit tidur. Saya membaca Firman hanya untuk mencari bahan khotbah, bukan untuk menghidupi kebenarannya dalam hati saya.

Namun, dalam komunitas saya, ada seorang teman yang mengingatkan saya akan kebenaran Injil. Dia berkata, "Kamu berharga bukan karena pelayananmu, bukan karena kata-kata pujian dari orang lain, tetapi karena Kristus mati bagi kamu." Kata-kata itu menembus hati saya. Saya menyadari bahwa selama ini saya mencari identitas dari pelayanan saya, bukan dari Kristus. Saya bertobat dan kembali mencintai Firman, bukan sekadar untuk mencari bahan khotbah, tetapi untuk memberi makan jiwa saya sendiri.

Ketika kita memahami kasih Kristus dengan benar, kita akan mengalami kebebasan. Kita tidak lagi melayani untuk mendapatkan pujian, tetapi karena kita mengasihi Tuhan. Kita tidak lagi takut akan kegagalan, karena kita tahu nilai kita tidak ditentukan oleh pencapaian kita. Pemahaman tanpa pengalaman hanya akan menghasilkan kesombongan, tetapi pengalaman tanpa pemahaman hanya akan menghasilkan emosi sesaat. Hanya ketika pemahaman dan pengalaman bertemu dalam kehidupan kita, kita akan melihat kemuliaan Tuhan dan memuliakan-Nya dalam hidup kita.

STOP & REFLECT

Apakah kita  memandang Kasih Tuhan melalui Kristus dan karya Salib-Nya sebagai pusat hidup kita?

Apakah kita sudah mengalami kasih Tuhan atau hanya tahu secara teori? atau sebaliknya, hanya pengalaman emosi kosong tanpa mau memahami dan mengenal siapa dia?

Apakah kita percaya Kasih Tuhan cukup untuk mengisi setiap bagian dari kehidupan? atau kita masih mencara kepenuhan di tempat lain?

ORANG BERINJIL

  • Sadar bahwa dunia tidak bisa memuaskan mereka, tetapi mereka sudah memiliki kepuasan yang sejati di dalam Kristus.
  • Tidak hanya memiliki pemahaman saja atau pengalaman saja, namun mereka mengalami dan memahami sehingga mengenal Kristus sehingga hidupnya senantiasa memuliakan Tuhan (doksologi).
  • Tidak takut ditinggalkan Tuhan karena Yesus telah ditinggalkan di salib supaya mereka didampingi/disertai selamanya.