Pembacaan : Hakim-Hakim 8
Kita memasuki minggu keempat dari Sermon Series kita From Judges to Jesus. Dan kita akan membahas mengenai “Bahaya Kesuksesan”. Banyak khotbah zaman sekarang mengajarkan hidup sukses, tetapi khotbah ini menjelaskan bahaya di balik kesuksesan.
Baca : Hakim-Hakim 8
22. Kemudian berkatalah orang Israel kepada Gideon: “Biarlah engkau memerintah kami, baik engkau baik anakmu maupun cucumu, sebab engkaulah yang telah menyelamatkan kami dari tangan orang Midian.”
23. Jawab Gideon kepada mereka: “Aku tidak akan memerintah kamu dan juga anakku tidak akan memerintah kamu tetapi Tuhan yang memerintah kamu.”
24. Selanjutnya kata Gideon kepada mereka: “Satu hal saja yang kuminta kepadamu: Baiklah kamu masing-masing memberikan anting-anting dari jarahannya.” – Karena musuh itu beranting-anting mas, sebab mereka orang Ismael.
25. Jawab mereka: “Kami mau memberikannya dengan suka hati.” Dan setelah dihamparkan sehelai kain, maka masing-masing melemparkan anting-anting dari jarahannya ke atas kain itu.
26. Adapun berat anting-anting emas yang dimintanya itu ada seribu tujuh ratus syikal emas, belum terhitung bulan-bulanan, perhiasan telinga dan pakaian kain ungu muda yang dipakai oleh raja-raja Midian, dan belum terhitung kalung rantai yang ada pada leher unta mereka.
27. Kemudian Gideon membuat efod dari semuanya itu dan menempatkannya di kotanya, di Ofra. Di sanalah orang Israel berlaku serong dengan menyembah efod itu; inilah yang menjadi jerat bagi Gideon dan seisi rumahnya.
28. Demikianlah orang Midian tunduk kepada orang Israel dan tidak dapat menegakkan kepalanya lagi; maka amanlah negeri itu empat puluh tahun lamanya pada zaman Gideon.
“Memulai dengan baik itu MUDAH; menyelesaikan dengan baik itulah TANTANGANNYA.”
Kalau kita melihat pernikahan itu sangat indah pada waktu masih bulan madu. Tahun pertama bisa sangat indah. Tetapi 10 hingga 30 tahun kemudian apakah masih sama? Di situlah tantangannya. Begitu juga dengan kehidupan iman kita. Memulai kehidupan iman adalah baik, tetapi mengakhiri hidup kita dengan baik itulah tantangannya.
Statistik Alkitab menyebutkan ada 300 nama di dalam Alkitab. Hanya 100 nama yang diceritakan lengkap. Dari 100 nama itu hanya 30 yang menyelesaikan dengan baik.
Gideon ini seorang pengecut, lalu malaikat Tuhan datang dan mengatakan bahwa Gideon adalah pahlawan yang gagah berani. Gideon tidak percaya tetapi Tuhan memberikan tanda demi tanda. Gideon yakin dan memanggil bangsa Israel perang. Dia punya pasukan 32.000 untuk melawan pasukan Midian sebanyak 135.000. Tuhan bilang terlalu banyak. Dari 32.000 menjadi 10.000 ribu. Dan akhirnya diturunkan lagi hingga tinggal 300 pasukan. Bangsa Israel tidak berperang dengan pedang tetapi dengan obor, sangkakala, dan memecahkan kendi, dan mereka mengalahkan 135.000 pasukan Midian.
Di pasal 6-7, kita melihat Gideon bertumbuh imannya dari seorang pengecut menjadi pahlawan gagah berani. Dan kita bisa mempelajari yaitu:
“Ketika kita lemah, kita kuat.”
Namun apa yang terjadi ketika kita berpikir kita kuat? Pertanyaan ini yang perlu kita renungkan dalam melihat perikop ini.
Ada 3 poin yang kita pelajari dari khotbah minggu ini:
1. PERGESERAN PUSAT
Hakim-Hakim 8:1-3
1. Lalu berkatalah orang-orang Efraim kepada Gideon: “Apakah tindakanmu ini terhadap kami, tidak memanggil kami, ketika engkau pergi berperang melawan orang Midian?” Mereka mendesaknya dengan sangat keras.
2. Tetapi Gideon menjawab mereka: “Apakah yang telah kuperbuat sekarang dibandingkan dengan kamu? Bukankah pengumpul buah anggur di Efraim lebih baik daripada penuaian buah anggur di Abiezer?
3. Allah telah menyerahkan ke tanganmu para pemimpin Midian, yaitu Oreb dan Zeeb. Apakah yang dapat kuperbuat dibandingkan dengan kamu?” Setelah Gideon berkata demikian, reda jugalah amarah mereka terhadap dia.
Sebelumnya Gideon meminta bantuan suku Efraim, dan mereka menangkap serta membunuh 2 pangeran Midian. Namun, sekarang suku Efraim tidak senang dengan Gideon karena dia tidak memanggil mereka sejak awal bertempur melawan Midian. Karena memang suku Efraim itu suku terkuat sedangkan Gideon dari suku Manasye yang paling lemah. Suku Efraim marah bukan karena ikutan perang, tetapi karena ketinggalan kemuliaan kemenangan perang.
Gideon menunjukkan keterampilan diplomatik dan kebijaksanaan dalam menghadapi suku Efraim.
Hakim-Hakim 8:4-9
4. Ketika Gideon sampai ke sungai Yordan, menyeberanglah ia dan ketiga ratus orang yang bersama-sama dengan dia, meskipun masih lelah, namun mengejar juga.
5. Dan berkatalah ia kepada orang-orang Sukot: “Tolong berikan beberapa roti untuk rakyat yang mengikuti aku ini, sebab mereka telah lelah, dan aku sedang mengejar Zebah dan Salmuna, raja-raja Midian.”
6. Tetapi jawab para pemuka di Sukot itu: “Sudahkah Zebah dan Salmuna itu ada dalam tanganmu, sehingga kami harus memberikan roti kepada tentaramu?”
7. Lalu kata Gideon: “Kalau begitu, apabila Tuhan menyerahkan Zebah dan Salmuna ke dalam tanganku, aku akan menggaruk tubuhmu dengan duri padang gurun dan onak.” 8Maka berjalanlah ia dari sana ke Pnuel, dan berkata demikian juga kepada orang-orang Pnuel, tetapi orang-orang ini pun menjawabnya seperti orang-orang Sukot. 9Lalu berkatalah ia juga kepada orang-orang Pnuel: “Apabila aku kembali dengan selamat, maka aku akan merobohkan menara ini.”
Gideon kali ini berperang bukan lagi dengan obor tetepi dengan pedang. Saat mereka sedang mengejar raja-raja Midian yang tersisa, Gideon dan pasukannya sangat Lelah dan meminta bantuan makanan dari kota Sukot dan Pnuel. Namun mereka ditolak oleh orang Sukot dan orang Pnuel, karena kota-kota ini takut akan pembalasan dari Midian jika Gideon gagal menangkap raja-raja tersebut. Karena Sukot dan Pnuel letaknya sangat dekat dengan serangan Midian. Mereka lebih memikirkan keamanan mereka sendiri daripada percaya pada Tuhan dan Gideon. Namun, Gideon berkata apabila nanti dia menang, dia akan membalaskan dendam kepada kota Sukot dan kota Pnuel.
Sikap dan reaksi Gideon berubah. Sebelumnya, dia sadar bahwa kemenangan adalah milik Tuhan, bukan hasil dari kekuatannya sendiri. Sekarang, dia mulai mencari penghormatan pengakuan untuk dirinya sendiri, bukan lagi untuk Tuhan. Respons Gideon terhadap penolakan Sukot dan Pnuel berbeda dengan cara dia menangani Efraim. Kalau dengan Efraim kelihatannya diplomatis, tetapi itu bukan karena Gideon hormat pada mereka, tetapi karena dia takut sama Efraim dan dia masih membutuhkan Efraim. Tetapi pada Sukot dan Pnuel, sikapnya beda karena dia tidak butuh mereka. Sehingga dia mengancam dan menghancurkan 2 kota itu.
Di sini menunjukkan apa yang ada di hati Gideon. Ada pergesaran pusat di dalam hati Gideon. Dia lupa kemenangan perang atas pasukan Midian bukan sesuatu yang dia raih, tetapi diterima. Tetapi sekarang Gideon merasa bahwa dia pantas dihormati dan diakui atas apa yang telah dia capai. Fokus Gideon telah berubah. Dia fokus pada dirinya sendiri dan bukan lagi kepada Tuhan.
Hakim-Hakim 8:10-12
10. Sementara itu Zebah dan Salmuna ada di Karkor bersama-sama dengan tentara mereka, kira-kira lima belas ribu orang banyaknya, yakni semua orang yang masih tinggal hidup dari seluruh tentara orang-orang dari sebelah timur; banyaknya yang tewas ada seratus dua puluh ribu orang yang bersenjatakan pedang.
11. Gideon maju melalui jalan orang-orang yang diam di dalam kemah di sebelah timur Nobah dan Yogbeha, lalu memukul kalah tentara itu, ketika tentara itu menyangka dirinya aman.
12. Zebah dan Salmuna melarikan diri, tetapi Gideon mengejar mereka dan menawan kedua raja Midian itu, yakni Zebah dan Salmuna, sedang seluruh tentara itu dicerai-beraikannya.
300 pasukan Gideon menang mengalahkan 15.000 pasukan musuh. Gideon berhasil menangkap 2 raja Midian, sekarang Gideon menjadi pemimpin militer yang hebat. Dia memiliki kekuatan dan cerita ini murni kekuatan militer dari Gideon. Tetapi, ada satu karakter yang sangat menonjol dalam pertempuran pertama di Hakim-Hakim 7, tetapi Dia sama sekali tidak terlihat dalam pertempuran kedua ini. Siapa Dia? TUHAN. Tidak ada indikasi keterlibatan Tuhan dalam pertempuran ini. Kalau Tuhan terlibat langsung di Hakim-Hakim 7, tetapi tidak demikian di pasal 8. Pertempuran Tuhan menjadi pertempuran Gideon.
Kalau ada pergeseran di hati kita, hidup kita tidak lagi berpusat pada Tuhan. Tetapi pada diri kita sendiri. Menjadi peringatan buat kita apabila kita masih pergi ke gereja, bahkan pelayanan tetapi sebenarnya hati kita tidak melayani Tuhan karena pusatnya bukan Tuhan tapi diri sendiri. Kita pakai pelayanan untuk mengejar kemuliaan sendiri dan untuk pengakuan manusia.
Bagaimana kita tahu kapan hidup kita tidak lagi BERPUSAT pada Tuhan?
Pertama, kita tidak lagi bergantung kepada Tuhan. Tanda pertama adalah kita tidak lagi berdoa. Dulu Ketika Gideon tahu bahwa dia lemah, dia terus-menerus berkomunikasi dengan Tuhan. Ketika dia putus asa, dia mencari pertolongan Tuhan. Dia bergantung pada kekuatan Tuhan. Tetapi ketika Gideon merasa kuat, dia tidak lagi mencari Tuhan. Tidak ada catatan bahwa dia berdoa cari tuntunan Tuhan dalam pertempuran kedua.
Salah satu tanda bahwa hidup kita tidak lagi terpusat pada Tuhan saat kita tidak lagi berdoa, tidak lagi baca firman Tuhan, tidak lagi minta nasehat sama orang-orang beriman, dan tidak lagi berakar dalam komunitas. Perhatikan pergeseran ini. Saat kita merasa kuat dan hebat, saat kita banyak duit, saat segala sesuatu baik-baik saja, kita tidak lagi mencari bantuan Tuhan dalam hidup kita sehari-hari, artinya kita telah menaruh harapan kita pada sesuatu atau seseorang dan bukan lagi kepada Tuhan. Itu tanda pertama.
Kedua, kita jadi mudah Baper (Bawa Perasaan). Ketika semuanya tentang kita, ketika kita membuat diri sendiri menjadi pusat hidup kita, Kita tidak suka sama orang- orang yang menghalangi jalan kita, sebal dengan orang yang tidak menghormati kita. Jangankan menunjukkan kesabaran, kita bahkan bisa benci terhadap mereka yang tidak sejalan dengan kita. Kita bisa kejam kepada mereka yang menentang kita. Segala sesuatu jadi personal. Kita mudah tersinggung, karena kita menjadikan segala sesuatu tentang diri kita sendiri.
Itulah sebabnya kita sulit memaafkan mereka yang menyakiti kita. Itulah sebabnya kita mudah kesal dengan mereka yang tidak memenuhi harapan kita. Dan kita mulai mengkategorikan orang, orang yang kita butuhkan dan orang yang tidak kita butuhkan. Kita baik kepada mereka yang kita butuhkan, dan kita kejam kepada mereka yang tidak kita butuhkan. Jadi, jika kita mudah tersinggung, waspadalah. Itu tanda pasti bahwa ada sesuatu yang tidak beres dalam hidup kita.
2. AROGANSI GIDEON Dan PEMBALASAN DENDAMNYA
Gideon menang dan mengalahkan Zebah dan Salmuna, lalu dia balik ke kota Sukot dan kota Pnuel.
Hakim-Hakim 8:13-17
13. Kemudian kembalilah Gideon bin Yoas dari peperangan dengan melalui pendakian Heres;
14. ditangkapnyalah seorang muda dari penduduk Sukot. Setelah ditanyai, orang itu menuliskan nama para pemuka dan para tua-tua di Sukot untuk Gideon, tujuh puluh tujuh orang banyaknya.
15. Lalu pergilah Gideon kepada orang-orang Sukot sambil berkata: ”Inilah Zebah dan Salmuna yang karenanya kamu telah mencela aku dengan berkata: Sudahkah Zebah dan Salmuna itu ada dalam tanganmu, sehingga kami harus memberikan roti kepada orang-orangmu yang lelah itu?”
16. Lalu ia mengumpulkan para tua-tua kota itu, ia mengambil duri padang gurun dan onak, dan menghajar orang-orang Sukot dengan itu.
17. Juga menara Pnuel dirobohkannya dan dibunuhnya orang-orang kota itu.
Bisa kita lihat betapa kejamnya Gideon sekarang? Setelah dia menangkap kedua raja Midian, dia kembali dan menghancurkan kota Sukot dan kota Pnuel. Gideon ingat perkataan dari orang-orang di kota-kota ini, dia baper, dan mudah tersinggung. Lalu, dia membunuh para tua-tua kota, para penduduk, dihajarnya dengan duri, dan dia membunuh orang-orang Israel. Gideon membunuh orang-orang yang seharusnya dia lindungi. Tindakan yang brutal ini menunjukkan bahwa Gideon tidak lagi dipimpin oleh Tuhan, namun didorong oleh suatu AROGANSI. Untuk pertama kalinya ada hakim yang membunuh bangsanya sendiri gara-gara dia baper dan tersinggung.
Hakim-Hakim 8:18-21
18. Kemudian bertanyalah ia kepada Zebah dan Salmuna: “Di manakah orang-orang yang telah kamu bunuh di Tabor itu?” Jawab mereka: “Mereka itu serupa dengan engkau, sikap mereka masing-masing seperti anak raja.”
19. Lalu kata Gideon: “Saudara-saudarakulah itu, anak-anak ibuku! Demi Tuhan yang hidup, seandainya kamu membiarkan mereka hidup, aku tidak akan membunuh kamu.”
20. Katanya kepada Yeter, anak sulungnya: “Bangunlah, bunuhlah mereka.” Tetapi orang muda itu tidak menghunus pedangnya, karena ia takut, sebab ia masih muda.
21. Lalu kata Zebah dan Salmuna: “Bangunlah engkau sendiri dan paranglah kami, sebab seperti orangnya, demikian pula kekuatannya.” Maka bangunlah Gideon, dibunuhnya Zebah dan Salmuna, kemudian diambilnya bulan-bulanan yang ada pada leher unta mereka.
Gideon mengejar raja Midian bukan untuk ketaatan kepada Tuhan, namun karena dia ingin melakukan pembalasan dendam. Gideon ingin mempermalukan raja-raja Midian itu. Dia suruh anaknya yang masih muda yaitu Yeter untuk membunuh kedua raja itu, tetapi Yeter takut karena dia masih muda. Lalu, Gideon membunuh kedua raja itu. Dengan kematian kedua raja ini, kemenangan Gideon pun lengkap. Orang Midian sepenuhnya dikalahkan, tetapi apakah kemenangan ini menyenangkan di hadapan Tuhan?
Kita semua tahu bahwa balas dendam itu salah, tetapi jujur kita semua suka dengan ide balas dendam. Rasanya lega apabila bisa balas dendam, karena keinginan kita untuk menunjukkan keadilan. Tetapi, bagi orang Kristen, keinginan untuk balas dendam itu sudah dibayar di salib atau akan sepenuhnya dipertanggungjawabkan pada Hari Penghakiman. Itu bukan hak kita untuk melakukannya. Namun, Gideon menjalankan hak yang bukan miliknya. Gideon meraih kesuksesan besar, dan Gideon mengalami pergeseran pusat dan menunjukkan karakter kecenderungan dosanya yang sangat jahat. Lalu, apa yang memicu hal ini pada Gideon? Yaitu kesuksesan.
“Waspadalah terhadap bahaya kesuksesan. Setiap kali kita menerima berkat dari Tuhan, ada bahaya rohani yang mengintai dari kesuksesan itu. Berkat Tuhan bisa membuat kita menjadi sombong.”
Inilah yang terjadi pada Gideon. Gideon mabuk dengan kesuksesannya. Dia berubah dan menunjukkan karakter dosanya yang asli. Dia tidak lagi bergantung pada Tuhan, tidak lagi berdoa, tidak lagi bertanya pada Tuhan, dia mudah baper, arogan, dan kejam karena ada pergeseran pusat.
Timothy Keller mengatakan dalam buku Judges for You:
“Kesuksesan dapat dengan mudah membuat kita melupakan kasih karunia Allah, karena hati kita begitu ingin percaya bahwa kita bisa menyelamatkan diri sendiri. Kemenangan yang diberikan oleh Allah dapat dengan mudah digunakan untuk mengonfirmasi keyakinan bahwa, kita mendapatkan berkat bagi diri kita sendiri, dan seharusnya menerima pujian dan kemuliaan atas kesuksesan tersebut.” Jika kita tidak waspada, hati kita bisa dengan mudah beralih dari, “Saya tidak pantas menerima ini; ini semua adalah kasih karunia Allah” menjadi “Lihat apa yang telah saya capai dengan tangan saya sendiri. Saya tahu bahwa saya hebat dan mampu untuk melakukannya.”
Tahukah kita apa hal terburuk yang bisa terjadi pada mereka yang didorong dan dipicu oleh kesuksesan? Kita mungkin berpikir jawabannya adalah kegagalan. Tetapi bukan itu. Hal terburuk yang bisa terjadi pada mereka adalah kesuksesan itu sendiri. Kalau seseorang didorong oleh kesuksesan, dan tambah lama dia tambah hebat dan naik, maka dia akan lupa bahwa apa yang dia kejar bukan hal yang kekal. Dan ini masalah Gideon dan mungkin masalah kita.
“Ujian kemakmuran jauh lebih berbahaya bagi orang Kristen daripada ujian penderitaan.”
Bukan kegagalan yang harus kita waspadai; justru kesuksesan. Ketika lemah, kita bergantung pada Tuhan. Namun justru ketika kita menjadi kuat, Tuhan dilupakan dan dan kita membuat diri kita menjadi pusat.
Janganlah memegahkan diri atas berkat Tuhan & kesuksesan. Itu semua semata-mata hanya kasih karunia. Sebaliknya, biarlah berkat Tuhan & pertolongan Tuhan mendorong kita untuk semakin bersyukur memuji Tuhan serta bergantung kepada Tuhan. Kita seharusnya mengingat, “Tuhan, kalau bukan Engkau, ini semua tidak mungkin aku alami, aku tahu ini semua karena kebaikan-Mu Tuhan.”
3. AKHIR YANG TRAGIS
Ternyata pergeseran hati Gideon tertular kepada bangsa Israel. Seperti Gideon, orang Isreal lupa bahwa Tuhanlah yang bekerja melalui Gideon. Mereka ingin menjadikan Gideon raja mereka, meskipun tahu bahwa Tuhanlah Raja mereka. Tidakkah ini menunjukkan kecenderungan manusia untuk mengkultuskan seseorang, mengidolakan seseorang. Ketika kita melihat seseorang yang dipakai Tuhan luar biasa, sangat mudah bagi manusia membuat orang itu jadi kultus dan lebih dari sebenarnya. Tentu saja ini bahaya bagi hamba Tuhan. Fenomena pengkultusan individu sebenarnya adalah usaha menyelamatkan diri sendiri. Kita akan lebih bergantung pada individu tersebut dan tidak lagi bergantung sepenuhnya pada Tuhan.
Hakim-Hakim 8:23
23. Jawab Gideon kepada mereka: “Aku tidak akan memerintah kamu dan juga anakku tidak akan memerintah kamu tetapi Tuhan yang memerintah kamu.”
Jawaban Gideon tampaknya luar biasa. Namun apa yang terjadi sesungguhnya? Lalu, Gideon meminta anting-anting emas dari bangsa Israel. Perkataannya seolah-olah benar, tetapi ironis malah minta emas. Untuk apa emas itu?
Hakim-Hakim 8:27
27. Kemudian Gideon membuat efod dari semuanya itu dan menempatkannya di kotanya, di Ofra. Di sanalah orang Israel berlaku serong dengan menyembah efod itu; inilah yang menjadi jerat bagi Gideon dan seisi rumahnya.
Apa itu efod? Efod adalah baju rompi yang dipakai oleh imam besar, dan itu sangat dihias. Di efod itu terdapat sebuah dada dan dada itu memiliki dua belas batu yang melambangkan masing-masing dari dua belas suku Israel. Di depannya terdapat Urim dan Tumim, dua batu yang digunakan untuk menerima jawaban ya atau tidak dari Tuhan.
Efod menandakan tempat tinggal Tuhan yang sebenarnya dan menjadi cara untuk mengetahui kehendak Tuhan dalam masa krisis. Dan efod seharusnya berada di Silo. Dengan membuat efod sendiri dan meletakkannya di kampung halamannya, Gideon pada dasarnya menjadikan kampung halamannya sebagai tempat ibadah saingan. Sekarang orang Israel tidak perlu pergi ke Silo untuk beribadah.
Mereka bisa datang ke Gideon. Dan mereka tidak perlu bertanya kepada imam besar untuk mendapatkan petunjuk. Gideon bisa memberi mereka petunjuk yang mereka butuhkan. Jadi, Gideon tidak lagi menggunakan posisinya untuk membantu orang-orang menyembah Tuhan, Gideon menggunakan Tuhan untuk memperkuat kekuasaan dan pengaruhnya sendiri. Dan karena itu, bangsa Israel berzina rohani dengan efod palsu tersebut. Mereka menyembah berhala.
“Godaan yang halus lebih berbahaya daripada Godaan yang jelas.”
Gideon menolak godaan yang jelas untuk menjadi raja. Tetapi dia mengizinkan godaan yang halus dari ambisi/keinginan menjadi raja demi mendapatkan pengaruh dan kekuasaan melalui efod yang dibuatnya. Ingin dihormati, ingin dikagumi, ingin orang-orang bergantung pada dirinya, inilah yang Gideon lakukan.
Dave Ralph Davies dalam Judges: Such a Great Salvation mengatakan:
“Pusat dari permasalahannya adalah Gideon menginginkan lebih dari apa yang diijinkan Tuhan, dan orang Isreal menginginkan hal itu dengan hasrat yang tidak berpusat kepada Tuhan.”
Mengapa sekarang banyak orang mengaku-ngaku nabi dan ini sangat popular sampai sekarang. Tetapi kenapa nabi-nabi itu dicari-cari orang? Setiap kali nabi itu mengatakan bahwa ia punya nubuatan, dapat menyembuhkan, orang-orang ngantri untuk didoakan, kenapa? Karena kita ingin jalan pintas. Kita memperlakukan Tuhan seperti jin. Kita memperlukan Tuhan seperti dukun. Kita cari hal-hal yang mistis.
Waspada mengejar cara luar biasa (extraordinary) & mengabaikan cara biasa (ordinary) sarana anugerah Tuhan. Seringkali, kita tergoda untuk mengejar cara-cara luar biasa dari Tuhan, seperti nubuat atau tanda-tanda supranatural, dan mengabaikan sarana kasih karunia yang biasa, seperti membaca Alkitab, berdoa, ibadah di gereja, dan berakar dalam komunitas Injil yang sehat. Hal-hal ini kelihatannya terlihat biasa, tetapi saat kita melakukan disiplin rohani sebenarnya kita sedang journey dengan Tuhan itu sendiri, bukan bergantung sama Tuhan.
Hakim-Hakim 8:29-32
29. Lalu Yerubaal bin Yoas pergilah dan diam di rumahnya sendiri.
30.Gideon mempunyai tujuh puluh anak laki-laki, semuanya anak kandungnya, sebab ia beristeri banyak;
31. juga gundiknya yang tinggal di Sikhem melahirkan seorang anak laki-laki baginya, lalu ia memberikan nama Abimelekh kepada anak itu.
32. Gideon bin Yoas mati pada waktu rambutnya telah putih, lalu dikuburkan dalam kubur Yoas, ayahnya, di Ofra kota orang Abiezer.
Inilah ironi yang kita lihat. Gideon menolak menjadi raja, tetapi dia hidup seperti seorang raja. Dia memiliki tujuh puluh anak laki-laki dan banyak istri. Itu adalah gaya hidup seorang raja kafir. Dia juga memiliki seorang gundik. Dan gundik ini bukan orang Israel. Gideon memiliki seorang anak dari gundik ini, dan dia menamainya Abimelekh, yang berarti “ayahku adalah raja.” Ini adalah tanda jelas yang sangat bahaya. Ada kesenjangan dari apa yang kita tahu dengan apa yang ada di hati kita. Kita paham dan tahu Injil dan doktrin reformed itu bagus, tapi itu belum tentu Injil itu kita hidupi. Ini peringatan keras.
Sangat mudah bagi kita untuk menggunakan otoritas untuk melayani dan menghormati diri sendiri, bukan melayani dan menghormati Tuhan. Kita suka dibutuhkan orang, kita suka orang-orang datang dan bergantung pada kita, akhirnya kita berpikir kita Tuhan.
“Perilaku yang munafik. Kita tahu atau paham Injil namun kita belum tentu hidup sesuai dengan Injil.”
Dalam Hakim-Hakim 8:33-35, dicatat akhir tragis dari Gideon dan umat Israel. Harusnya sebagai seorang hakim, Gideon perlu membawa umat Tuhan dari penyembahan berhala kepada Tuhan. Untuk pertama kalinya, seorang hakim justru membuat berhala dan menjauhkan umat Tuhan dari Tuhan. Hakim-hakim sebelumnya membawa umat Israel kepada Tuhan, tetapi tidak dengan Gideon. Gideon, pemenang luar biasa, malah membawa bangsanya kepada berhala. Dan siklus semakin parah, pemberontakan semakin buruk, pertobatan semakin kurang tulus, hakim-hakim semakin cacat, ini menunjukkan bahwa hakim-hakim tidak bisa menyelamatkan umat Tuhan.
GOSPEL CONNECTION:
Kisah Gideon menunjuk kepada Sang Juruselamat Yang Sejati & Sempurna. Yesus Kristus tidak sama seperti Gideon. Yesus Kristus adalah hakim yang semestinya berhak untuk balas dendam tetapi dia diperlakukan tidak adil. Yesus Kristus meninggalkan sorga mulia, berinkarnasi ke bumi yang rusak. Sang Firman Tuhan yang kekal menjadi daging yang terbatas. Raja segala raja menjadi hamba. Yesus yang berhak dilayani tetapi sukarela melayani. Ia yang sangat kaya & kudus jadi miskin menebus orang berdosa. Ia yang kekal di sorga, menyerahkan hidup-Nya di salib.
Melalui karya Kristus, kita yang seharusnya dibinasakan, kita yang seharusnya berdosa, dikasihi dan dianggap berharga bahkan dijadikan anak oleh Allah semesta alam. Kita tidak perlu lagi cari penerimaan, pengakuan dari manusia karena kita sudah memiliki penerimaan dan pengakuan dari Tuhan. Tidak seperti efod palsu dari Gideon, Yesus adalah efod kita yang sempurna dan menyempurnakan kita supaya kita hidup memuliakan Tuhan.
“Saat kita menaruh iman pada Kristus, kita tidak hanya diampuni dari dosa, namun kita juga dibebaskan dari kebutuhan untuk mencari kemuliaan bagi diri sendiri karena Kristus telah memberikan kemuliaan-Nya kepada kita.”
Memang susah untuk mengakhiri dengan baik, tetapi orang Kristen kita punya, maka kita bisa mengakhiri dengan baik. Kenapa? Karena keyakinan kita untuk bisa tetap tekun dan bertahan bukan dari kekuatan kita sendiri, tapi dari Kristus yang sudah bertekun dan bertahan untuk kita dan mendampingi kita.
Ibrani 12:2-3
2. Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan kehinaan Tekun Memiki Salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah.
3. Ingatlah selalu akan Dia, yang tekun menanggung bantahan yang sehebat itu terhadap diri-Nya dari pihak orang-orang berdosa, supaya jangan kamu menjadi lemah dan putus asa.
Kalau tadi Gideon tersinggung, Yesus dihina dan diabaikan kehinaan itu justru tekun memikul salib. Ganti sukacita, apa sukacita itu? Agar kita dapat diselamatkan. Ingatlah selalu akan Dia, pandang Yesus, supaya kita tidak lemah dan putus asa. Elisabeth Elliot mengatakan:
“Kehendak Tuhan tidak pernah berjalan seperti yang kita harapkan. Bahkan mungkin situasinya terlihat sangat buruk, tetapi pada akhirnya, akan jauh lebih baik dan jauh lebih besar dari yang kita bayangkan. Serahkan semuanya ke tangan yang telah dipaku terluka bagi hidupmu.”
Pertanyaan Reflektif:
Gospel Response:
ORANG BERINJIL: