Moralitas Tanpa Tuhan

Recap Khotbah From Judges To Jesus Week 15

Judul Khotbah           : Moralitas Tanpa Tuhan

Ayat Pembacaan       : Hakim-Hakim 19:1-30

 

Kita ada dalam khotbah berseri kita From Judges to Jesus dan ini adalah minggu yang ke-15, dan khotbah hari ini berjudul Moralitas tanpa Tuhan. 

Hampir 4 bulan kita mempelajari kitab Hakim-hakim dan kita melihat pakar Alkitab setuju bahwa kitab Hakim-hakim adalah Waktu yang paling kelam Bagi Sejarah Bangsa Israel.

Ada siklus dosa yang kembali berulang-ulang sampai 7x, kemurtadan bangsa Israel (mereka menyembah berhala, mereka hidup sesuai dengan cara-cara budaya di kanaan), menerima konsekuensi dosa sehingga mereka ditindas oleh bangsa-bangsa di sekitar mereka dan saat mereka mengalami penderitaan mereka merintih (mereka tidak selalu bertobat, mereka merintih, mengeluh, adakalanya pertobatan mereka asli, dan adakalanya pertobatan mereka hanyalah rutinitas). Tuhan yang baik memberikan pembebasan dan mengangkat seorang hakim. 

Namun Kitab Hakim-Hakim juga menunjukkan Anugerah & Kesetiaan Allah yang luar biasa. Meskipun bangsa ini terus berdosa melawan Allah dan jatuh dalam siklus dosa, tetapi Tuhan tetap menunjukkan kasih karunia-Nya dan kesetiaan-Nya pada umat-Nya atas perjanjian-Nya. 

Hakim-Hakim pasal 17-21 ini seperti epilog dari kitab Hakim-Hakim & tidak disusun secara kronologis, lebih berfungsi untuk menyoroti kondisi spiritual yang kacau di Israel selama periode para hakim.

Epilog adalah bagian penutup dari sebuah karya tulis atau karya sastra, yang berfungsi untuk memberikan penjelasan atau pemahaman tambahan setelah cerita utama selesai. Dan disini pasal 17-21 menunjukkan kemerosotan moral dan Kegelapan serta kejahatan bangsa Israel pada masa itu. Sehingga kita bisa merasakan apa yang terjadi selama periode ini, yang mencakup sekitar 400 tahun.

Kita mungkin berpikir bahwa kita sudah mendengar semua kejahatan bangsa Israel di kitab Hakim-Hakim. Namun, hari ini khusus karena membahas kejahatan bangsa Israel yang lebih jahat lagi. Cerita ini untuk 18+ karena ada pelecehan seksual, pemerkosaan massal, mutilasi tubuh yang sudah menjadi mayat, dan ini adalah hal paling tragis yang pernah tercatat dalam Alkitab. 

Hakim-Hakim 19:1-21:25 merupakan satu cerita, namun hari ini kita hanya akan membahas Hakim-Hakim 19:1-30.

Jika kita perhatikan Hakim-Hakim 19-21 ayat pertamanya dikatakan, 

Hakim-Hakim 19:1a

1 Terjadilah pada zaman itu, ketika tidak ada raja di Israel,

Hakim-Hakim 21:25

25  Pada zaman itu tidak ada Raja di antara orang Israel; setiap orang berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri.

Jadi cerita Hakim-Hakim berakhir dengan memberikan kita gambaran yang sangat suram tentang bagaimana hidup tanpa seorang raja. Bagaimana setiap orang menjadi raja atas dirinya sendiri.

KEMEROSOTAN MORAL MANUSIA

Hakim-Hakim 19:1b

bahwa di balik pegunungan Efraim ada seorang Lewi tinggal sebagai pendatang.  Ia mengambil seorang gundik dari Betlehem-Yehuda. 

Kita memiliki dua karakter di sini: 

1. Seorang Lewi yang tidak disebut namanya 

2. Seorang gundik tanpa nama juga Mengapa tanpa nama? 

Hal ini untuk memberitahu pembaca bahwa cerita ini mengajarkan prinsip-prinsip yang berlaku bagi semua orang di sepanjang masa.

Pertama, semua kejahatan yang terjadi dalam kitab Hakim-Hakim masih terjadi hingga hari ini. Kedua, alasan yang menyebabkan semua kejahatan dalam kitab Hakim-Hakim adalah alasan yang sama untuk kejahatan yang terjadi saat ini. Ketika kita berdosa, pada intinya, alasan dan motivasi kita sama dengan bangsa Israel dalam kitab Hakim-Hakim. 

Yakni, “Tidak ada raja, dan setiap orang melakukan apa yang benar menurut pandangannya sendiri.”

Orang Lewi ini adalah dari Ordo Imam. Ia melakukan sesuatu yang tidak seharusnya bagi seorang imam, yaitu mengambil seorang gundik (Concubine). Ia disebut seorang gundik, karena ia merupakan istri kedua. Seorang gundik tidak diberikan emas kawin dan tidak layak menerima warisan. Ada beberapa pandangan, namun para pakar teologi perjanjian lama setuju bahwa memang si orang Lewi ini memang mempunyai gundik, istri kedua. 

Hakim-Hakim 19:2

2 Tetapi gundiknya itu berlaku serong ((Ibr. ZANAH = bermain sebagai pelacur) terhadap dia dan pergi dari padanya ke rumah ayahnya di Betlehem-Yehuda, lalu tinggal di sana empat bulan lamanya. 

Gundik orang Lewi itu melacur dan lari dari suaminya dan karena suaminya marah / tidak senang pada hal itu, ia lari dari dia, dan diterima dan dihibur di rumah ayahnya. 

Setiap kali Alkitab menunjukkan situasi di mana di situ ada gundik atau selir, di situ Alkitab sedang menunjukkan suatu, yaitu Kemerosotan Moral. Seharusnya orang Lewi ini tidak mengambil seorang gundik. Wanita ini mungkin tidak menyukai peran menjadi wanita kedua dari orang Lewi tersebut atau mungkin wanita ini diperlakukan kurang baik, maka dia berlaku serong juga. 

Jadi bagian ini menunjukkan keretakan dalam pernikahan, imoralitas secara seksual Sepertinya ini menjadi hal yang umum dan meluas, adalah tanda nyata dari masyarakat yang membusuk. Gambaran tentang apa yang sedang terjadi di seluruh bangsa Israel. 

Dan keadaan kita saat ini sama saja, pandangan kita tentang seks dan pernikahan juga banyak mengalami penyimpangan, bahkan perselingkuhan dianggap sudah normal. Inilah yang terjadi saat tidak ada Raja, tidak ada Tuhan. 

Hakim-Hakim 19:3-4

3 Berkemaslah suaminya itu, lalu pergi menyusul perempuan itu untuk membujuk dia dan membawanya kembali; bersama-sama dia bujangnya dan sepasang keledai. Ketika perempuan muda itu membawa dia masuk ke rumah ayahnya, dan ketika ayah itu melihat dia, maka bersukacitalah ia mendapatkannya. 4 Mertuanya, ayah perempuan muda itu, tidak membiarkan dia pergi, sehingga ia tinggal tiga hari lamanya pada ayah itu; mereka makan, minum dan bermalam di sana. 

Ayat ke 5-8, adegan seorang Lewi yang ingin pulang tetapi dicegah untuk makan dan ini terulang sampai 3 kali, sehingga mereka sampai bermalam 5 hari. 

Hakim-Hakim 19:9-10a

9 Ketika orang itu bangun untuk pergi, bersama dengan gundiknya dan bujangnya, berkatalah mertuanya, ayah perempuan muda itu, kepadanya: ”Lihatlah, matahari telah mulai turun menjelang petang; baiklah tinggal bermalam, lihat, matahari hampir terbenam, tinggallah di sini bermalam dan biarlah hatimu gembira; maka besok kamu dapat bangun pagi-pagi untuk berjalan dan pulang ke rumahmu.” 10 Tetapi orang itu tidak mau tinggal bermalam; ia berkemas, lalu pergi. 

Gundik itu tidak dicatat mengucapkan sepatah katapun, namun diam di sepanjang cerita interaksi antara Lewi dan ayah mertuanya.

Tidak ada diskusi antara si gundik dan si ayah, karena pendapatnya tidak relevan. Seorang gundik tidak memiliki hak untuk menetapkan apapun, karena dia hanyalah sebuah objek. 

Di Mata ayahnya dan suaminya, si gundik hanyalah sebuah objek. Ayahnya ingin menghindari aib, sementara suaminya ingin objek seksnya Kembali pulang. Tidak ada yang peduli dengan keinginan si Gundik.

Keduanya, si ayah dan si suami memperlakukan sang gundik seperti barang, seperti objek yang diperjualbelikan dan beginilah wanita pada umumnya diperlakukan pada zaman itu. Hari-hari ini baik laki-laki bahkan wanita banyak yang melihat pornografi dan saat menonton pornografi mereka sedang mengobjektifikasi siapapun yang sedang ada di film tersebut. 

Perenungan Reflektif :

Siapakah yang ada di pusat hati (Raja atas Tahta hati) kita?

Saat Tuhan tidak lagi menjadi pusat dari kehidupan (RAJA atas TAHTA Hati) kita, Kita juga akan perlahan-lahan mentoleransi dosa, dan mengalami kemerosotan moral. 

Inilah sebabnya penting untuk kita menjaga hati, menggunakan sarana anugerah seperti berdoa, beribadah, saat teduh, tergabung dalam care group, karena sarana anugerah adalah sarana dimana anugerah Tuhan dilepaskan dan dirasakan kuasa-Nya saat kegiatannya dilakukan dengan kesungguhan hati. Pada waktu kita melakukan itu, kita menaruh Tuhan sebagai pusat, sehingga hati kita tidak mudah diselewengkan. 

DAMPAK KEMEROSOTAN MORAL YANG MENGERIKAN.

Hakim-Hakim 19:10b-12

Demikian sampailah ia di daerah yang berhadapan dengan Yebus – itulah Yerusalem –; bersama-sama dengan dia ada sepasang keledai yang berpelana dan gundiknya juga. 11 Ketika mereka dekat ke Yebus dan ketika matahari telah sangat rendah, berkatalah bujang itu kepada tuannya: ”Marilah kita singgah di kota orang Yebus ini dan bermalam di situ.” 12 Tetapi tuannya menjawabnya: “Kita tidak akan singgah di kota asing yang bukan kepunyaan orang Israel, tetapi kita akan berjalan terus sampai ke Gibea.”

Orang Lewi itu, bagaimanapun, tetap bertekad untuk melanjutkan perjalanan. Mereka memulai perjalanan, dan ketika matahari hampir terbenam, mereka tiba di kota orang Yebus, kota asing, dan karena pria Lewi berpikir, “Tentu saja, lebih aman untuk terus berjalan dan menginap di Gibea....sebuah kota di wilayah orang Israel....wilayah suku Benyamin.”

Sebetulnya apa yang dilakukan oleh orang Lewi ini baik, karena ia merasa lebih aman di tengah-tengah ‘saudara-saudara seimannya’ dari pada di tengah-tengah orang kafir. Tetapi saudara seiman yang hanya KTP itu terbukti lebih membahayakan daripada orang kafir. Setelah mencapai Gibea, mereka tiba di alun-alun kota, namun

Tidak ada seorang pun di Gibea yang menerima dan mengajak mereka untuk bermalam. 

Ada beberapa Commentary mengatakan bahwa tidak adanya orang yang mau mengundang orang Lewi ini ke rumahnya menunjukkan kemerosotan karakter dari orang-orang Gibea. Orang lewi mempunyai baju yang khas, orang akan tau itu orang lewi dan dalam hukum taurat juga bahwa orang lewi tidak boleh dibiarkan, orang lewi harus diperhatikan. 

Ulangan 12:19 - “Hati-hatilah, supaya jangan engkau melalaikan orang Lewi, selama engkau ada di tanahmu”. 

Ulangan 14:27 - “Juga orang Lewi yang diam di dalam tempatmu janganlah kauabaikan, sebab ia tidak mendapat bagian milik pusaka bersama-sama engkau”. 

Hakim-Hakim 19:16-21

Seorang pria tua, bukan orang lokal Benyamin, tetapi seorang pendatang dari Efraim, membawa mereka ke rumahnya dan menunjukkan keramahan kepada mereka.

Hakim-Hakim 19:20

Lalu berkatalah orang tua itu: ”Jangan kuatir! Segala yang engkau perlukan biarlah aku yang menanggung, tetapi janganlah engkau bermalam di tanah lapang kota ini.” 

Mengapa tidak? 

Apa yang berbahaya? Bukankah mereka sama baiknya seperti di rumah di Israel? Bukankah orang Benyamin adalah saudara mereka sendiri? Apa yang terjadi selanjutnya adalah kejahatan yang tak terkatakan, penyimpangan keadilan yang mengerikan.

Hakim-Hakim 19:22-23

22 Tetapi sementara mereka menggembirakan hatinya, datanglah orang-orang kota itu, orang-orang dursila, mengepung rumah itu. Mereka menggedor-gedor pintu sambil berkata kepada orang tua, pemilik rumah itu: ”Bawalah ke luar orang yang datang ke rumahmu itu, supaya kami pakai dia.” 23 Lalu keluarlah pemilik rumah itu menemui mereka dan berkata kepada mereka: ”Tidak, saudara-saudaraku, janganlah kiranya berbuat jahat; karena orang ini telah masuk ke rumahku, janganlah kamu berbuat noda.

Kalimat “..supaya kami pakai dia..” dalam terjemahan NIV berkata, “..so we can have sex with him.. “ Artinya biar kami memakai orang lewi itu secara seksual alias diperkosa. Apa yang terjadi di Gibea sangat mirip dengan peristiwa di Sodom dalam Kejadian 19:1-11. 

Dalam kejadian 19, Lot keponakan dari Abraham ada di kota Sodom, dan pada waktu itu Abraham ingin mengeluarkan Lot dari kota Sodom, ia berdoa untuk Tuhan mengirimkan malaikat. Dan ini perbandingan nya, 

Hakim-Hakim 19:22-23

22 Tetapi sementara mereka menggembirakan hatinya, datanglah orang-orang kota itu, orang-orang dursila, mengepung rumah itu. Mereka menggedor-gedor pintu sambil berkata kepada orang tua, pemilik rumah itu: ”Bawalah ke luar orang yang datang ke rumahmu itu, supaya kami pakai dia.” 23 Lalu keluarlah pemilik rumah itu menemui mereka dan berkata kepada mereka: ”Tidak, saudara-saudaraku, janganlah kiranya berbuat jahat; karena orang ini telah masuk ke rumahku, janganlah kamu berbuat noda.

Kejadian 19:4-5

4 Tetapi sebelum mereka tidur, orang-orang lelaki dari kota Sodom itu, dari yang muda sampai yang tua, bahkan seluruh kota, tidak ada yang terkecuali, datang mengepung rumah itu. 5 Mereka berseru kepada Lot: ”Di manakah orang-orang yang datang kepadamu malam ini? Bawalah mereka keluar kepada kami, SUPAYA KAMI PAKAI MEREKA.”

Ada orang asing datang ke kota Sodom untuk tinggal di rumah LOT. Para pria Sodom mengepung rumah, menggedor pintu, dan menuntut untuk melakukan hubungan seksual dengan seorang pria atau para pria itu.

Kenapa Alkitab membuat paralel ini? 

Apa maksud paralel ini?

Sodom             ~           Gibea

(Kota Kafir)         (Kota Israel)

Sodom adalah contoh besar dalam Perjanjian Lama tentang pemberontakan dosa manusia terhadap Tuhan yang mendatangkan penghakiman Tuhan atas dirinya. Sedangkan Gibea adalah kota Israel. Israel adalah umat Tuhan, mereka menerima perjanjian Abraham dan Musa, memiliki hukum Taurat, mujizat dan para nabi, tabernakel, peristiwa keluar, dan mereka sudah masuk ke tanah perjanjian, dan memiliki para hakim-hakim menjadi penyelamat mereka. Namun, terlepas dari semua itu, mereka tidak lebih baik daripada orang Kanaan dan bangsa-bangsa kafir yang tidak pernah menerima perjanjian anugerah tersebut.

Umat Tuhan tidak lebih baik, bahkan etika & moral mereka telah menjadi sama seperti orang sodom. 

Hakim-Hakim 19:23-24

23 Lalu keluarlah pemilik rumah itu menemui mereka dan berkata kepada mereka: ”Tidak, saudara-saudaraku, janganlah kiranya berbuat jahat; karena orang ini telah masuk ke rumahku, janganlah kamu berbuat noda. 24 Tetapi ada anakku perempuan, yang masih perawan, dan juga gundik orang itu, baiklah kubawa keduanya ke luar; perkosalah mereka dan perbuatlah dengan mereka apa yang kamu pandang baik, tetapi terhadap orang ini janganlah kamu berbuat noda.”

Pria tua itu menawarkan putrinya yang masih perawan dan gundik orang Lewi sebagai ganti. Mengapa kok si pemilik rumah yang adalah pendatang dari Efraim ini begitu melindungi si orang Lewi?

Ada dua kemungkinan:

- Hukum Taurat menyuruh untuk tidak mengabaikan orang Lewi, karena supaya ia diberkati Tuhan.

- Orang banyak itu ingin memperkosa pria itu, tetapi ia tidak memberikan budak laki-lakinya dan malah memberikan putrinya, karena orang Efraim itu, seperti orang Lewi dan ayah si gundik, melihat wanita sebagai objek dan properti, tidak berharga dan tentu saja bisa dikorbankan begitu saja.

Ini adalah pandangan terhadap wanita yang dipegang oleh budaya-budaya di sekitarnya dan inilah pandangan yang diserap oleh laki-laki Israel, sangat berlawanan dengan firman Tuhan dimana penciptaan dari Allah, yang menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan diciptakan dalam gambar-Nya, sama-sama bernilai intrinsik di mata-Nya. Kejadian ini begitu mengerikan bagi kita dan menunjukkan begitu merosotnya keadaan bangsa Israel pada waktu itu. 

Perenungan Reflektif :

Apakah etika & moral kita (cara pandang dan perilaku) terpengaruh oleh budaya dunia dalam segala sesuatu tentang kehidupan, termasuk juga pandangan terhadap wanita dan seks? 

Saat Tuhan tidak lagi menjadi pusat kehidupan, kita berpotensi melihat wanita sebagai properti dan semata-mata objek seksual, bahkan segala sesuatu yang lain hanyalah menjadi sarana untuk pemuasan diri (menjadikan diri sendiri sebagai pusat).

Hakim-Hakim 19:25-26

25 Tetapi orang-orang itu tidak mau mendengarkan perkataannya. Lalu orang Lewi itu menangkap gundiknya dan membawanya kepada mereka ke luar, kemudian mereka bersetubuh dengan perempuan itu dan semalam-malaman itu mereka mempermainkannya, sampai pagi. Barulah pada waktu fajar menyingsing mereka melepaskan perempuan itu.  26 Menjelang pagi perempuan itu datang kembali, tetapi ia jatuh rebah di depan pintu rumah orang itu, tempat tuannya bermalam, dan ia tergeletak di sana sampai fajar.

Ketika keadaan semakin buruk, orang Lewi itu menangkap gundiknya untuk melindungi dirinya sendiri & menyerahkannya kepada massa di luar rumah.

Pada saat gundik itu diserahkan, massa sudah begitu terangsang oleh nafsu sehingga mereka memperkosanya, menyiksanya, sepanjang malam dan membuangnya saat fajar tiba. Pagi menjelang, wanita itu berusaha kembali ke rumah orang tua itu dan akhirnya pingsan di ambang pintu rumah.

Hakim-Hakim 19:26-28

26 Menjelang pagi perempuan itu datang kembali, tetapi ia jatuh rebah di depan pintu rumah orang itu, tempat tuannya bermalam, dan ia tergeletak di sana sampai fajar. 27 Pada waktu tuannya bangun pagi-pagi, dibukanya pintu rumah dan pergi ke luar untuk melanjutkan perjalanannya, tetapi tampaklah perempuan itu, gundiknya, tergeletak di depan pintu rumah dengan tangannya pada ambang pintu. 28 Berkatalah ia kepada perempuan itu: “Bangunlah, marilah kita pergi.” Tetapi tidak ada jawabnya. Lalu diangkatnyalah mayat itu ke atas keledai, berkemaslah ia, kemudian pergi ke tempat kediamannya. 

Pagi harinya, orang Lewi keluar dari rumah bukan untuk mencari gundiknya, melainkan untuk melanjutkan perjalanannya pulang. Kata kerja yang digunakan untuk menggambarkan tindakannya menunjukkan ketidakpedulian terhadap nasib gundiknya. Saat dia melangkah keluar, dia menemukan gundiknya tergeletak di ambang pintu dengan tangannya di ambang pintu. 

Penyebutan posisi tangan Wanita ini menunjukkan bahwa dia mencoba meraih pintu, mencari perlindungan & keamanan dari suaminya, namun yang dia temui adalah kematian.

Pada titik ini, kita bisa melihat betapa dinginnya sikap si orang Lewi ini terhadap gundiknya. Di ayat 28 Orang Lewi ini bertindak seolah-olah tidak terjadi apa-apa dan dengan dingin memerintahkannya untuk bangun, untuk pergi melanjutkan perjalanan. Tetapi perintahnya tidak mendapatkan respons, ternyata gundik itu sudah mati. Tanpa menangis, menyesal, atau mengeluarkan emosi, orang Lewi ini mengangkat mayat gundiknya, meletakkannya di atas keledai, dan melanjutkan perjalanan pulang ke rumahnya. 

Arthur E. Cundall dalam Judges & Ruth, pg. 197-198 menuliskan,

“Kalau pernah ada seorang manusia yang mengalami malam penuh kengerian horror yang tak terbayangkan, dialah orangnya … malam itu pasti baginya (Gundik itu) … seperti dilempar ke dalam lubang neraka itu sendiri.”

Hakim-Hakim 19:29-30

29 Sesampai di rumah, diambilnyalah pisau, dipegangnyalah mayat gundiknya, dipotong-potongnya menurut tulang-tulangnya menjadi dua belas potongan, lalu dikirimnya ke seluruh daerah orang Israel. 30 Dan setiap orang yang melihatnya, berkata: ”Hal yang demikian belum pernah terjadi dan belum pernah terlihat, sejak orang Israel berangkat keluar dari tanah Mesir sampai sekarang. Perhatikanlah itu, pertimbangkanlah, lalu berbicaralah!”

Setibanya di rumahnya di Efraim, orang Lewi ini mengambil pisau dan memotong-motong gundiknya menjadi dua belas bagian dan mengirimkan satu bagian ke setiap suku di Israel. Dia melakukan hal itu, karena Si Lewi ingin mengirimkan bagian-bagian tubuh gundiknya ke seluruh suku Israel untuk mengirim pesan tentang kejahatan yang terjadi di Gibea.

Si Lewi menginginkan keadilan & balas dendam, namun bukan karena Cinta tetapi karena egonya dan karena dia kehilangan propertinya (objek seksnya)

Kita melihat bahwa orang Lewi itu tidak mencintai gundiknya. Orang Lewi itu membutuhkan waktu empat bulan sebelum mencari gundiknya (19:2-3). Kita melihat betapa gelapnya keadaan mereka dan betapa merosotnya moral mereka.

Padahal seharusnya, Tuhan menciptakan seorang wanita untuk dikasihi oleh ayahnya karena dia putrinya yang berharga dan dicintai serta dilindungi suaminya seperti Tuhan mencintai umatnya dan melindunginya, itulah keadilan yang sesungguhnya. Namun ketika seorang wanita digunakan sebagai objek seksual dipergunakan sebagai properti dan barang untuk keuntungan pribadi itu adalah kekejian keadilan yang diputarbalikkan.

Apa hikmah dari kisah ini? Adakah pengharapan? Dimanakah Tuhan?

Kisah ini begitu mengerikan, begitu menjijikkan, begitu jahat, dan begitu kelam. Kemerosotan moral bangsa Israel adalah cerminan keadaan manusia. Wanita ini dibunuh melalui pemerkosaan massal oleh orang-orang jahat di Gibea, lalu tubuhnya dipotong menjadi dua belas bagian dan dikirim ke seluruh Israel. Bahkan, ia tidak diberi kehormatan untuk dimakamkan dengan layak.

Kemerosotan moral bangsa Israel begitu kelam adalah cerminan keadaan manusia yang berdosa yang menolak kehadiran Tuhan.

INJIL BERSINAR TERANG, DI TENGAH KEGELAPAN. 

Apa yang Kristus lakukan sangat berbeda dari para pria dalam kisah ini. Kita melihat si lewi dan si tuan rumah berusaha menyelamatkan dirinya sendiri. Namun ada Kontras keterbalikan,

Si Lewi & Si Tuan Rumah,

  • Berusaha menyelamatkan diri sendiri.
  • Mengorbankan gundiknya demi melindungi dirinya sendiri.
  • Egois & melayani diri sendiri

Tetapi, Yesus Kristus,

  • Datang justru untuk menyelamatkan umatnya yang berdosa.
  • Mengorbankan dirinya sendiri di salib demi menanggung dosa kesalahan umat-nya.
  • Rendah hati & berkorban melayani umat yang tidak pantas dilayani

ORANG LEWI itu mendorong gundiknya keluar rumah kepada gerombolan pria yang melampiaskan dosa & hawa nafsu neraka mereka. Tetapi, YESUS KRISTUS dengan kerelaan-Nya sendiri keluar dari rumah-Nya di kemuliaan Sorga datang ke dunia yang jatuh dalam dosa, mengalami kengerian neraka demi menyelamatkan mereka yang di luar supaya mereka dapat masuk ke dalam.

Si orang Lewi dan pemilik rumah itu tetap di dalam dan mengorbankan si gundik, 

gundik itu dilemparkan keluar rumah dengan paksa dan mengalami neraka malam itu. Namun, Yesus keluar dari rumahnya di sorga, Dia yang mengalami pelecehan, penderitaan, penganiayaan, pengkhianatan, kebencian, kemarahan, dan diabaikan. Yesus mengalami neraka, dimana kegelapan tergelap yang pernah terjadi sepanjang sejarah jagad raya Dia alami, Dia jalani, dia ditinggalkan tuhan, dan dia ditinggalkan sendiri bahkan sampai mati.

Yesus melakukannya untuk menyelamatkan para pendosa seperti kita yang seharusnya masuk neraka, menyelamatkan mereka yang bobrok dan jahat. Yesus mati bagi penyiksanya. Yesus mengambil tempat kita yang jahat. Dia menyelamatkan kita yang membutuhkan keselamatan, Yang tak berdosa menanggung hukuman dosa dan menjalani maut untuk membawa kasih karunia bagi kita yang berdosa.

 Herman Bavinck (Reformed Dogmatic, Vol 3.)

"Kristus menanggung hukuman dosa kita, yaitu kematian, kutukan, dan neraka, sehingga kita dapat menerima pengampunan, kebenaran, dan kehidupan kekal."

Jika kita ingat lagi wanita itu mati diluar pintu rumah, ada sebuah ayat di ibrani yang mengatakan, 

“Yesus menderita di luar pintu gerbang untuk menguduskan umat-Nya dengan darah-Nya sendiri.” (Ibr 13:12) 

Yesus menanggung penderitaan di luar, supaya kita bisa disembuhkan di dalam.

Yesus Tidak Hanya Mengampuni, tetapi Juga Menyembuhkan kita masalah dosa.

Bagi banyak orang yang telah mengalami pelecehan seksual, mereka berpikir bahwa kesembuhan itu mustahil. Tetapi, Yesus datang untuk menyembuhkan sakit hati, luka batin  dan rasa malu yang begitu dalam yang pernah kita rasakan. Dia mati untuk menghapus rasa bersalah, perasaan tertuduh yang telah ditempatkan pada jiwa kita oleh iblis, Yesus mau menyembuhkan. Kita bisa melihat buktinya di salib, Agustinus pernah mengatakan hal yang sangat indah, 

Agustinus dari Hippo (sermon 192, Christmas)

"Anak Allah menjadi Anak Manusia agar anak-anak manusia dapat menjadi anak-anak Allah."

Jika si orang lewi mengkhianati gundiknya, melemparkan gundiknya keluar untuk diperlakukan seperti binatang  bahkan sampai mati. Kristus kita yang sempurna, imam kita yang sempurna melindungi mempelainya yaitu gereja-Nya. Dia tidak akan menyerahkan mempelai-Nya kepada musuh untuk diperlakukan semena-mena. Yesus keluar menawarkan tubuh-Nya, menggantikan mempelai-Nya, untuk dicabik-cabik sampai mati demi menyelamatkan mempelai-Nya yaitu gereja-Nya.

Melalui karya penebusan-Nya, Yesus datang untuk memberikan kepada kita citra diri yang baru yang tidak didasari pada masa lalu, dosa & kegagalan kita, melainkan didasari oleh karya Kristus bagi kita. In Christ you are the beloved of God.

Di dalam Kristus kita adalah pribadi yang dikasihi Tuhan.

ORANG BERINJIL

  • Hidup di dalam dunia, namun tidak mengijinkan dunia menjadi pusat kehidupannya.
  • Tidak membiarkan dirinya dipengaruhi oleh budaya dunia yang gelap, namun hidupnya berpengaruh, menjadi terang dunia.
  • Tidak berpusat pada dirinya sendiri, namun senantiasa memandang kepada salib & menjadikan Kristus pusat di hatinya.