The Gospel and The Heart

GOSPEL IN LIFE Week 3 "The Gospel And The Heart" 

Ps. Michael Chrisdion

Pembacaan : Lukas 18: 9-14

Melalui perumpamaan orang Farisi dan Pemungut cukai di Lukas 18:9-14. Yesus menunjukkan masalah yang dihadapi setiap orang di dalam menjalani kehidupan yang cakupannya universal. Masalah Hati yang lapar yang akan selalu mendambakan Makna, Penerimaan serta Pembenaran. Masalah ini tertanam begitu mendalam di hati manusia sehingga kalau kita tidak mengkajinya secara psikis atau filosofis maka kita hanya menyentuh permukaannya saja.
Melalui Perumpamaan ini, Yesus ingin menunjukkan kepada kita dua sosok yang masing-masing mewakili solusi tertentu untuk mengatasi masalah tersebut! Solusi yang satu gagal total, sedangkan yang satunya membuahkan hasil yang dipuji oleh Yesus sendiri karena solusi itu mengejawantahkan inti Injil yang sesungguhnya! Apakah akar permasalahan hati itu? Apa solusinya? Bagaimana solusi Injilnya?

          1. PERGUMULAN UNIVERSAL BAGI SEMUA MANUSIA

Menganggap Diri Benar

Lukas 18: 19

9Dan kepada beberapa orang yang menganggap dirinya benar dan memandang rendah semua orang lain, Yesus mengatakan perumpamaan ini:

Menganggap Diri Benar.

Kita selalu berpikir, ini sudah bukan jamannya membicarakan hal-hal yang ini! Karena kita ini ada di jaman post modernism dimana ukuran benar menurut satu orang belum tentu benar menurut orang lain dan benar dan salah itu sekarang itu kabur atau abu-abu. Mereka berpikir bahwa apapun bisa dan apapun jadi selama kita bisa bahagia. Dan bagi kebanyakan orang ukuran kebahagiaan itu bisa dilihat misal kalau anak mereka bisa masuk universitas tertentu, mendapatkan jodoh sesuai yang diharapkan, naik pangkat, dll. Dan rupanya di dalam setiap budaya dan setiap jaman, manusia selalu lapar akan sesuatu. Itulah sebabnya mereka berjuang dan bekerja keras bahkan mati-matian untuk mendapatkan hal itu, bahkan sampai harus mengorbankan kesehatan dan keluarganya demi mendapatkan hal itu. Inilah pergumulan eksistensial setiap manusia mencari kebahagiaan, dikasihi dan diterima.

Ada sebuah artikel mengenai profesional di Jepang dimana saat resesi dan kesulitan ekonomi maka banyak orang yang kehilangan pekerjaan namun tidak berani bercerita kepada orang di rumah mereka dan komunitas mereka karena mereka merasa malu dan lebih baik tidak mengakui. Setiap hari mereka memakai jas dan dasi mereka seakan-akan mereka akan pergi ke kantor tetapi kantornya sudah tidak ada lagi. Akhirnya mereka hanya berkeliaran di jalan sampai kehabisan uang dan mereka cari kerja namun tidak dapat kerja. Akhirnya tidak berani lagi untuk pulang dan mereka jadi homeless. Dan yang terjadi selanjutnya adalah mereka merasa malu dan membuat mereka kehilangan harga diri. Ada banyak orang yang merasa membuat malu keluarganya dan akhirnya bunuh diri.

Ini juga bisa terjadi pada kita yaitu kadang yang kita pikirkan saat anak-anak kita nakal maka yang keluar dari mulut kita yaitu “ buat malu orang tua saja “ ! Di dalam lubuk hati yang terdalam, manusia selalu haus dan  mendambakan makna/tujuan,  pengakuan, penerimaan, penghargaan di dalam kehidupan ini. Baik orang tua maupun anak-anak bahkan cara kita mendidik anak-anak kita yaitu kalau mereka berkelakuan baik maka kita akui mereka dan kita hargai mereka namun jika tidak maka kita tolak mereka!

Kalau kita baca Kitab Kejadian Pasal 1 & 2 maka manusia pertama yaitu Adam dan Hawa maka mereka itu diterima, dikasihi dan bahagia secara sempurna. Mereka hidup penuh kebebasan dimana telanjang tanpa rasa takut dan rasa malu dan tanpa ada rasa ketertolakan. Mereka tidak perlu bersembunyi, tidak perlu berpura-pura dan memiliki kemuliaan Allah. Namun waktu manusia pertama itu lebih percaya kepada kebohongan berusaha menjadi tuhan atas dirinya sendiri maka mereka kehilangan kasih itu. Mereka kehilangan penerimaan, kebahagiaan itu dan kehilangan kemuliaan Allah. Dosa membuat kita kehilangan semua itu sehingga kita memiliki kelaparan yang tidak pernah terpuaskan. Kita kehilangan kebenaran Allah karena itu kita selalu berusaha menemukan pembenaran diri. Inilah pergumulan kita dan semua kita terus berusaha mengatasi hal ini. 

Bagaimana biasanya manusia melakukan ini?

          2. SOLUSI DARI LUAR KE DALAM

Lukas 18:9-10

9dan kepada beberapa orang yang menganggap dirinya benar dan memandang rendah semua orang lain, yesus mengatakan perumpamaan ini: 10 “ada dua orang pergi ke bait Allah untuk berdoa; yang seorang adalah Farisi dan yang lain pemungut cukai.

ORANG FARISI

Ia adalah seorang yang baik. saat ia berkata bahwa ia memberikan sepersepuluh dari segala penghasilan- nya, itu berarti ia murah hati kepada orang miskin. Saat ia berkata ia bukan pezinah, itu berarti ia adalah seorang suami yang setia. 

2.A. Fokus Pada Diri

Orang Farisi ini melakukan pembenaran diri dimana fokusnya pada diri sendiri dan bukan kepada Tuhan. Bagaimana dia membenarkan dirinya sendiri ? Lihat bagaimana dia berfokus!

Lukas 18:11

11orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini:  ya allah, aku mengucap syukur kepada-mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini;

Jika kita menulis sebuah surat ucapan terima kasih kepada seseorang, bukankah kita akan ber- terima kasih atas apa yang sudah dilakukan orang tersebut? Jika kita berdoa, “ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu ...” Apa yang wajarnya mengikuti yaitu  tentu kita akan menyebutkan perbuatan-perbuatan Allah yang kita syukuri. Namuni lihat di sini.... “ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu.” titik. itu ucapan terakhirnya tentang Allah. Tetapi selanjutnya ia berbicara tentang dirinya sendiri dan ia memuja dirinya sendiri. Di balik penampilannya yang tampak berpusat kepada Allah makaia sebenarnya hanya peduli dengan diri sendiri. Di balik semua pembicaraan tentang Allah maka semua aktivitas yang mengatasnamakan Allah, dan semua kebaikan moralnya maka ia sebenarnya hanya membanggakan dirinya sendiri. 

2.B. Menekankan Yang Eksternal

Orang Farisi ini menekankan yang eksternal bukan kepada karakter, motivasi atau kedalaman hati.

Lukas 18:11-12

11orang farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini:  ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; 12aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku.

Orang Farisi berkata, “[aku] bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku.” 

Perhatikan bahwa ia tidak berkata, “ya Allah, aku bersyukur bahwa aku menjadi orang yang makin sabar, makin lemah lembut. Aku bisa mengasihi orang yang biasanya tidak bisa aku kasihi. Aku bisa tetap bersukacita dan memiliki damai meski segala sesuatu tidak berjalan seperti yang kuharapkan.” dia tidak bicara tentang kedalaman hatinya, motivasi atau karakter namun fokusnya hanya pada hal-hal yang kelihatan dari luar. Jadi pemahamannya tentang dosa dan kebajikan sepenuhnya berorientasi kepada perilaku eksternal yaitu mematuhi  peraturan, melakukan ibadah yang di luar dan tidak melanggar peraturan. 

2.C. Memamerkan Komparasi

Orang Farisi ini membandingkan diri dengan orang lain (comparison to feel better)

Lukas 18:9

9dan kepada beberapa orang yang menganggap dirinya benar dan memandang rendah semua orang lain, Yesus mengatakan perumpamaan ini:

Lukas 18:11-12

11orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini:  ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; 12aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku.

Ia berkata, “aku tidak sama seperti semua orang lain,” artinya, “aku ini lebih baik dari semua orang lain.” Perhatikan sesuatu yang menarik di sini bahwa orang Farisi itu berpikir ia lebih baik dari orang lain karena, ia “bukan perampok, pembuat kejahatan, atau pezinah.” Semua itu sesuai dengan Alkitab. “aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku,” itu juga sesuai dengan Alkitab. Kemudian dia berkata, “aku berpuasa dua kali seminggu,” (ay. 12). tidak ada perintah untuk berpuasa dua kali seminggu di dalam Alkitab namun ini pilihan yang dibuatnya sendiri. Ia melakukan sesuatu yang lebih daripada yang diharuskan dan menjadikannya sebagai nilai tambah dalam hidupnya, sehingga ia merasa lebih rohani dari semua orang lainnya. 

Namun tanpa kita sadari kita semua sering melakukan ini dalam hidup keseharian kita. Sebagai contoh orang yang karismatik merendahkan orang yang tradisi. Orang yang berbahasa roh merendahkan orang yang tidak berbahasa roh sedangkan orang yang tidak berbahasa roh merendahkan orang yang berbahasa roh. Orang yang memegang doktrin tertentu merendahkan orang yang tidak memegang doktrin tertentu. Orang yang Gospel centered merendahkan orang yang tidak Gospel centered.  Kita melakukan itu karena kita menutupi sesuatu yang ada di dalam. Mengapa orang Farisi ini begitu berbangga pada kebenaran dirinya yang eksternal dan membandingkan diri dengan orang lain yaitu karena dia tahu dalam dirinya banyak ketidak benaran. Inilah pergumulan eksistensial semua manusia.  Augustine The Hippo mengatakan “ dalam hal esensi kesatuan, dalam hal yang non esensi kebebasan, di dalam segala sesuatu kasih.

CERITA TUKANG KEBUN WORTEL

Ada seorang tukang kebun yang menumbuhkan wortel. dia membawanya ke rajanya dan berkata, “tuanku, ini wortel yang pernah saya tanam atau akan tumbuh; oleh karena itu, saya ingin mempersembahkannya kepada anda sebagai tanda cinta dan hormat saya kepada anda.”  Raja tersentuh dan melihat hati pria itu, sehingga dia berbalik untuk pergi, raja berkata, “tunggu! anda jelas adalah pelayan yang baik,  saya memiliki sebidang tanah tepat di sebelah anda. saya ingin memberikannya kepada anda sebagai hadiah, sehingga anda bisa bebas berkebun di semua tempat itu. Tukang kebun ini kagum dan senang dan pulang ke rumah dengan sukacita. 

Namun ada bangsawan di istana raja yang mendengar semua ini, dan dia berkata,

“ jika itu yang anda dapatkan untuk wortel, bagaimana jika anda memberi raja sesuatu yang lebih baik?" Keesokan harinya bangsawan itu datang sebelum raja, dan dia menuntun  seekor kuda hitam yang tampan. Dia membungkuk rendah dan berkata, “tuanku, saya memberikan kuda ini, dan kuda ini adalah kuda yang terbesar dan terkuat dan tercepat yang pernah saya miliki; oleh karena itu, saya ingin mempersembahkannya kepada

mu sebagai tanda cinta dan hormat saya untuk anda.” Tetapi raja tahu isi hati si bangsawan ini dan hanya  berkata, "terima kasih," dan mengambil kuda itu dan menyuruh si bangsawan itu pulang. Bangsawan itu pergi dengan bingung, namun sebelum keluar dari pintu sang raja berkata, “hai bangsawan...kamu tahu . tukang kebun yang kemarin memberi saya wortel dengan ketulusan hati tetapi tetapi kamu memberikan kuda itu bukan untuk aku tetapi untuk dirimu sendiri.  Karena bangsawan itu memberi dengan suatu ekspektasi yang transaksional. Dia melakukan kebaikan dengan suatu agenda yang narsis yaitu berfokus pada dirinya sendiri. 

Charles Spurgeon berkata “Jika kita melakukan sesuatu untuk tuhan dengan harapan untuk mendapatkan berkat atau surga, maka sebenarnya kita tidak melakukannya untuk tuhan melainkan untuk diri kita sendiri. “ Hannya pengalaman kasih karunia yang mampu mengubah kita sehingga saat kita melakukan hal-hal yang baik itu benar-benar demi kebaikan dan untuk Tuhan. Untuk menjadi seorang kristen, kita harus mengakui masalah yang sebenarnya: bahwa kita telah menggantikan diri kita dengan Tuhan baik dengan agama (mencoba menjadi penyelamat bagi diri sendiri dengan melakukan hukum-hukum agama) atau dengan menentang agama (mencoba menjadi tuhan bagi diri kita sendiri dengan ketidaktaatan. dengan hukum Allah).

PEMUNGUT CUKAI

Pemungut cukai adalah orang berdosa dan pelanggar hukum. Namun sama dengan orang Farisi yautu sama-sama berusaha menjawab masalah pergumulan eksistensial. Jangan salah, disini Yesus bukan menyetujui gaya hidup pemungut cukai,pelacur atau orang berdos karena dua-duanya juga disuruh bertobat dan dua-duanya berusaha menjawab masalah pergumulan eksistensial yaitu mencari makna, penerimaan, pembenaran diri, penghargaan dan pengakuan. Yang satu melanggar hukum dan hidup dalam dosa dan yang satu menaati hukum agama, namun dua-dua sama berdosanya. (Bandingkan dengan perumpamaan anak yang hilang yaitu  anak sulung vs. anak bungsu dalam Lukas 15)

          3. SOLUSI DARI DALAM KE LUAR

Lukas 18:13

13tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini.

Kalau kita pelajari di Alkitab maka bahasa asli - orang berdosa: not a sinner but the sinner. Karena kalau hanya a sinner artinya kita masih mebandingkan diri dengan orang lain! Kita masih berkata aku orang berdosa Tuhan tetapi aku masih lumayan dibanding yang lain. Dan akhirnya apa kita tidak benar-benar memiliki pengertian yang benar tentang pertobatan. 

Memiliki Pengertian Yang Benar Tentang Pertobatan.

Apakah pengertian yang benar tentang pertobatan yaitu bukan bertobat karena konsekuensi dosanya atau bukan bertobat karena apa yang eksternal saja, tetapi  bertobat dan berduka karena sadar bahwa dirinya adalah seorang pendosa (orang berdosa). 

Memiliki Cara Pandang Yang Baru Akan Pembenaran  DanPengakuan

Ini artinya bahwa kadang kelakuan kita jahat, kadang kita berkelakuan baik namun saat kita berkelakuan jahat maupun baik maka hati kita sama saja yaitu kita tetap mencari pembenaran diri dan berusaha menjadi penyelamat bagi diri kita sendiri. Kita berusaha mencari pengakuan dan penghargaan. Kita berusaha mencari penerimaan dan berusaha menyelamatkan diri kita sendir. Kita membandingkan diri dengan orang lain dan berfokus pada diri kita sendiri. Kadang kita  bisa kelihatannya beribadah dan kadang kita bisa hidup melanggar hukum agama namun dua-duanya sama saja yaitu kita adalah orang berdosa!

Lukas 18:13

13tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: ya allah, kasihanilah (be merciful) aku orang berdosa ini.

Di ayat ini  kata “be merciful” biasanya memakai  “eleos” tetapi di sini: “hilastērion” (atone for my sin = tebuslah dosaku). Biasanya di Perjanjian Baru, seperti orang buta yang berteriak kepada Yesus “ anak daud...kasihanilah aku” itu memakai kata “eleos...”.  Namun di sini memakai kata “hilasterion.” Yang artinya atone my sin – tebuslah dosaku.

Pada jaman Perjanjian Lama di ruang Maha Kudus di mana ada Tabut Perjanian di mana tidak ada seorangpun yang bisa amsuk kesana .dan orang yang masuk ke tempat kudus Tuhan akan langsung mati. Tetapi di atas tabut perjanjian itu ada yang namanya Mercy Seat (Tutup Pendamaian).

Dan setahun sekali, yaitu pada perayaan Yom Kippur, hari penebusan, maka Imam Besar bisa masuk ke ruang maha kudus dan menghadap Tuhan hanya karena Dia menaruh darah pengganti, yang mati untuk membayar hukuman atas dosa dirinya dan dosa umat Israel. Di atas tutup pendamaian itu maka darah di ciprat-cipratkan di atas mercy seat sehingga penghakiman atas dosa sudah dipenuhi, bahwa simbol dari penebusan dosa sudah dipenuhi

Kata “ Hilastrion”  ini digunakan, dalam Ibrani 2:17, untuk Yesus karena dalam Ibrani 2:17 kita diberitahu bahwa karena alasan inilah Yesus menjadi imam besar yang penuh belas kasihan dan setia dalam pelayanan kepada Allah, agar Ia dapat membuat hillastērion, pendamaian, pendamaian , untuk dosa-dosa orang-orang.

Ibrani 2:17

itulah sebabnya, maka dalam segala hal ia harus disamakan dengan saudara-saudara-nya, supaya Ia menjadi imam besar yang menaruh belas kasihan dan yang setia kepada Allah untuk mendamaikan dosa seluruh bangsa.

Yesus begitu mengasihi kita sehingga Dia rela melakukan semua itu untuk menebus kita. Yesus melakukan karya penebusanNya sehingga Dia bisa mengasihi. Sekarang kita diterima di dalam Dia, kita dibenarkan di dalam Dia, kita berharga di dalam Dia dan kita dikasihi di dalam Dia. 

Yesus ditolak supaya kita diterima. Yesus tidak mengenal dosa menjadi dosa supaya kita dibenarkan. Yesus yang mulia menjadi hina supaya kita dapat menjadi berharga.Yesus dihukum supaya kita dikasihi

Tim Keller berkata “ agama berkata: aku taat itulah sebabnya aku diterima, tetapi injil berkata: aku sudah diterima itulah sebabnya aku dimampukan untuk taat. “ Kita memiliki kepastian di dalam pergumulan eksistensial kitaTuhan menerima kita meskipun kita tidak layak. Kasih setia Tuhan mengasihi kita walau kita tidak pantas dikasihi. Kesetiaan Tuhan tetap setia kepada kita yang ada di dalam Kristus walaupun kita gagal setia. PengampunannYya tetap mengampuni kita meskipun kita masih jatuh bangun dalam perjalanan iman kita. Tangannya tetap menopang kita di dalam Kristus.

Si pemungut cukai bisa jatuh ke dalam dosa orang Farisi karena dia bertobat dan dia merasa feel good dan dia mulai fokus pada diri sendiri. Dia fokus pada yang eksternal dan membandingkan diri dengan orang lain. Jadi dari inside out maka dia bisa berubah menjadi outside in. Mungkin dia bisa berkata “aku tidak seperti temanku pemungut cukai yang belum bertobat,.aku sudah bertobat! Jadi “kotbah terpenting yang kita perlu dengar adalah Injil yang kita kotbahkan kepada diri kita sendiri”

IMPLIKASI INJIL

Melalui Injil maka kita …

  • Tidak mudah baper atau minder saat ditolak atau kurang dihargai.
  • Tidak merasa lebih baik dari orang lain saat mampu taat atau berbuat baik.
  • Tidak berfokus pada diri tetapi kepada Kristus
  • Memiliki hati yang lembut dan mudah bertobat