KREDO RASULI WEEK 2 "Allah Bapa Yang Maha Kuasa"
Ps.Natanael Thamrin
Pembacaan : Yohanes 18:1-14
Kredo rasuli atau yang kita kenal dengan istilah pengakuan iman rasuli dimulai dengan kalimat: Aku percaya pada Allah Bapa yang mahakuasa. Kredo rasuli tidak dimulai dengan kalimat “ Aku percaya pada Allah “ Jika berhenti kepada frasa ’Aku Percaya Kepada Allah’ maka sesungguhnya iman kristen tidak memiliki klaim keunikan – the uniqueness of christianity dengan agama-agama lainnya.
Seorang penulis buku tentang kredo rasuli mengatakan: Iman Kristen tidak dibentuk oleh keyakinan kepada entitas ilahi yang abstrak atau kepada ‘tuhan yang tidak dikenal.’ (The Christian faith is not established on some abstract deity or on “some god.”) R. Albert Mohler Jr., The Apostles' Creed: Discovering Authentic Christianity in an Age of Counterfeits.
Jika demikian, apa yang menjadi esensi keyakinan iman kristen? dimana keunikan dan keunggulan iman kristen? Mungkin bagi penganut Progressive Christianity akan alergi ketika mendengar istilah ‘unggul’ karena terkesan merasa superior. padahal kata ‘unggul’ pada dasarnya bersifat netral yang merujuk kepada kualitas yang lebih tinggi tanpa tendensi merendahkan pihak lain. contoh: setelah menyaksikan pertandingan Manchester United melawan Liverpool, memang harus diakui bahwa kualitas permainan manchester united lebih unggul dari Liverpool. Kata ‘unggul’ disini merujuk kepada kemampuan yang lebih baik tanpa merendahkan pihak lain.
1. APA YANG MEMBUAT IMAN KRISTEN BERBEDA DENGAN AGAMA-AGAMA LAIN?
Bacaan kita dalam Injil Yohanes menceritakan tentang moment penangkapan Yesus. Dan yang menarik dari catatan Injil Yohanes disini adalah perihal detail yang tidak diberikan oleh Injil Matius, Markus dan Lukas yaitu percakapan antara Yesus dan ‘mereka’.
Yohanes 18:3-8
3 Maka datanglah Yudas juga ke situ dengan sepasukan prajurit dan penjaga-penjaga Bait Allah yang disuruh oleh imam-imam kepala dan orang-orang Farisi lengkap dengan lentera, suluh dan senjata. 4 Maka Yesus, yang tahu semua yang akan menimpa diri-Nya, maju ke depan dan berkata kepada mereka: "Siapakah yang kamu cari?” 5 Jawab mereka: "Yesus dari Nazaret." Kata-Nya kepada mereka: "Akulah Dia." Yudas yang mengkhianati Dia berdiri juga di situ bersama-sama mereka. 6 Ketika Ia berkata kepada mereka: "Akulah Dia," mundurlah mereka dan jatuh ke tanah. 7 Maka Ia bertanya pula: "Siapakah yang kamu cari?" Kata mereka: "Yesus dari Nazaret." 8 Jawab Yesus: "Telah Kukatakan kepadamu, Akulah Dia. Jika Aku yang kamu cari, biarkanlah mereka ini pergi."
Mereka itu siapa? Jika merujuk kepada ayat 3 maka mereka disitu kemungkinan besar 3 kelompok yakni: rombongan tentara Romawi, beberapa penjaga Bait Allah dan orang-orang Farisi. Didalam percakapan itu, ada hal detail lain yang perlu kita perhatikan.
Dikatakan bahwa Yesus yang tahu semua (bukan sebagian) yang akan menimpa dirinya, maju ke depan dan berkata kepada mereka: siapakah yang kamu cari? Lalu mereka menjawab: Yesus dari Nazaret. Dua kali Yesus bertanya dan du kali pula mereka menjawab Yesus dari Nazaret. Apa maksud bagian ini? Yesus tidak sekadar bertanya untuk mencari jawaban, tetapi untuk menunjukkan siapa yang memegang kendali. Dengan kata lain, Yohanes menceritakan detail ini untuk menegaskan bahwa Yesus bukanlah seorang aktor yang menunggu arahan untuk tampil diatas panggung, melainkan Dialah yang mengarahkan setiap langkah atas seluruh kisah di dalam dunia ini.
Adapun, detail lain yang menarik ialah 2 kali yesus kemudian menjawab mereka dengan kata: “Akulah Dia”. Sebenarnya respon alami dari seseorang yang hendak ditangkap ialah bersembunyi karena ketakutan. Tetapi yang terjadi padaesus ialah justru sebaliknya. Dia yang berinisiatif bertanya dan yang justru memperkenalkan dirinya sendiri.
Ketika Yesus memperkenalkan dirinya dengan kata ‘Akulah Dia’ terjemahan aslinya sebenarnya ’I Am’. Perkataan ‘I Am’ jika diterjemahkan lebih tepat dengan ‘Aku Ada’. Perkataan ini sama persis dengan penyataan diri Allah kepada Musa dalam catatan Keluaran 3:14
Firman Allah kepada Musa: "AKU ADALAH AKU." Lagi firman-Nya: "Beginilah kaukatakan kepada orang Israel itu: AKULAH AKU telah mengutus aku kepadamu.” (Keluaran 3:14)
Klaim ‘Aku Ada’ yang dikatakan Yesus tentang dirinya ingin menyatakan dan menegaskan bahwa Dia selalu ada, dia self sufficient, Dia tidak membutuhkan apapun diluar dirinya. Sebaliknya, semua yang diluar Allah membutuhkan dan bergantung pada Allah supaya bisa ada.
Ini adalah klaim yang menjadi pembeda dengan agama-agama lain. Dalam semua kitab suci agama lain, nabi (sebagai perantara) menggunakan bahasa pihak pertama yaitu saya yang berbicara kepada pihak kedua yaitu jemaat tentang Allah sebagai pihak ketiga (dia). Tetapi Alkitab justru menyatakan bahwa Yesus memperkenalkan dirinya sebagai pihak pertama kepada umat-Nya. Dengan kata lain, allah yang berbicara dan menyatakan diri-Nya secara langsung kepada umat manusia. Yesus bukan hanya perantara antara Allah dan umat, melainkan dia adalah Allah yang secara langsung menyatakan diri kepada manusia.
Dan kekuatan klaim ini disertai dengan kekuatan kuasanya. Perhatikan ayat 6
Ketika Ia berkata kepada mereka: "Akulah Dia," mundurlah mereka dan jatuh ke tanah. (Yohanes 18:6)
Sewaktu dikatakan mundurlah mereka dan jatuh ke tanah, ini berarti ada sesuatu yang mengejutkan mereka. Mereka tidak sekadar bersujud dan takjud oleh perkataan Yesus. Juga bukan karena Yesus tiba-tiba berubah wujud dan mereka terkejut.
Beberapa penafsir berpendapat bahwa ada kemungkinan kondisi bukit Zaitun memang agak curam dan ketika mereka berjalan maka mereka harus berjalan mendaki. Lalu tiba-tiba Yesus keluar dan beberapa dari mereka mundur selangkah karena terkejut lalu mereka semua terjatuh bersama-sama.
Saya rasa penafsiran seperti ini kurang tepat. Saya sependapat dengan apa yang dikatakan oleh seorang pengkhotbah yang bernama Alexander Maclaren bahwa;
Saya cenderung berpikir bahwa di sini, ada sebuah robekan tirai untuk sesaat, dan sama seperti Musa tidak bisa melihat wajah-Nya tetapi hanya bertahan hidup dengan melihat bagian belakang kemuliaan-Nya, dan seperti Yesaya, yang hanya melihat kilasan kemuliaan-Nya melalui asap, berkata, 'Celaka aku, sebab aku binasa,' begitu juga di sini, seberkas sinar kemuliaan ilahi menembus celah tirai itu, seolah-olah hanya untuk sesaat, cukup untuk menghancurkan dan membuat prajurit yang bersenjata itu tersungkur dengan takut.
Jika bisa digambarkan dengan contoh yang lain, ibarat seorang ayah yang beratnya 100 kg bermain gulat dengan anaknya yang masih berusia 3 tahun dengan berat 10 kg. Tentu sang ayah harus menahan diri untuk tidak membiarkan sang anak merasakan berat badan dirinya yang sebenarnya. Bayangkan jika sang anak benar-benar merasakan dan mengalami berat badan sang ayah yang sebenarnya. Berat badan sang ayah bisa saja meremukkan tulang atau bahkan bisa membuat sang anak dalam ancaman kematian jika itu terjadi. Maka dari itu, sang ayah perlu menguasai dirinya dengan benar sehingga sang anak tidak mengalami cidera atau bahkan ancaman kematian.
Ilustrasi ini untuk menunjukkan bahwa Yesus yang adalah Tuhan yang mahakuasa sesungguhnya sanggup mengalahkan seluruh pasukan yang hendak menangkap-Nya hanya dengan perkataan. Tetapi justru Dia menahan diri-Nya untuk tidak menghabisi mereka karena Yesus tahu bahwa Dia harus menerima cawan murka Allah Bapa diatas salib.
Timothy keller berkomentar tentang hal ini dengan mengatakan:
Mengapa Yesus, pada saat yang paling rentan dalam hidup-Nya justru menunjukkan kekuatan? Karena Dia ingin menyatakan kepada kita bahwa dalam keadaan-Nya yang paling lemah (hendak ditangkap, ditinggalkan sendirian) adalah keunggulan yang tiada tara dalam sejarah dunia. Sesungguhnya sangat sulit untuk seseorang menjadi lembut disaat memiliki kekuatan yang besar dan dibutuhkan kekuatan yang besar untuk menjadi lemah. Yesus Kristus seolah-olah berkata: ‘saya adalah pribadi yang paling kuat dalam kelemahan dan yang paling lembut dalam kekuatan. Saya menggunakan kekuatan dan kekuasaan saya ketika saya benar-benar dan sepenuhnya rentan.’
Ini adalah sebuah paradoks yang jelas menunjukkan keunikan dari iman Kristen.
Lihatlah, pencipta alam semesta pernah terbaring dalam palungan yang hina dan membutuhkan kain lampin untuk menghangatkan tubuhnya.
Lihatlah, pencipta alam semesta pernah terlihat lelah sampai tertidur lelap pada saat badai taufan mengamuk dengan dahsyat dan seketika para murid membangunkan-Nya lalu hanya dengan sebuah hardikan: diam tenanglah! Badai itu menjadi reda dan danau menjadi teduh.
Ini adalah paradoks yang menunjukkan kekuatan sekaligus kelembutan yang luarbiasa dari Yesus.
Jika anda memperhatikan setiap sistem filsafat dan setiap agama di dalam dunia ini yang mempunyai tuhan versi mereka masing-masing maka anda tidak akan menemukan dari satu sistem filsafat atau agama manapun yang mempunyai Tuhan seperti Yesus Kristus.
Bahkan jika kita melihat Yohanes 18 ayat 8-9
8 Jawab Yesus: "Telah Kukatakan kepadamu, Akulah Dia. Jika Aku yang kamu cari, biarkanlah mereka ini pergi." 9 Demikian hendaknya supaya genaplah firman yang telah dikatakan-Nya: "Dari mereka yang Engkau serahkan kepada-Ku, tidak seorang pun yang Kubiarkan binasa.”
Ini merupakan gema sekaligus penegasan dari Yohanes 10:27-29 yang mengatakan:
27 Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, 28 dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorang pun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku. 29 Bapa-Ku, yang memberikan mereka kepada-Ku, lebih besar dari pada siapa pun, dan seorang pun tidak dapat merebut mereka dari tangan Bapa.
Para prajurit, para penjaga dan orang-orang Farisi yang hendak menangkap Yesus terlihat seolah-olah berkuasa karena mereka adalah pihak yang hendak menangkap, tetapi ternyata kebenaran dalam Injil Yohanes ini menyatakan bahwa mereka bukanlah pihak yang berkuasa. Yesuslah yang pegang kendali atas keadaan yang terjadi dan yang berkuasa atas hidup.
Sebagai umat allah, kebenaran ini memiliki implikasi yang sangat dalam karena sekalipun di dunia ini kita masih di hadapkan dengan kejahatan dan penderitaan, di dalam Kristus kita dapat tenang dan aman.
Dengan kata lain, jika kristus telah menjamin keselamatan kita dan yang berinisiatif menopang hidup kita senantiasa maka tidak ada satupun yang dapat mengambil kita dari tangannya yang berkuasa. Jadi, jelas ini yang menjadi pembeda dan keunggulan dalam iman kristen bahwa di dalam kristus hidup kita tenang dan aman karena kristus sendiri telah menjamin itu semua dengan hidupnya.
Jika bisa disimpulkan maka kita dapat melihat perbedaan yang jelas yakni:
2. BAGAIMANA SEHARUSNYA KITA MERESPONI PERBEDAAN KEYAKINAN DENGAN AGAMA-AGAMA LAIN? (Ay 10, Bandingkan Dengan Mat 26:52)
Ketika Yesus hendak ditangkap, dalam catatan Injil Yohanes dikisahkan bagaimana Simon Petrus dengan berani maju, menghunuskan pedang dan membuat telinga kanan seorang hamba imam besar terputus.
Yohanes 18:10
Lalu Simon Petrus, yang membawa pedang, menghunus pedang itu, menetakkannya kepada hamba Imam Besar dan memutuskan telinga kanannya. Nama hamba itu Malkhus.
Jika kita bandingkan dengan catatan ketiga Injil yang lain, maka hanya Injil Lukas yang menjelaskan bahwa Yesus kemudian menjamah dan menyembuhkan telinga Malkhus. Lalu dalam catatan Injil Matius, Yesus berkata:
“Maka kata Yesus kepadanya: masukkan pedang itu kembali ke dalam sarungnya, sebab barangsiapa menggunakan pedang, akan binasa oleh pedang.” (Matius 26:52)
Yesus sedang mengatakan bahwa Kerajaan Allah tidak menjadi besar dengan kekerasan dan juga tidak dipertahankan dengan kekerasan. Kekerasan hanya menghasilkan kekerasan dan kata-kata kasar hanya menghasilkan kata-kata kasar, demikian sebaliknya. Dalam konteks perbedaan, kita sebagai orang percaya dipanggil untuk hidup dalam perdamaian. Kita dipanggil untuk menggunakan lensa kasih karunia.
Rasul Paulus pernah memberikan nasihat dalam Roma 12:17-18 yang berbunyi:
17 Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang! 18 Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang!
Paulus mengingatkan panggilan kita sebagai orang yang sudah ditebus, yaitu sedapat-dapatnya kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang. Apakah kedamaian pasti tercapai? Mungkin belum tentu! Bahkan perbuatan baik kita kadangkala tidak mampu menghasilkan perubahan dalam diri orang lain. Tapi, perubahan diri orang lain memang bukan tujuan nasihat paulus disini. Porsi kita hanyalah mengupayakan kedamaian sebisa mungkin. Respon orang lain tidak seharusnya menentukan tindakan kita. Jadi melalui pemahaman akan karya keselamatan di dalam Kristus, kita dipanggil untuk mengasihi bukan untuk menghakimi orang lain.
3. MENGAPA KITA PERLU INJIL DALAM MELIHAT PERBEDAAN?
Yohanes 18:11
Kata Yesus kepada Petrus: "Sarungkan pedangmu itu; bukankah Aku harus minum cawan yang diberikan Bapa kepada-Ku?”
Saat membaca Yohanes 18: 11 kata cawan dalam alkitab khususnya Perjanjian Lama identik dengan murka Allah. Namun saat berkata: “ bukankah aku harus minum cawan yang diberikan Bapa kepada-Ku” maka Dia tidak memaksudkannya untuk menunjukkan Bapa yang murka melainkan Bapa yang dekat dan penuh kasih.
Namun disini kita menemukan masalah bagaimana mungkin 2 sifat (murka dan kasih) yang sepertinya bertolak belakang dapat bersatu?Kecenderungan kita dalam melihat murka dan kasih Allah seringkali dengan cara pikir Legalis atau Relativis. Cara pikir Legalis yaitu Allah memberi kita hukum, dan kita harus taat. Itulah sebabnya, orang yang taat dapat dikategorikan sebagai orang baik yang layak masuk surga, sedangkan orang yang tidak taat dapat dikategorikan sebagai orang jahat yang tidak pantas masuk surga. Cara pikir Relativis yaitu Allah itu mengasihi semua orang. Dia tidak akan mengirim siapapun ke neraka. Dia tidak akan menghukum orang. Dia adalah Allah yang penuh kasih.
Cara pandang ini sungguh ironis karena allah yang dinyatakan oleh Alkitab adalah Allah yang adil dan yang juga kasih. Allah yang alkitab nyatakan jauh lebih kudus dari Allah yang dipikirkan oleh kaum legalis. Karena standar kekudusannya bukanlah dengan melakukan perbuatan baik melainkan kesempurnaan. Dan alkitab juga menyatakan bahwa semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan allah. Tidak ada seorangpun yang benar, semua orang telah menyeleweng. Jadi ukuran penerimaan Allah bukanlah tentang perbuatan baik melainkan ketaatan yang sempurna pada hukum-Nya.
Dan Allah yang Alkitab nyatakan juga jauh lebih penuh kasih daripada aAllah yang dipikirkan oleh kaum relativis. Ketika kaum relativis mengatakan saya tidak percaya pada murka allah. Itu artinya kaum relativis tidak percaya bahwa di dalam setiap tindakan kasih ada pengorbanan yang harus dinyatakan.
Seandainya, jika anda hanya melihat Allah yang adil terhadap setiap keputusan-Nya dan menjadikan anda lebih taat terhadap hukum-Nya, apakah itu akan mempesona anda? Jika anda hanya melihat Allah yang mengasihi semua orang, apakah itu akan mengubah anda?
Jawaban atas kedua pertanyaan dari kedua pendekatan ini adalah tidak. Karena kita melepaskan atribut kasih dari kemahakuasaan Allah maka kita akan melihat allah sebagai Allah yang mahakuasa tapi bukan seorang Bapa. Dan ketika kita melepaskan atribut keadilan dari kasih Allah maka kita hanya akan melihat Allah sebagai Bapa yang penuh kasih tetapi tidak mahakuasa. Dan ini bukanlah Allah yang dinyatakan di dalam Alkitab.
Lalu bagaimana kita bisa menyatukan kasih dan keadilan Allah? Jawabannya hanya kita temukan dalam Injil Yesus Kristus.
Yohanes 18:14
Dan Kayafaslah yang telah menasihatkan orang-orang Yahudi: "Adalah lebih berguna jika satu orang mati untuk seluruh bangsa."
GSPEL CONNECTION
Adam Pertama
Di sebuah taman, Allah menempatkan seorang manusia dan memberi perintah kepadanya: Taati perintah-Ku maka engkau akan hidup. Tetapi pada waktu engkau memakan buah pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat, maka seketika juga engkau akan mati. (Bdk. Kejadian 2:16-17)
Adam Kedua
Di sebuah taman lagi, Allah menempatkan seorang Manusia dan ‘meletakkan sebuah pohon’ di depan-Nya dan berkata: Taati perintah-Ku mengenai pohon itu (salib). (Bdk. Yohanes 18:11)
Kepada satu orang yakni Adam, Allah menempatkannya di sebuah taman dan memberi perintah: taati perintah-Ku dan engkau akan hidup. Tetapi waktu engkau memakan buah pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat, maka seketika juga engkau akan mati.
Lalu ribuan tahun kemudian, Allah menempatkan seorang manusia di sebuah taman lagi dan meletakkan pohon di depannya dan seolah-olah berkata: taati perintah-Ku mengenai pohon itu yakni salib.
Kepada Adam yang pertama, ketika Allah mengatakan jika kamu menaati aku, maka kamu akan hidup tetapi dia tidak melakukannya. Tetapi kepada Adam yang kedua, di dalam ketaatannya yang sempurna kepada kehendak Allah Bapa, justru dia mengalami dan menerima kematian.
Disinilah kita melihat bahwa di salib maka kasih dan keadilan Allah secara sempurna bersinar dan bersatu. Dia yang tidak bersalah diperhitungkan sebagai orang yang pantas dihukum. Dia yang tidak berdosa dianggap sebagai pendosa. Dia yang Mahakuasa seketika menjadi tidak berdaya. Dia yang Mahaadil harus menanggung murka Allah. Dia yang Mahakasih justru merasakan kesendirian. Agar kita yang seharusnya dimurkai dan yang tidak pantas dikasihi menerima perkenanan dan mengalami anugerah keselamatan Allah yang sempurna. Melalui karya salib, kita dapat melihat dan mengenal Allah Bapa Yang Mahakuasa.
Gospel Response
Pertanyaan Refleksi
KARENA INJIL