Gereja Yang Kudus & Am, Persekutuan Orang Kudus

THE APOSTLES CREED – WEEK 11 "Gereja yang Kudus dan Am, Persekutuan Orang Kudus" 

Ps. Lius Erik


Pembacaan                : Yohanes 21:1-19

Kita kembali melanjutkan Sermon Series kita yang berjudul di Apostle Creed atau Kredo Rasuli. Kita sudah memasuki minggu kesebelas dengan judul “Gereja yang Kudus dan Am, Persekutuan Orang Kudus”.

Apakah gereja itu? Allah memilih dan memelihara bagi-Nya sebuah komunitas yang ditetapkan untuk kehidupan kekal dan dipersatukan oleh iman, yang mengasihi, menaati, menyembah dan belajar dari Dia bersama-sama. Allah mengutus komunitas ini untuk memberitakan Injil dan memperlihatkan dulu tentang Kerajaan Allah itu melalui kualitas hidup bersama mereka dan kasih mereka kepada satu sama lain.

Apa maksud gereja yang kudus dan am? Kudus bukanlah berarti berasal dari usaha kita untuk kita menjadi kudus dan berkenan kepada Allah. Tetapi kekudusan itu sendiri berasal dari Allah yang menguduskan kita. Sementara kata “am”berarti katolik. Ini bukan berbicara tentang satu agama tertentu. Namun, “katolik/am” artinya umum/universal. Sehingga makna gereja yang kudus dan am adalah di mana pun orang percaya berkumpul dan pengakuan iman ini diakui dan dideklarasikan di situlah gereja yang kudus dan am. 

Frasa persekutuan orang kudus mengingatkan bahwa sebagai orang percaya kita memiliki identitas baru sebagai keluarga Allah yang telah mengingatkan setiap kita di sepanjang zaman dengan darah Kristus. Sehingga R.C. Sproul berkata:

“Umat Kristen bukanlah orang asing, tetapi sebuah keluarga. Mereka terikat satu sama lain kepada Allah, sebuah kesatuan.”

Gereja yang kudus dan am bukan berarti persekutuan yang diisi oleh orang-orang tanpa dosa. Tetapi tempat di mana orang-orang yang senantiasa yang disempurnakan oleh karya Kristus.

Baca : Yohanes 21:1-19

Bagian awal (prolog) Injil Yohanes berbeda dengan Injil-Injil yang lain. Matius dan Lukas membuka Injilnya dengan kelahiran Yesus. Markus membuka Injilnya dengan peristiwa Yohanes Pembaptis yang membaptis Yesus sebelum Ia memulai pelayanan-Nya, sedangkan Injil Yohanes membuka Injilnya dengan sebuah kesimpulan yang sangat kuat tentang ketuhanan Yesus. Begitupun dengan bagian akhir (epilog) dari Injil Yohanes sangat berbeda dengan ketiga Injil lainnya. Injil Matius, Markus, Lukas menutup tulisan mereka dengan kisah sebelum Yesus naik ke surga, Yesus memberikan perintah kepada murid-murid untuk memberitakan Injil. Namun, Injil Yohanes mencatat hal yang berbeda. Namun, jika dicermati kisah dalam catatan akhir Injil Yohanes sama seperti Injil lainnya, hanya penekanannya yang berbeda. Lalu apa tujuannya catatan akhri Injil Yohanes ditulis?

“Setelah menuliskan apa yang tampaknya akan menjadi penutup yang sempurna dari Injilnya, Yohanes menambahkan sebuah epilog yang menyatakan bahwa kita tidak pernah selesai dengan Injil. Kita tidak akan pernah melampaui kebutuhan kita akan kasih karunia Kristus.”

Artinya kita senantiasa membutuhkan Injil dalam kehidupan kita. Dan kasih karunia Kristus melampaui segala kebutuhan kita lainnya. Tanpa kasih karunia-Nya kita tidak bisa berbuat apa-apa.

Ada 3 poin yang kita pelajari dari khotbah ini:

          1. SANG KEPALA GEREJA YANG SENANTIASA HADIR

Yohanes 21:14

14. Itulah ketiga kalinya Yesus menampakkan diri kepada murid-murid-Nya sesudah Ia bangkit dari antara orang mati.

Saat itu ada tujuh murid yang sedang berkumpul di danau Galilea. Kemungkinan besar mereka sedang menunggu penampakan diri Yesus. Mungkin menunggu adalah hal yang paling membosankan, apalagi untuk seorang seperti Petrus (man in action). Lalu, Petrus menyuruh mereka untuk menangkap ikan. Tetapi malam itu mereka tidak bisa menangkap apa-apa. Bayangkan posisi murid-murid, mereka bukan hanya hobi memancing. Memancing /menangkap ikan adalah pekerjaan mereka dan mereka sangat expert dalam bidang ini. Alkitab mengatakan para expert memancing ini gagal menangkap ikan.

Di saat frustrasi tersebut Yesus datang menemui mereka. Yesus membuka dengan satu pertanyaan, “Hai anak-anak adakah kalian memiliki lauk pauk?” Mereka menjawab dengan kesal, “Tidak ada.” Namun, Yesus memberikan instruksi kepada mereka “Tebarkanlah jalamu di sebelah kanan perahu., maka akan kamu peroleh.” Mereka sedang capek, lelah, dan frustrasi tiba-tiba ada orang yang memberikan instruksi kepada mereka seperti itu. Namun, para expert ini akhirnya mendengarkan perkataan orang asing ini. Hasilnya mereka mendapatkan 1353 ekor banyaknya. Singkatnya, mereka menghampiri Yesus dan mereka sarapan bersama dengan Yesus.

Kalau kita perhatikan, Allah yang kita sembah adalah Allah yang suka bertanya. Di dalam Alkitab sering dicatat Allah bertanya kepada umat-Nya. Di dalam kisah ini pun Yesus bertanya kepada murid-murid-Nya. Kita tahu bahwa Allah adalah Allah yang Mahatahu dan tidak ada satu pun yang tersembunyi bagi-Nya. Kadang kala Allah bertanya agar kita menyadari siapa Allah dan siapa kita. Pada bagian ini Yesus bertanya kepada murid-murid untuk menyadarkan mereka akan kegagalan mereka. Murid-murid perlu mengalami kegagalan itu karena melalui kegagalan itu Yesus justru sedang mengajar mereka.

Bukankah kita cenderung menggunakan kekuatan kita, akal pikiran kita, kemampuan kita selama kita bisa. Selama kita bisa melakukan dengan baik, kecenderungan kita tidak minta pertolongan Tuhan, kita tidak akan bertanya kepada Tuhan. Ketika kita mengalami jalan buntu, ketika kita tidak tahu jalan keluarnya, biasanya kita baru ingat Tuhan. John Calvin mengatakan:

“Jika kita selalu berhasil kapan pun kita melakukan pekerjaan, hampir tidak ada orang yang akan menganggap keberhasilan kerja kerasnya adalah berkat Tuhan, semua kan menyombongkan pekerjaan mereka dan menjabat tangan mereka sendiri.”

Harus kita akui terkadang Tuhan menjadi jurus terakhir kita ketika kita menemui jalan buntu. Namun, kita perlu menyadari kalau pun kita dapat ingat Tuhan itu juga bukan karena usaha kita, tetapi karena Ia yang telah mencari kita terlebih dahulu. James Montgomery mengatakan:

“Kita tidak pernah mencari Yesus atas kemauan kita sendiri, tanpa pertolongan Roh Kudus. Jikalau kita mencari-Nya, itu hanya karena Dia ada di sana lebih dahulu dan menggerakkan kita untuk melakukannya.”

Apapun pekerjaan kita, satu hal yang pasti kita adalah gereja-Nya. Dia mau kita melibatkan Dia dalam setiap aspek hidup kita. Karena Dia terlebih dulu hadir di dalam gereja-Nya ini. Segala usaha kita, ketika kita melakukannya di luar Kristus, maka semuanya akan sia-sia. Leon Morris mengatakan:

“Melayani Kristus dengan kekuatan sendiri, mencoba melakukannya dengan cara kita sendiri, seperti mencoba menangkap Moby Dick (nama seekor paus) dengan menggunakan garpu acar.”

Artinya, ketika gereja-Nya melakukan pekerjaan ataupun pelayanan tanpa Kristus maka hasilnya adalah sebuah kesia-siaan. Yesus pernah mengatakan bahwa “Di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa” (Yoh. 15:5). Dia ingin agar kita kembali kepada Sang Kepala Gereja itu dan mengingatkan bahwa Ia senantiasa hadir dalam kehidupan kita, gereja-Nya.

          2. SANG KEPALA GEREJA MERESTORASI GEREJA-NYA

Yesus tidak hanya hadir dalam gereja-Nya tetapi juga Ia hadir untuk merestorasi gereja-Nya. Dalam Yohanes dicatat restorasi yang dikerjakan oleh Yesus terhadap Petrus. Sesudah mereka makan, perkataan pertama yang ditujukan Yesus secara spesifik kepada Petrus.

Yohanes 21:15-17:

15. Sesudah sarapan Yesus berkata kepada Simon Petrus: “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?” Jawab Petrus kepada-Nya: “Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.” Kata Yesus kepadanya: “Gembalakanlah domba-domba-Ku.”
16. Kata Yesus pula kepadanya untuk kedua kalinya: “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?” Jawab Petrus kepada-Nya: “Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.” Kata Yesus kepadanya: “Gembalakanlah domba-domba-Ku.”
17. Kata Yesus kepadanya untuk ketiga kalinya: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?” Maka sedih hati Petrus karena Yesus berkata untuk ketiga kalinya: "Apakah engkau mengasihi Aku?" Dan ia berkata kepada-Nya: "Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku.”

Di sini diperlihatkan bahwa Yesus bertanya kepada Petrus sebanyak tiga kali. Namun, saat Yesus menanyakan ketiga kali kepada Petrus, Petrus pun menjadi sedih. Mengapa? Leon Morris mengatakan,

“Tidak ada perbedaan di dalam tulisan Yohanes terkait penggunaan dua kata kerja ini (Agapao dan Phileo). Fokus dari pembicaraan Petrus dengan Yesus berkaitan dengan perintah untuk menggembalakan domba milik Yesus, bukan tentang kualitas kasih Petrus untuk Yesus. Petrus menjadi sedih bukan karena Yesus mengubah kata kerja untuk kasih, melainkan Yesus mengajukan pertanyaan yang sama sebanyak tiga kali.”

Kalau kita melihat ayat 17, Petrus menangis bukan karena Yesus mengganti perkataan-Nya, melainkan karena Yesus mengajukan pertanyaan yang sama berturut-turut sebanyak 3 kali. Lalu mengapa Yesus bertanya sebanyak 3 kali kepada Petrus? Jawabannya karena Petrus menyangkal Yesus sebanyak 3 kali. Sebelum kita melihat bagaimana Petrus, gereja-Nya ini mengalami restorasi, kita harus memahami terlebih dahulu, hal apa yang membuat Petrus terjatuh. Penyebabnya adalah rasa percaya yang dia letakkan kepada dirinya sendiri, bukan kepada Yesus. Pada waktu malam sebelum Ia ditangkap, Yesus mengatakan bahwa Dia akan ditangkap, disiksa, dan disalibkan. Dengan sangat berani Petrus berkata, “Tuhan, biarpun mereka semua terguncang imannya karena Engkau, aku sekali-kali tidak.” Lalu Yesus menjawab, “Petrus, sebelum ayam jantan berkokok, engkau telah menyangkal aku 3 kali”. Petrus menjawab lagi, “Sekalipun aku harus mati bersama-sama dengan Engkau, aku tidak akan menyangkal Engkau”. Seolah-olah Petrus berkata begini: “Tuhan, Engkau tidak mengenal aku, Kau tidak tahu isi hatiku, aku tidak akan menyangkal Engkau.” Namun, ketika momen Yesus bertanya ini, Petrus tidak sesombong sebelumnya. Di momen itu Petrus menjawab setiap pertanyaan Yesus dengan mengatakan “Ya Tuhan, engkau tahu bahwa aku mengasihi-Mu.” Petrus mengakui bahwa Yesus mengetahui segala sesuatu, termasuk hatinya.

Allah tahu yang terburuk dari setiap kita dan Ia tetap memilih untuk mengasihi kita.

Jikalau Allah tidak Mahatahu, kita akan menjalani hidup ini dengan ketakutan. Karena kita takut jikalau kita suatu saat jatuh lagi dalam dosa, kita takut Allah berubah dan tidak mengasihi kita lagi. Itu yang terjadi jika Allah tidak Mahatahu. Namun, kita bersyukur Allah mengetahui segalanya, bahkan yang terburuk dari kita, Ia tetap memilih mengasihi kita.

Roma 5:8:

8. Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita ketika kita masih berdosa.

Karena Allah mengetahui segala hal maka Ia juga mengetahui yang terbaik bagi kita.

Murid-murid pada waktu itu mungkin berpikir, “Kalau Petrus bisa menyangkal Yesus sedemikian rupa, jangan-jangan dia masih menyimpan dosa yang lain yang lebih parah”. Atau, “Jangan-jangan Petrus bukanlah murid pilihan”. Tapi Yesus tahu segalanya bahkan hati Petrus. Mungkin kita berpikir Yesus ini agak kejam dengan Petrus. Karena Yesus bertanya kepada Petrus sebanyak tiga kali di depan murid-murid yang lain. Seolah-olah Yesus ingin mempermalukan Petrus. Namun tidak demikian. Justru yang kejam adalah membiarkan masalah ini berlarut-larut di dalam diri Petrus, karena hal ini seperti obat yang pahit tetapi sangat berguna untuk Petrus. Apa yang dilakukan Yesus kepada Petrus bukanlah untuk mempermalukan Petrus, tetapi untuk mengobati Petrus.

Yesus tidak mengucapkan, “Aku memaafkan kalian.” Tetapi kita tahu bahwa Yesus telah memaafkan mereka dan Petrus melalui tindakan-Nya. Tindakan apa? Yesus mengundang mereka makan. Di dalam budaya saat itu, undangan makan merupakan tanda persahabatan. Ketika seorang menerima undangan untuk makan bersama, secara tidak langsung, yang mengundang seperti berkata, “You’re my friend.” Namun, Yesus bukan hanya mengundang Petrus makan, tetapi juga memberikannya tugas untuk menggembalakan domba-domba milik-Nya. Artinya Yesus masih percaya kepada Petrus. Di mata Yesus, Petrus tetaplah seorang pemimpin dan Ia mempercayakan domba-domba-Nya kepada Petrus.

Apa yang Petrus alami mencerminkan apa yang kita alami juga. Bukankah di dalam kita menjalani kehidupan ini kita juga terkadang menjalani dengan self-confident, dengan kepercayaan kepada diri sendiri, karena kita berpikir kita bisa. Sebaliknya, terkadang kita juga menjalani kehidupan ini dengan perasaan bersalah. Setiap kita pasti pernah berbuat dosa dan kesalahan. Apa dampaknya dalam kehidupan kita, jika kita tidak membereskan rasa bersalah itu? Bayangkan apabila Yesus tidak merestorasi Petrus saat itu, bagaimana jadinya pelayanan yang Petrus jalani. Sangat mungkin Petrus menjalani pelayanannya dengan rasa bersalah.

Ketika kita masih menyimpan rasa bersalah kita dan kita tidak menyelesaikannya, hal itu akan berdampak di dalam setiap apa yang kita lakukan. Ketika kita beribadah dan melayani, kita melakukannya untuk menebus kesalahan kita di masa lalu, atas dosa yang kita lakukan. Sewaktu menghadapi pergumulan hidup kita akan berpikir bahwa pergumulan yang terjadi pantas kita terima karena kita pernah melakukan kesalahan di masa lalu. Ketika gereja-Nya menjalani kehidupan dengan rasa bersalah, yang terjadi adalah kita menjalani itu dengan motivasi yang keliru yaitu transaksional. Seharusnya sebagai gereja-Nya, semua yang kita lakukan (pelayanan atau pekerjaan) bukanlah didasari oleh Guilt Driven melainkan Grace Driven. Dia ingin kita menjalani kehidupan kita dengan motivasi yang benar.

         3. BAGAIMANA GEREJA-NYA DIPERSATUKAN?

Kisah di pasal 21 ini mirip seperti kisah di mana Yesus memanggil pertama kali murid-murid-Nya (Luk. 5:1-11). Di situ murid-murid juga gagal menangkap ikan. Yesus kemudian mengarahkan mereka seketika itu juga mereka mendapatkan banyak ikan. Tetapi dari kisah ini kita dapat melihat 2 respons Petrus yang berbeda. Pada bagian pertama yaitu dalam Injil Lukas, setelah mereka mendapatkan ikan yang banyak, Petrus langsung tersungkur di depan Yesus dan mengatakan “Tuhan pergilah dari padaku karena aku seorang berdosa.” Apa yang Petrus lakukan adalah respons yang wajar. Ketika kita orang berdosa berhadapan dengan Alllah yang kudus, kita akan berusaha membuat jarak antara Kristus yang kudus dengan kita yang berdosa. Itulah reaksi Petrus pada perjumpaan yang pertama.

GOSPEL CONNECTION

Kemudian pada kejadian kedua, bukan itu yang Petrus, Petrus menceburkan dirinya dan langsung menghampiri Yesus. Pertanyaannya apa yang membuat Petrus lebih tidak layak untuk datang menghampiri Yesus saat itu karena penyangkalannya, tetapi malah justru menghampiri Yesus? Jawabannya karena pengorbanan Yesus di salib. Saat Petrus langsung menghampiri Yesus, itu bukan karena Petrus memahami makna salib. Kemungkinan besar yang mendorong Petrus untuk melakukan tindakan itu adalah mungkin karena kasihnya kepada Yesus, mungkin juga karena beban kesalahan yang begitu berat dari dirinya dan ia ingin melepaskan itu semua. Terlepas apa yang dipikirkan Petrus waktu itu, saliblah yang membuat Petrus dapat datang kepada Yesus.

Saliblah yang telah melayakkan orang berdosa untuk dapat datang menghampiri Allah yang kudus

Di salib itu Yesus, Sang Kepala Gereja, dihina, disiksa, dikhianati, bahkan dibunuh di tangan jemaat-Nya sendiri. namun, Yesus berseru kepada Bapa: “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” Sehingga melalui salib itu, jemaat-Nya yang meninggalkan-Nya, jemaat-Nya yang tidak pantas dikasihi, jemaat-Nya yang menyangkal Dia, jemaat-Nya yang menyalibkan Dia, diselamatkan dan dipersatukan dengan Sang Kepala Gereja. Itulah yang membuat Petrus dapat datang kepada Yesus.

Tidak ada dosa yang terlalu besar yang tidak dapat diampuni-Nya. Anugerah-Nya jauh lebih besar melampaui dosa dan kesalahan kita.

Richard Sibbes mengatakan:

            “There is more mercy in Christ than sin in us”. 

Kalau kita melihat pelayanan Petrus selanjutnya, kita bisa melihat dampak Injil dalam hidupnya dari tulisannya 1 Petrus 5:1-4. Petrus adalah orang yang implusif, ceplas-ceplos, emosional, tetapi kok Petrus bisa menuliskan surat yang sangat lembut ini? Selain karena tuntunan Roh Kudus, ini terjadi karena Petrus telah mengalami terlebih dahulu bagaimana Sang Gembala Agung itu menggembalakan dia. Apa yang dia tuliskan itu adalah apa yang telah Yesus lakukan di dalam hidupnya.

Pertanyaan Reflektif

  • Apa yang selama ini menjadi dasar dari setiap pekerjaan atau pelayanan yang kita lakukan? Self Confidance, guilt atau Gospel?
  • Sadarkan kita bahwa Ia senantiasa hadir di dalam hidup kita, mendampingi di dalam setiap musim hidup kita?

Gospel Response

  • Bertobatlah dari bersandar pada kekuatan sendiri ataupun hidup dalam rasa bersalah. 
  • Terus memandang kepada karya salib-Nya yang telah merestorasi hidup kita dan menyatukan kita sebagai gereja-Nya.

Implikasi Injil

  • Kita dapat menjalani hidup dengan satu keyakinan bahwa Sang Kepala Gereja beserta dengan kita.
  • Kita dapat bekerja dan melayani tanpa kesombongan dan juga tanpa dihantui rasa bersalah.
  • Kita senantiasa rindu untuk memberitakan kabar baik Injil yang telah kita alami di dalam hidup kita.