Pengampunan Dosa

THE APOSTLES CREED WEEK 12 "Pengampunan Dosa" 

Ps. Lius Erik


Pembacaan                : Yohanes 21:1:19

Kita sudah memasuki minggu kedua belas dengan judul “Pengampunan Dosa”. Mengapa Frasa Pengampunan dosa ini harus dicantumkan di dalam pengakuan iman rasuli? Karena sebagai orang percaya, kita menyadari bahwa kita adalah orang berdosa, namun pada saat yang sama kita mengakui adanya pengampunan dosa dari Allah kepada umat-Nya. Terkait Frasa Pengampunan dosa, sekalipun frasa ini begitu singkat, terdiri dari dua kata saja, namun kebenaran di balik frasa ini sangat menakjubkan. Karena Frasa ini menegaskan akan realitas keadaan terburuk manusia berdosa di hadapan Allah yang kudus. Namun frasa ini juga mengungkapkan kemuliaan akan kasih karunia Allah terhadap manusia berdosa melalui Salib Kristus.

Hari-hari ini gereja-gereja sangat jarang mengkhotbahkan tentang betapa pentingnya pengampunan dosa. Banyak gereja yang cenderung abai dengan betapa pentingnya bagi gereja-Nya untuk mengetahui, mendeklarasikan, bahkan merayakan akan pengampunan dosa. Albert Mohler menjelaskan mengapa pentingnya pengampunan dosa itu:

“Tanpa pengampunan dosa – Tidak akan ada Injil, tidak akan ada harapan bagi umat Allah, karena tidak akan ada umat Allah.”

Bahkan, bukankah Yesus pun mengajarkan akan pengampunan dosa ini di dalam doa Bapa kami yang Ia ajarkan kepada kita. Namun sebelum kita memahami akan betapa pentingnya arti pengampunan dosa, kita terlebih dahulu harus menyadari siapa kita seperti yang Alkitab katakan, yaitu bahwa kita adalah orang berdosa, sehingga ketika kita menyadari akan hal itu, kita tahu mengapa kita membutuhkan pengampunan dosa itu. Sebab ketika kita gereja-Nya menolak dan mengabaikan makna Alkitabiah tentang betapa berdosanya kita, dan betapa mengerikannya dosa, maka hal tersebut justru memudarkan keindahan kuasa dan kemegahan akan Injil Yesus Kristus.

Kita tahu saat ini kita hidup di dalam dunia yang telah mereduksi makna akan dosa. Kalau kita perhatikan, banyak hal yang dahulu dunia anggap dosa, sekarang tidak lagi dianggap dosa. Dunia saat ini menganggap dosa hanya sebagai sebuah masalah perilaku dan masalah moral, yang dapat diselesaikan dengan perbaikan perilaku atau perbaikan moral saja. Padahal dosa adalah masalah yang sangat serius.

Dosa adalah akar dari setiap permasalahan yang ada di dunia ini. Alkitab mengatakan dengan jelas bahwa sejak manusia pertama jatuh ke dalam dosa, maka sejak saat itu semua manusia berdosa dan memberontak kepada Allah (Roma 3:10-12). Martyn Lloyd Jones pernah mengatakan:

“Alasan mengapa banyak orang Kristen tidak mengalami sukacita yang sejati adalah karena mereka tidak pernah mengalami perasaan duka yang mendalam karena dosa.”

Banyak orang Kristen yang ingin memiliki sukacita namun terlepas dari perasaan duka karena dosa.  Itu tidak mungkin.  Perasaan duka yang mendalam karena dosa adalah sangat penting di dalam pertobatan yang sejati. Dosa sangat serius karena dosa yang kita lakukan adalah seperti kepalan tinju yang kita arahkan kepada Allah. Sewaktu kita berdosa, kita sesungguhnya sedang membalas anugerah Allah  dengan kekejian.

“Sesungguhnya kita tidak akan pernah bisa benar-benar mengerti akan makna pengampunan dosa kecuali kita mengerti betapa seriusnya dosa dan akibat dari dosa.”

Oleh sebab itu, hari ini kita akan bersama merenungkan akan makna dari frasa pengampunan dosa ini melalui perenungan yang terambil dari Injil Yohanes

Pembacaan : Yohanes 1:9-18
 9 Terang yang sesungguhnya, yang menerangi setiap orang, sedang datang ke dalam dunia.
10 Ia telah ada di dalam dunia dan dunia dijadikan oleh-Nya, tetapi dunia tidak mengenal-Nya.
11. Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak menerima-Nya.
12. Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya;
13. orang-orang yang diperanakkan bukan dari darah atau dari daging, bukan pula secara jasmani oleh keinginan seorang laki-laki, melainkan dari Allah.
14. Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.
15. Yohanes memberi kesaksian tentang Dia dan berseru, katanya: "Inilah Dia, yang kumaksudkan ketika aku berkata: Kemudian dari padaku akan datang Dia yang telah mendahului aku, sebab Dia telah ada sebelum aku.”
16. Karena dari kepenuhan-Nya kita semua telah menerima kasih karunia demi kasih karunia;
17. sebab hukum Taurat diberikan oleh Musa, tetapi kasih karunia dan kebenaran datang oleh Yesus Kristus.
18. Tidak seorangpun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakan-Nya.

Ada 3 poin yang kita pelajari dari khotbah minggu ini:

          1. DAMPAK DARI KEGELAPAN DOSA

Hari ini perenungan kita kembali kepada bagian dari awal (Prolog) Injil Yohanes. Kita tahu bahwa Prolog dari Injil Yohanes ini sangat kuat menekankan akan Ketuhanan Yesus. Yesus adalah Allah pencipta. bersama dengan Allah Bapa dan Allah Roh Kudus. Ketiga pribadi ini saling bersinergi di dalam penciptaan.

Di bagian surat yang lain, tepatnya di dalam Kolose 1:15-16, Paulus juga menekankan siapa Yesus itu. Ia dengan jelas mengatakan: 

15.Ia (Yesus) adalah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan, 
16.Karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun Kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia.

“Yesus adalah Allah pencipta. Tanpa Yesus, tidak ada yang dapat diciptakan. ARTINYA, segala sesuatu yang ada di alam semesta ini beserta segala isinya diciptakan oleh Yesus. Dan sebagai gambar Allah yang tidak kelihatan, maka apa pun yang Yesus lakukan selalu mengarah kepada Allah Bapa.”

Kemudian pada ayat ke 9-11, Yohanes mengatakan bahwa Yesus, yang pada bagian ini dikatakan sebagai “Terang yang sesungguhnya” telah berada di dunia ciptaan-Nya. Namun dikatakan dunia yang Ia ciptakan tidak mengenal Dia. Bahkan yang lebih tragis dari itu semua adalah: “Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang yang dikatakan “kepunyaan-Nya” itu tidak menerima Dia.

Tujuan dari Injil Yohanes ini ditulis adalah untuk semua orang, baik orang Yahudi maupun non Yahudi. Jadi kemungkinan besar, kata “dunia” di sini mengacu kepada bangsa-bangsa lain di luar bangsa Yahudi, sedangkan milik-Nya mengacu kepada Orang-orang Yahudi. Jadi baik orang-orang Yahudi maupun non Yahudi ini memiliki masalah yang sama, yaitu mereka menolak Yesus.

Pertanyaannya adalah: Mengapa mereka dikatakan tidak mengenal Dia? Bahkan mengapa mereka yang dikatakan milik kepunyaan-Nya ini tidak menerima Yesus yang diumpamakan sebagai Terang itu? Normalnya, terang adalah sesuatu yang tidak perlu kita ceritakan atau informasikan kepada orang lain. Kenapa? Karena kita semua pasti dapat merasakan dan melihat terang itu.Kalau semisal kita berada di sebuah ruangan yang gelap, kita tidak dapat melihat apapun, tapi kemudian ada secercah cahaya, saya percaya kita semua akan mengalihkan pandangan kita kepada cahaya itu. Karena mata kita secara otomatis akan melihat kepada terang itu. Namun mengapa orang-orang itu tidak dapat istilahnya melihat Terang itu?

Arthur Pink mengatakan seperti ini:

“Ketika matahari bersinar dengan segala keindahannya, siapakah yang tidak menyadari akan fakta tersebut? Siapa yang perlu diberitahu akan matahari yang bersinar itu? Orang Buta!”

Sesungguhnya kita tidak perlu menceritakan keberadaan akan terang. Keberadaan terang hanya dapat kita ceritakan kepada mereka yang tidak dapat melihat terang itu, yaitu orang yang buta. Yesus datang sebagai terang, Dia yang menciptakan dunia ini, namun dunia seolah Buta sehingga tidak dapat melihat Terang itu.

            “Kegelapan akan dosa membuat dunia tidak dapat melihat terang Allah.”

Bahkan Yesus datang kepada milik kepunyaan-Nya, yang mengacu kepada orang-orang Israel, yang kepada mereka Allah telah memilih mereka, tapi mereka bukan menyambut Dia, tapi malah menolak Dia. Kerusakan akibat dosa membuat ciptaan tidak dapat mengenal sang Pencipta, bahkan ciptaan justru memberontak terhadap sang Pencipta.

Yohanes 1:9

9. Terang (Alethinos) yang sesungguhnya, yang menerangi setiap orang, sedang datang ke dalam dunia.

Yohanes menggunakan kata Alethinos pada kata “terang yang sesungguhnya,” yang artinya di dalam Bahasa Inggris adalah true, yang mengarah kepada keaslian atau keutuhan, sebagai lawan dari “sebagian.” Jadi pada bagian ini Yohanes menekankan bahwa sang terang itu, yaitu Yesus sendiri adalah terang yang sejati atau terang yang utuh, bukan terang yang sebagian. Hal ini menekankan bahwa ada terang yang lain, yaitu terang sebagian, atau terang yang tidak lengkap. Bahkan ada juga terang yang palsu. Akibat dari dosa, maka kecenderungan kita adalah untuk lebih mengikuti terang yang lain, yang sebagian itu, bahkan terang yang palsu.

Dosa membuat manusia lebih memercayai terang yang lain sehingga tidak dapat mengenali terang yang sejati.”

Dulu mungkin Para Rabi Israel menyebut bahwa Taurat Musa adalah terang dunia, namun sebenarnya tidak utuh. Ada juga mungkin pada waktu itu ajaran Injil-Injil lain, yang adalah terang yang palsu. Maka dunia saat ini dibombardir dengan terang-terang lain yang palsu yang kita pikir akan memberikan jalan keluar dan kepuasan di dalam hidup kita. Harta, popularitas, pencapaian, kesuksesan adalah terang-terang palsu yang membawa kepada kebinasaan.

John Stott menambahkan:

“Kita tidak perlu ragu untuk menegaskan Kembali bahwa kehidupan tanpa Tuhan (betapapun baiknya fisik dan mental orang tersebut) adalah kematian yang hidup, dan bahwa mereka yang menjalaninya adalah mati bahkan ketika mereka masih hidup.”

          2. ALLAH YANG PENUH KASIH KARUNIA & KEBENARAN

Bagaimana orang berdosa dapat menerima Yesus dan menjadi anak-anak Allah? 

Yohanes 1:12-14

12. Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya;
13. orang-orang yang diperanakkan bukan dari darah atau dari daging, bukan pula secara jasmani oleh keinginan seorang laki-laki, melainkan dari Allah.
14. Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.

Pada ayat ke-14 kita melihat ada 2 sifat Allah yang dinyatakan melalui pribadi Yesus Kristus, yaitu “Allah yang penuh kasih karunia” dan “Allah yang penuh kebenaran.” Kedua hal ini tidak bisa dipisahkan. Kita melihat lebih dulu akan Allah yang penuh kasih karunia.

Grace atau kasih karunia adalah kata yang banyak digunakan di dalam tulisan Lukas dan surat-surat Paulus. Sementara di dalam Injil Yohanes, kata “Kasih Karunia” hanya di gunakan di dalam pasal pertama saja, yaitu di dalam ayat 14, 16 dan 17. Jujur terkadang ketika kita berpikir tentang Allah, kita berpikir tentang Power (Kekuatan), Kuasa, dan Penghakiman. Seperti Allah yang mungkin kita pikirkan di dalam Perjanjian Lama.

Sesungguhnya kasih karunia menunjukkan kemiskinan dari umat manusia dan kekayaan kasih Allah yang tidak terbatas”

Paulus dalam Efesus 2:8-9 mengungkapkan bahwa keselamatan itu adalah karena kasih karunia, tanpa andi kita. Tapi sayangnya di dalam mengaplikasikan kebenaran Injil tersebut, banyak orang yang merasa perlu untuk melakukan sesuatu untuk mendapatkan keselamatan itu. Banyak orang berpikir seperti ini: “Saya harus banyak berbuat baik, rajin ibadah, tidak melakukan kejahatan supaya saya selamat dan masuk surga. Perbuatan saya lah yang menentukan keselamatan saya.”

Sedangkan Injil tidak mengajarkan itu. Injil mengajarkan kita akan betapa rusaknya kita manusia dan betapa kita membutuhkan Tuhan dalam hidup ini. Dan kita sadar bahwa kasih karunia, iman, bahkan keselamatan itu adalah hadiah dari Allah kepada kita.

Mengenai Allah yang penuh kebenaran. Kata “truth” atau kebenaran muncul sebanyak 25 kali di dalam Injil Yohanes. Misalnya di dalam Yoh 14:6, Yesus mengatakan “Akulah jalan, kebenaran hidup. Lalu di dalam Yoh 14:16-17, Yesus menyebut Roh Kudus sebagai Roh Kebenaran. Dan juga di dalam Yoh 17:17, Yesus mengatakan bahwa Firman-Mu adalah kebenaran. Terkadang kita memahami kebenaran hanya sebagai kebalikan dari kebohongan atau dusta. Namun sebenarnya makna dari kebenaran tidak hanya sebatas itu, tetapi lebih dalam dari itu. Kata kebenaran pada bagian ini bukanlah sesuatu yang dapat kita ketahui di luar Allah. Namun Kebenaran adalah salah satu sifat dan karakter Allah. Dan kita dapat melihat sifat dan karakter Allah itu di dalam pribadi Yesus Yesus, Sang Firman itu adalah perwujudan akan Kebenaran dan juga kasih karunia itu. Keduanya tidak dapat berdiri sendiri. Di dalam diri Yesus lah kita dapat melihat akan kasih karunia dan kebenaran Allah berpadu.

Sekalipun mungkin hari-hari ini kita hidup di dalam dunia yang sangat menghidupi paham relativisme, yang menekankan bahwa tidak ada kebenaran mutlak. Menurutmu salah, menurut saya belum tentu. Misalnya soal LGBT, kita tahu bahwa hal itu salah dan dosa karena bertentangan dengan Firman Tuhan. Tapi buat orang lain belum tentu seperti yang kita pikirkan. Namun sebagai orang percaya, kita memiliki dasar kebenaran dari apa yang kita hidupi, yaitu Firman Allah. Dan Allah kita bukan hanya Allah yang penuh dengan kasih karunia, namun Ia juga adalah Allah yang menghendaki adanya kebenaran di dalam diri umat-Nya.

Yesus sendiri mengatakan di dalam Yohanes 3:21

21. Tetapi barangsiapa melakukan yang benar, ia datang kepada terang, supaya menjadi nyata, bahwa perbuatan-perbuatannya dilakukan dalam Allah

Namun di dalam keberdosaan kita, yang kadangkala terjadi di dalam kehidupan kita sebagai gerejanya adalah, kita menjalani salah satu itu saja. Entah Kasih karunia, ataukah kebenaran. Atau bahkan kita tidak menjalani keduanya. Hal ini dapat terjadi di dalam kehidupan kita. 

Misalnya di dalam mendidik anak, ada kecenderungan orang tua memberikan kasih-kasih-kasih, namun tanpa kebenaran. Dan sebaliknya ada juga yang mendidik anaknya dengan kebenaran demi kebenaran tanpa kasih karunia. Tidak hanya di dalam mendidik anak. Mungkin dalam aspek yang lain tanpa sadar kita melakukannya. Di dalam pernikahan kita, di dalam pekerjaan kita, atau mungkin juga di dalam pelayanan yang kita lakukan. Hal ini tidak sejalan dengan kebenaran Firman Tuhan.

Randy Alcorn mengatakan:

“Banyak kesalahan terjadi di dalam kehidupan pernikahan, pelayanan, dan relasi lainnya yang mengalami kegagalan di dalam menjalankan kasih karunia dan kebenaran. Terkadang kita mengabaikan keduanya. Seringkali kita memilih hanya salah satu.”

John Stott menambahkan:

“Kasih kita akan tumbuh lunak jika tidak diperkuat dengan kebenaran, dan kebenaran kita akan tumbuh keras jika tidak dilembutkan dengan kasih.”

Hal ini yang kadangkala terjadi di dalam kehidupan kita bukan. Apa yang terjadi seandainya kita hanya melakukan kasih karunia tapi tanpa kebenaran? Dan sebaliknya, apa yang terjadi seandainya kita hanya melakukan kebenaran namun tanpa kasih karunia? Kita sering mendengar mungkin tension mengenai hal ini ya di gereja ini.

Kasih karunia seandainya dilakukan tanpa kebenaran, maka akan membuat kita menjadi orang-orang yang liberal. Ketika ada saudara kita melakukan kesalahan yang tidak sejalan dengan kebenaran Injil, kita tidak mau menegor dengan alasan kasih. Sebaliknya, Kebenaran, jikalau kita melakukannya tanpa kasih, akan akan membuat kita menjadi orang-orang yang kejam dan legalis. Kita akan selau menuntut, menuntut dan menuntut, Karena kita berusaha menjadi pembela kebenaran.

“Kasih karunia dan kebenaran tidak dapat dipisahkan. Ketika kasih karunia dan kebenaran dipisahkan, maka yang terjadi adalah ketimpangan.”

          3. BAGAIMANA ORANG BERDOSA DIAMPUNI?

Yohanes 1:14

14. Firman itu telah menjadi manusia, dan diam (Eskenosen – mendirikan tenda) di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.

Perhatikan frasa Firman itu telah menjadi manusia dan diam diantara kita. Frasa ini menjelaskan akan doktrin Inkarnasi Kristus. Di dalam bahasa aslinya kata menjadi manusia seharusnya menjadi daging. Jadi frasa ini seharusnya berbunyi “Firman itu telah menjadi daging”, untuk menekankan bahwa Yesus selain Allah yang sejati, juga adalah manusia yang sejati.Karena pada waktu itu, ada beberapa ajaran yang meragukan akan kemanusiaan Yesus. Jadi kemungkinan besar Yohanes menuliskan “Firman itu menjadi daging” untuk mengcounter ajaran-ajaran tersebut.

Sewaktu Yesus ada di dunia ini, dengan natur manusia yang ditambahkan kepada-Nya, maka Yesus  dapat berpikir dan merasakan seperti kita dapat berpikir dan merasakan.Yesus merasakan sukacita, kesedihan dan perasaan lain seperti yang kita rasakan.Oleh karena itu, Yesus dapat bersimpati dengan apa yang kita alami dan rasakan. Karena Yesus juga adalah manusia yang sejati.

C.S. Lewis menuliskan tentang Inkarnasi Yesus seperti ini:

“Mukjizat utama yang yang ditegaskan oleh umat Kristen adalah inkarnasi. Mereka berkata bahwa Allah mengambil rupa menjadi manusia. Dia turun dan naik kembali untuk membawa dunia yang telah hancur bersama-Nya.”

Namun Yohanes tidak hanya menuliskan bahwa Sang Firman itu turun menjadi daging, tapi juga diam diantara kita. Kata diam, di dalam bahasa aslinya tadi adalah eskenosen,  bisa diartikan mendirikan tenda. Di dalam bahasa lainnya, kata ini sering disebut dengan bertabernakel. Jadi dengan kata lain Yohanes ingin mengatakan “Sang Firman bertabernakel diantara kita.” Ketika kita mendengar kata tebernakel atau kemah suci, maka setiap kita pasti akan teringat dengan Tabernakel yang ada di dalam Perjanjian Lama. Tabernakel di dalam Perjanjian Lama adalah tempat di mana Allah berdiam di tengah bangsa Israel. Di dalam Tabernakel itu ada ruang yang di sebut Ruang maha kudus, di mana ruangan ini hanya dapat di masuki oleh seorang imam besar. Dan Allah hadir dan berbicara kepada Imam besar di ruang maha kudus ini.

Gospel Connection:

Segala hal tentang Tabernakel yang ada di dalam PL merupakan cerminan yang mengarahkan kita kepada Yesus, yang dating bukan hanya untuk bertabernakel, tapi Dialah Tabernakel itu sendiri. Ada beberapa hal yang dapat kita lihat dari keterkaitan itu.

Pertama, Tabernakel di berikan Allah kepada bangsa Israel sewaktu mereka mengembara di padang gurun. Demikian juga dengan Yesus. Dunia ini bukanlah rumah-Nya yang sesungguhnya. Yesus hidup sebagai orang asing sewaktu di dunia ini. Yesus sendiri yang mengatakan serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tapi Anak Manusia tidak memiliki tempat. 

Kedua, Tabernakel memiliki tampilan yang sederhana dibandingkan dengan pyramid yang ada di Mesir, atau bangunan lain di peradaban waktu itu. Tidak ada sesuatu yang indah kalau kita melihat dari luar. Begitu pula dengan Yesus, Dalam nubuatannya tentang Yesus, Yesaya mengatakan Ia tidak tampan dan semaraknya pun tidak ada sehingga kita memandang Dia, dan rupa pun tidak sehingga kita menginginkan-Nya.     

Ketiga, Tabernakel pada waktu itu adalah pusat dari perkemahan bangsa Israel. Beberapa suku Israel berkemah mengelilingi Tabernakel yang melambangkan kehadiran Allah sebagai pusatnya. Bukankah hal ini juga melambangkan Yesus? Dia yang menjadi pusat hidup orang percaya. Yesus senantiasa menjadi pusat di dalam setiap yang kita lakukan, apa yang kita percayai, dan apa yang kita harapkan. 

Keempat, Tabernakel, adalah tempat di mana korban dipersembahkan untuk pengampunan dosa. Di Tabernakel itu ada hewan-hewan yang dikorbankan sebagai tebusan atas setiap kesalahan dan dosa yang dilakukan. Hal ini sangat penting karena menunjukkan bahwa orang berdosa pada waktu itu tidak dapat datang kepada Tuhan kecuali melalui pengorbanan.

Ibrani 9:22 mengatakan:

22. Tanpa penumpahan darah, maka tidak akan ada pengampunan dosa. 

Dengan jalan yang sama, kita yang adalah orang berdosa tidak akan dapat datang mendekat kepada Allah yang kudus, kecuali melalui pengorbanan yang dilakukan Yesus, yang melalui “tarbernakel daging” mempersembahkan diri-Nya di atas salib sebagai korban pengampunan dosa.

Salib merupakan tempat Allah mendemonstrasikan kasih karunia dan kebenaran-Nya.

Di salib, cawan murka Allah dinyatakan atas dosa manusia. Di salib yang sama, Allah menyatakan kasih karunia-Nya, karena Yesus yang menanggung cawan murka Allah yang seharusnya kita tanggung.

Di atas salib itu, Yesus memberikan diri-Nya sebagai kurban yang sempurna. Dialah Anak Domba Allah yang menganggung dosa umat-Nya. Sehingga saat kita memandang kepada salib kita tahu bahwa orang berdosa telah diampuni.

Pertanyaan Reflektif

  • Bagaimana kita memandang diri kita di hadapan Tuhan?
  • Sadarkah kita akan betapa besar pengorbanan-Nya di salib yang menggantikan kita dan mengampuni setiap dosa kita?

Gospel Response

  • Bertobat dari menganggap murah kasih dan pengorbanan-Nya bagi kita 
  • Menyadari bahwa kita orang berdosa yang senantiasa membutuhkan anugerah pengampunan-Nya

Implikasi Injil

  • Kita dimampukan untuk mengampuni orang lain, karena Allah telah mengampuni kita terlebih dahulu.
  • Kita belajar untuk memberikan kasih karunia dan pada saat yang sama berani untuk menyatakan kebenaran kepada orang lain.
  • Senantiasa bersyukur atas anugerah pengampunan yang Ia berikan.