Pembacaan : Yohanes 6:16-21
Kita ada di dalam khotbah berseri kredo rasuli dan ini adalah minggu yang kelima dan kalau minggu lalu kita belajar “Yesus Kristus AnakNya Tunggal” dan hari ini kita akan ada terusannya yaitu “Yesus Kristus Tuhan Kita”. Nah kenapa kok kita bicara tentang kredo rasuli? Kredo rasuli sendiri tidak memiliki otoritas pada dirinya sendiri tetapi mencerminkan terang firman Allah yang hidup melalui kredo rasuli. Kita mau mempelajari kosakata Iman dari Kitab Yohanes makanya kita selalu bahas Kitab Yohanes untuk memberikan gambaran iman Kristen secara holistik baik secara doktrin maupun artinya bagi hidup kita. Itulah sebabnya hari ini kita akan membahas Yesus Kristus Tuhan Kita dan teks kita adalah 5 ayat.
Baca : Yohanes 6:16-21
Banyak sekali orang berkata begini, “Aku berdoa kepada Tuhan”, “Aku percaya Tuhan”, “Aku kenal Tuhan”. Tetapi apakah kita mengerti dan mengenal Tuhan?
1 Korintus 12:3 dikatakan, “Tidak ada seorang pun, yang dapat mengaku: ‘Yesus adalah Tuhan’, selain oleh Roh Kudus.” Tentu saja, kalau mengaku dengan lidah dan suara kita bisa melakukannya. Namun arti dari ayat ini adalah meski orang banyak mengira mereka mengenal Tuhan dan percaya Tuhan, namun benar-benar beriman dan mendasarkan kepercayaan mereka bahwa Yesus adalah Tuhan itu adalah makna yang sangat berbeda. Kadang kita mendengar orang percaya kepada Tuhan karena dia dipelihara oleh Tuhan, dia mengalami mujizat. Pertanyaannya apakah jika tidak ada mujizat mereka masih percaya pada Tuhan? Bagaimana jika mujizat yang dia inginkan tidak terjadi? Apakah Yesus masih tetap menjadi Tuhan? Itulah sebabnya minggu ini dengan melihat Kredo Rasuli ini kita akan melihat arti bahwa Yesus adalah Tuhan kita. Ada 3 poin dalam khotbah ini, yaitu:
1. APA ARTI YESUS KRISTUS ADALAH TUHAN?
Yohanes 6:18-19 dikatakan,
“Sedang laut bergelora karena angin kencang. Sesudah mereka mendayung kira-kira dua tiga mil jauhnya, mereka melihat Yesus berjalan di atas air mendekati perahu itu. Maka ketakutanlah mereka”
Waktu kita baca ayat ini, yang kita perhatikan adalah Yesus berjalan di atas air. Namun, yang perlu kita perhatikan adalah Yesus bukan hanya sekadar berjalan di atas air, namun Dia berjalan melintasi badai. Yesus bukan hanya mengalahkan hukum gravitasi yang membuat Dia bisa berjalan di atas air, tapi Ia melintasi badai. Orang zaman dahulu menganggap badai di lautan dipenuhi dengan kekuatan yang tidak dapat dikendalikan, dipenuhi dengan hal-hal yang menakutkan, tak terpahami yang bisa menyapu, menenggelamkan, dan membinasakan.
Ingat kisah Yesus tidur saat perahu-Nya bersama dengan murid-murid diterjang badai. Dalam Markus 4:39-41,
“Ia pun bangun, menghardik angin itu dan berkata kepada danau itu: ‘Diam! Tenanglah! Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali. Mereka menjadi sangat takut dan berkata seorang kepada yang lain: ‘Siapa gerangan orang ini, sehingga angin dan danau pun taat kepada-Nya?”
Waktu Yesus dibangunin, Dia langsung mengatakan kepada badai itu diam dan tenanglah. Dia tidak melakukan gerakan-gerakan seolah-olah seperti penyihir untuk menghentikan badai, tetapi Dia hanya berkata kepada danau itu. Dan murid-murid pun menjadi takut, karena mereka heran Yesus dapat menghentikan badai yang dapat menenggelamkan dan membinasakan itu.
1A. Yesus adalah Tuhan yang berdaulat mutlak atas alam semesta serta seluruh aspek & elemen kehidupan.Yesus bukan hanya berjalan di atas air dan melakukannya dengan tenang, tetapi Yesus memiliki kekuasaan yang penuh atas segala aspek kehidupan termasuk elemen-elemen yang paling tidak terduga dan yang paling menakutkan sekalipun. Mungkin kita sedang mengalami badai dalam kehidupan kita. Di saat semuanya terlihat baik-baik saja, tiba-tiba datang badai menerpa. Duit kita hilang, kesehatan kita terganggu, hubungan kita hancur, hidup kita bisa kacau balau. Apa pun badai yang kita alami, kalau kita punya dan memiliki Yesus, kita harus mengingatkan pada diri kita, mengkhotbahkan Injil kepada diri kita bahwa Yesus adalah Tuhan yang berdaulat. Karena kadang Ia bisa membuat badai itu tenang, kadang juga Ia bisa membuat badai itu ada namun Ia mengarungi badai itu, melintasi badai itu, namun Ia bersama dengan kita.
Yohanes 6:20 tertulis:
“Tetapi Ia berkata kepada mereka: ‘AKU INI, jangan takut!’”.
Kata “Aku ini” atau ego eimi (I Am), langsung terhubung dengan nama yang digunakan oleh Allah di Perjanjian Lama. Ini adalah klaim eksplisit atas identitas dan keilahian Yesus yang sama dengan YHWH – sang pencipta, yang ada sebelum segala sesuatu dan yang tidak bergantung pada apapun. Yesus mengatakan bahwa Ia tidak hanya berdaulat atas sesuatu, tetapi Dialah Allah itu sendiri.
1B. Yesus adalah Tuhan di atas segala tuhan (Ultimate/Tertinggi). Aku (Yesus) adalah sebab bagi semua keberadaan. Aku (Yesus) tidak hanya ada karena sesuatu, tetapi sebenarnya segala sesuatu ada karena Aku (Yesus).
“Aku adalah Aku” artinya Tuhan tidak memiliki penyebab. Yesus tidak ingin kita melihat Dia sebagai sumber kekuatan yang cuma menguatkan kita. Yesus adalah Tuhan yang tertinggi. Dia bukan hanya sumber kekuatan, tetapi Dia adalah Sang sumber kekuatan itu sendiri.
Dalam Kolose 1:15-17,
“Ia adalah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan, karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia. Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu dan segala sesuatu ada di dalam Dia.
Yesus adalah keberadaan & kekuatan. Jadi segala sesuatu yang memiliki keberadaan, itu asalnya adalah Yesus. Dan kekuatan dari semua kekuatan yang ada di dunia itu dipinjamkan dari Dia dan bergantung kepada-Nya. Jadi ini adalah klaim yang luar biasa.
Kita mungkin sering mendengar pengkhotbah-pengkhotbah yang mencoba menawarkan Yesus seperti orang jualan. “Maukah engkau menerima Yesus?” “Hidupmu kacaukan? Terima Yesus nanti hidupmu akan teratur”. Seakan-akan Yesus itu tukang betul-betul in hidupnya orang. Tugas dan otoritas siapa Dia, bukan tukang tetapi Dia adalah Tuhan. Segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia.
Mungkin ada yang bertanya, “Kok Tuhan itu narsis banget ya? Segala sesuatu harus memuliakan Tuhan, memuji Dia, Tuhan kok narsis?” Justru adalah sesuatu kasih dari Tuhan untuk kita memuliakan Tuhan. Karena di luar kemuliaan Tuhan tidak ada kebahagiaan. Di luar kemuliaan Tuhan tidak ada ketenangan. Di luar kemuliaan Tuhan tidak ada keteraturan. Malahan kita diciptakan untuk kemuliaan Tuhan. Ada hal yang sangat penuh kasih kalau kita diminta untuk hidup bagi kemuliaan Tuhan. Bukan karena Tuhan narsis, namun karena kita diciptakan untuk kemuliaan Tuhan.
Makanya karena dosa kita selalu mencari kemuliaan diri sendiri. Kita cari kemuliaan dan seakan-akan ada yang hilang. Yang hilang itu bukan kemuliaan diri kita, yang hilang adalah kemuliaan Tuhan. Apakah kita hidup bagi Tuhan, di dalam Tuhan dan bagi kemuliaan Tuhan? Dialah yang paling utama, apakah kita mengutamakan Dia? Dialah Sang kasih itu, apakah kita mencintai Dia seperti Tuhan mencintai kita?
Kalau kita percaya pada Tuhan itu tidak bisa setengah-setengah. Kalau kita lagi butuh sesuatu maka kita percaya pada-Nya. Kita berdoa, beribadah, puasa, mendengar khotbah, dll. Tapi begitu kebutuhan kita terpenuhi, Yesus langsung disingkirkan, hanya jadi aksesoris, bahkan seperti alat yang dapat digunakan. Kalau memang Yesus adalah Tuhan, maka tidak ada pilihan lain. Yesus harus jadi pusat kehidupan kita. Dalam jodoh, siapa yang mengatur itu semua? Dalam mengatur keuangan, dalam keluarga, dan setiap aspek hidup kita. Kita perlu menaruh Dia sebagai pusat hidup kita.
Yohanes 6:19b-20,
“Mereka melihat Yesus berjalan di atas air mendekati perahu itu. MAKA KETAKUTANLAH MEREKA. Tetapi Ia berkata kepada mereka: ‘Aku ini, jangan takut!”
Murid-murid menjadi sangat ketakutan ketika Yesus mendekati perahu mereka kenapa?
1C. Yesus adalah Tuhan yang kudus. Para murid ketakutan karena mereka menyadari bahwa mereka berhadapan dengan seseorang pribadi yang sama sekali berbeda. Reaksi ini mirip seperti yang dialami Musa ketika berhadapan dengan kekudusan Tuhan di semak belukar yang tidak terbakar. Tuhan berkata “Aku adalah Aku”, Musa langsung tersungkur karena kesucian Tuhan dinyatakan kepadanya. Sekarang, seperti kesucian Tuhan dinyatakan kepada Musa dalam bentuk api di semak belukar, begitu pula kesucian Yesus dinyatakan kepada murid-murid dalam bentuk lautan dan badai. Bahkan murid-murid lebih merasa takut di hadapan Yesus dibandingkan takut terhadap badai. Ternyata ada badai yang lebih besar di hati para murid dibandingkan badai yang ada di luar (lautan).
Murid-murid itu nelayan, mereka sudah terbiasa dengan badai. Meskipun lautan itu agak mengerikan, tetapi itu sudah biasa bagi mereka. Tetapi, ketika murid-murid itu berhadapan dengan Yesus mereka mengalami ketakutan waktu Yesus menghampiri kapal mereka. Saat manusia yang terbatas dan berdosa bertemu dengan Tuhan yang kudus, yang menunjukkan kekudusan-Nya, kedaulatan-Nya. Tuhan yang dahsyat, yang berdosa, yang terbatas, yang lemah pasti tersungkur ketakutan.
Di dalam kehidupan kita, di dalam hati kita ada badai. Kita perlu bertobat dan bertemu dengan Tuhan karena hidup kita berantakan. Waktu kita mendengar firman dan Injil, kita merasa tidak nyaman. Karena kita yang berdosa bertemu dengan Tuhan yang kudus.
Kalau ada badai dalam hati kita, itu karena ada kekudusan Tuhan. Kekudusan Tuhan menyebabkan badai di dalam rasa bersalah, keputusasaan, kemarahan, ketersinggungan, ketakutan di hati. Pada akhirnya membuat kita harus mengakui bahwa kita adalah seorang berdosa yang tersesat. Banyak orang lari, tetapi justru semakin menghadapi badai yang lebih dalam. Tetapi kalau kita mengalami badai maukah kita bertobat? Justru Tuhan izinkan badai-badai terjadi di luar maupun di dalam kita untuk menunjukkan bahwa sebenarnya kita butuh Tuhan. Bagaimana kita bisa bertobat?
2. MENGAPA YESUS KRISTUS HARUS MENJADI TUHAN KITA?
Yohanes 6:20 dikatakan, “Tetapi Ia berkata kepada mereka: ‘AKU INI, JANGAN TAKUT’.” Ini sangat kontras dengan Perjanjian Lama. Waktu Musa ketemu dengan Allah, Allah menyuruh Musa mencopot kasutnya karena tempat itu adalah tempat kudus, supaya ia tidak mati. Tuhan menyatakan diri-Nya kepada bangsa Israel di gunung Sinai. Dia menyuruh agar bangsa Israel tidak boleh menyentuh gunung tersebut, supaya mereka tidak mati. Sama seperti imam di ruang maha kudus, mereka harus kudus supaya mereka tidak mati. Tapi di sini, Yesus (ego eimi) justru mengatakan jangan takut.
Dia adalah Tuhan yang sama yang ada di gunung Sinai. Dia adalah Tuhan yang sama yang ada di ruang maha kudus. Dia adalah Tuhan yang sama yang bertemu dengan Musa. Meskipun Aku Tuhan yang berdaulat, Tuhan di atas segala tuhan, Tuhan yang berdaulat, berkuasa, dan kudus, jangan kudus. Kenapa yang kudus dapat bertemu dengan yang berdosa? Kenapa yang mulia dapat bertemu dengan yang hina? Kenapa yang tidak layak, yang berdosa, yang hina justru Yesus mengatakan jangan takut? Bagaimana mungkin?
Jika kita melihat Yesus berjalan di atas air dan badai dengan tenang, tapi ada satu badai yang harus Yesus jalani dan badai itu menenggelamkan Yesus. Ada satu badai yang Yesus jalani dan Ia tenggelam. Kok bisa? Badai yang mana?
Gospel Connection
Ada sebuah momen di mana Yesus dimintai tanda oleh orang Farisi. Yesus menyamakan diri-Nya dengan Yunus. Waktu ahli Taurat meminta tanda kalau benar Yesus adalah Mesias, Yesus bilang dalam Matius 12:40:
“Sebab seperti Yunus tinggal di dalam perut ikan tiga hari tiga malam, demikian juga Anak Manusia akan tinggal di dalam rahim bumi tiga hari tiga malam.”
Mengapa Yunus ada di dalam perut ikan? Badai murka Tuhan datang kepada Yunus atas ketidaktaatannya, dia dilemparkan ke badai lautan dan dimakan ikan besar. Waktu di dalam perut ikan, Yunus berdoa. Teriakan dan doa yang Yunus katakan dalam Yunus 2:3-6 merujuk kepada nubuatan tentang seseorang yang akan datang yaitu Yunus yang sempurna. Seperti Yunus yang tenggelam dan di makan ikan, Yunus adalah bayangan Yesus.
Ada satu badai di mana Yesus tenggelam. Ada satu badai di mana ada ombak dan gelombang murka Allah menelan Yesus. Yesus tidak akan berjalan melintasinya, tetapi Dia harus tenggelam. Bahkan sebelum Yesus menghadapi badai, Yesus harus berdoa, berkeringat darah di taman Getsemani. Di mana badai itu? Badai itu ada di salib. Ada badai murka Allah. Badai keadilan yang sempurna. Badai hukuman atas dosa. Bukan karena ketidaktaatan Yesus tetapi karena dosa dan ketidaktaatan kita. Yesus dilemparkan di tempat yang paling dalam di pusat laut dan kegelapan. Dia kena gelora murka Allah dan gelombang murka Allah yang melingkupi Yesus, membuat Yesus terpisah dari hadapan Bapa.
Yesus menjalani badai di atas segala badai untuk menjadi pengganti kita, demi menyelamatkan kita. Itulah sebabnya Dia bukan hanya Tuhan di atas segala tuhan, Dia bukan hanya Tuhan yang berdaulat dan kudus, namun Yesus adalah Tuhan kita. Yesus adalah penyelamat, pengganti, Dialah Tuhan kita. Dia bukan hanya Tuhan yang transenden, tetapi juga Tuhan yang imanen (peduli, mengasihi, dan mencari kita).
3. BAGAIMANA KEBENARAN ITU MENGUBAH KITA?
Dalam Yohanes 6:19 dikatakan,
“Sesudah mereka mendayung kira-kira dua tiga mil jauhnya.”
Cerita ini dijelaskan detail dalam Markus 6:48, demikian: “Ia (Yesus) melihat mereka bersusah payah mendayung perahu itu karena angin berlawanan arah dengan perahu. Sebab itu, kira-kira antara pukul tiga dan pukul enam pagi”. Jarak antara kejadian di mana Yesus memberikan makan 5000 orang menuju ke tempat selanjutnya yaitu Kapernaum tidak begitu jauh. Mereka hanya perlu menaiki perahu melintasi danau Galilea. Tetapi mereka dari mereka berangkat mereka tidak kunjung sampai, karena perahu yang mereka dayung itu melawan arus. Dan mereka bersusah payah.
Mungkin kita sama seperti murid-murid. Setiap hari kita banting tulang, setiap hari kita mendayung tetapi kita tidak ke mana-mana. Hidup kita tidak ke mana-mana, keluarga kita hanya bergerak di tempat saja. Seakan-akan segala sesuatu itu sia-sia. Maka benar, tanpa Tuhan kita hidup dalam kefanaan dan sia-sia. Mungkin kita pernah mengalami hal itu. Sepertinya kita bersusah payah, bergumul, kita menunggu, kerja susah payah, tetapi hanya sedikit hasilnya. Karena seringkali kita hidup dengan diri kita sendiri. Kita hidup hanya berfokus pada diri sendiri.
Puji Tuhan, seperti yang dicatat dalam Injil Markus, Yesus melihat kita. Bukan hanya itu, Yesus menghampiri kita. Dia peduli. Dia berkata dalam Yohanes 6:20-21:
“Tetapi Ia berkata kepada mereka: ‘Aku ini, jangan takut!’Mereka mau menaikkan Dia ke dalam perahu, dan seketika juga perahu itu sampai ke pantai yang mereka tujui”.
Waktu kita berjalan dengan kekuatan kita sendiri, semuanya fana dan sia-sia. Tapi waktu kita bersama Yesus, di dalam Yesus, Yesus membawa kita ke dalam suatu perjalanan. Yesus tenggelam dan menang melewati badai di atas segala badai supaya kita bisa berjalan bersama-Nya melewati semua badai yang harus kita lintasi. Yesus tenggelam dalam hukum keadilan Allah tetapi pada saat yang sama Tuhan yang berdaulat, Tuhan yang kudus itu menunjukkan kasih-Nya bahwa Ia sendirilah yang melakukannya bagi kita. Supaya kita dapat berjalan bersama-Nya melewati semua badai yang harus kita lintasi. Jadi, jangan takut, jangan putus asa. Badai-badai yang kita lalui adalah badai-badai biasa yang tidak akan mampu merebut kita dari tangan Yesus Kristus. Kita aman di dalam-Nya. Berjalan bersama kita dan menemani kita dalam badai yang kita lalui. Sehingga kita tidak lagi hidup bagi dunia yang fana dan sia-sia namun hidup bersama Dia, di dalam Dia, bagi kemuliaan-Nya.
Lalu bagaimana hidup bagi kemuliaan Tuhan? Hidup memuliakan Tuhan asalnya bukan perbuatan, karena kalau asalnya dari perbuatan, kita kelihatannya memuliakan Tuhan (jadi pendeta, melayani), tetapi kalau hatinya untuk cari ketenaran, membangun diri, cari massa, untuk memperkaya diri, itu bukan memuliakan Tuhan. Kelihatan perbuatannya memuliakan Tuhan, tetapi hatinya jauh dari memuliakan Tuhan.
Steven Lawson mengatakan:
“Memuliakan Tuhan sebenarnya dimulai dari motivasi hati kita yang sudah diperbaharui Injil, lalu menyebar ke tindakan dan perbuatan yang kita lakukan. Apakah yang kita lakukan untuk membangun kerajaanmu dan kepentinganmu sendiri? Ataukah keinginanmu agar melalui hidupmu kehendak Allah dihormati, Kerajaan Allah diperluas & nama Tuhan dipermuliakan?
Saat ini kita memang tidak dipanggil menjadi hamba Tuhan/pendeta, tetapi saat ini kita dipanggil untuk memuliakan Tuhan. Di luar itu semuanya fana. Motivasi kita hanya untuk kemuliaan Tuhan.
Timothy Keller berkata:
“Orang beragama melihat Tuhan berguna (useful). Orang berinjil melihat Tuhan indah (beautiful).”
Apakah kita melihat Tuhan berguna untuk membangun karier kita? Keuangan kita? Atau kita melihat Tuhan indah. Lebih indah dari apa yang dunia tawarkan.
Pertanyaan Reflektif
Gospel Response
Karena Injil