True Contentment

MAZMUR 23  Week 1 " TRUE CONTENTMENT" Rev. Michael Chrisdion, MBA

 

Pembacaan : Mazmur 23: 1

Pada waktu kita membaca Mazmur 23, kita akan belajar bersama-sama. Setiap minggu, kita akan membaca Mazmur 23:1-6, tetapi setiap minggu kita akan membahas porsi yang berbeda dari ayat dalam pasal ini.

Mazmur 23
Tuhan adalah gembalaku, takkan kekurangan aku. Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang. Ia menyegarkan jiwaku, Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya. Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku. Gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku. Engkau menyediakan hidangan bagiku di hadapan lawanku. Engkau mengurapi kepalaku dengan minyak, pialaku penuh melimpah. Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku seumur hidupku, dan aku akan diam dalam rumah Tuhan sepanjang masa.

Daud menekankan bahwa saat ia memandang Tuhan sebagai Gembalanya, ia tidak kekurangan sesuatu pun. Ia merasakan kepuasan dan ketenangan. Namun, hal ini bukan berarti Daud tidak mengalami masalah. Ketika ia menulis mazmur ini, ia belum menjadi raja dan sedang menghadapi banyak tantangan, tekanan, bahkan dikejar-kejar.

Namun, pada saat ia melihat Tuhan sebagai Gembalanya, ia menyadari bahwa ia tidak kekurangan sesuatu pun. Ini menunjukkan bahwa Daud berbicara bukan berdasarkan keadaannya, tetapi berdasarkan perspektifnya.

Jadi, Daud tidak berbicara karena keadaannya, tetapi karena perspektifnya. Katakan bersama: perspektif!

Saya akan memberikan sedikit ilustrasi. Ada sebuah kalimat yang perlu Anda ingat: Your outlook will determine your outcome! – Cara pandang Anda akan menentukan cara hidup Anda.

Setuju? Karena betul, jika Anda melihat hidup penuh dengan ketakutan dan kekhawatiran, maka Anda akan selalu bersikap defensif, mengisolasi diri, dan hidup dalam ketakutan. Akhirnya, hidup Anda lumpuh karena rasa takut. Cara pandang Anda akan menentukan cara hidup Anda.

Sebaliknya, jika Anda belajar untuk hidup berdampingan dengan tantangan – misalnya pandemi COVID-19 – maka cara pandang Anda akan lebih berfokus pada perlindungan diri. Anda tidak bisa mengontrol orang lain, tetapi Anda bisa mengontrol diri sendiri dengan menjaga imun, berolahraga, makan sehat, tidur cukup, memakai masker, menjaga jarak, dan sebagainya.

Demikian juga dalam menghadapi kehidupan. Perspektif kita sering kali perlu dikalibrasi, karena sering kali perspektif kita sarat dengan masalah.

Saya kasih contoh. Tahun lalu, kami berpikir untuk memperbesar tempat ibadah karena sangat penuh sesak. Jemaat lama pasti ingat bagaimana ibadah jam 10:30 bisa mencapai 650 orang, belum termasuk anak-anak.

Saat itu, kami berkonsultasi dengan arsitek untuk memperbesar gedung. Jangan khawatir, saya bukan sedang melakukan penggalangan dana, tenang saja! Kami hanya ingin mengantisipasi pertumbuhan jemaat.

Ketika pandemi datang, semuanya beralih ke online dan keadaan mulai berubah. Tetapi, mari kita lihat dari perspektif berbeda. Jika Anda hanya melihat gambar denah dari atas, Anda tidak akan mendapatkan gambaran keseluruhan tentang bagaimana gedung itu sebenarnya.

Namun, ketika perspektifnya diubah—misalnya dari gambar lantai ke visualisasi gedung baru—barulah Anda bisa melihat gambaran yang lebih jelas. Model gedung baru ini akan memiliki kapasitas hampir 1.000 orang, dengan lobi yang lebih luas, dan berbagai fasilitas tambahan.

Tetapi ingat, ketika pembangunan dimulai, akan ada ketidaknyamanan. Mungkin akan ada debu, kemacetan parkir, dan berbagai tantangan lainnya. Namun, ini adalah bagian dari proses menuju sesuatu yang lebih baik.

Jadi, sudut pandang kita sangat menentukan bagaimana kita menjalani kehidupan. Jangan hanya melihat dari satu sisi, tetapi lihatlah dari perspektif Tuhan. Jika Daud bisa berkata, "Tuhan adalah Gembalaku, takkan kekurangan aku,"bukan karena keadaannya, tetapi karena perspektifnya, maka kita pun bisa belajar memiliki perspektif yang benar dalam menghadapi kehidupan.

 

Minggu pertama ini, kita akan berbicara tentang kepuasan sejati di dalam Kristus.

Saat kita membaca Mazmur 23, kita akan belajar bersama tentang bagaimana Tuhan sebagai gembala memberikan kepuasan dan ketenangan sejati. Setiap minggu, kita akan membaca Mazmur 23:1-6, tetapi kita akan membahas porsi yang berbeda dari ayat-ayat ini.

Mari kita baca bersama:

Tuhan adalah gembalaku, takkan kekurangan aku. Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang, Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya.
Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku. Engkau menyediakan hidangan bagiku di hadapan lawanku; Engkau mengurapi kepalaku dengan minyak, pialaku penuh melimpah. Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku seumur hidupku, dan aku akan diam dalam rumah Tuhan sepanjang masa.

 

Mazmur 23:1 – Tuhan Adalah Gembalaku

Ketika Daud menyatakan bahwa Tuhan adalah gembalanya, ia tidak sedang berbicara tentang keadaan hidupnya, tetapi tentang perspektifnya. Pada saat ia menulis Mazmur ini, Daud belum menjadi raja. Ia mengalami banyak tekanan, kekecewaan, dan tantangan, bahkan dikejar-kejar oleh musuh. Namun, meskipun secara keadaan ia mengalami banyak kesulitan, ia tetap berkata, "Tuhan adalah gembalaku, takkan kekurangan aku."

Ini menunjukkan bahwa kepuasan Daud tidak bergantung pada situasi hidupnya, tetapi pada bagaimana ia melihat Tuhan. Perspektifnya ditentukan oleh imannya, bukan oleh keadaan.

Cara pandang seseorang akan menentukan bagaimana ia menjalani hidupnya. Jika kita melihat hidup penuh dengan ketakutan dan kekhawatiran, maka kita akan hidup dalam kecemasan dan defensif. Namun, jika kita memiliki perspektif yang benar, kita akan belajar untuk tetap percaya dan bersandar kepada Tuhan.

Sebagai ilustrasi, mari kita pikirkan tentang masa pandemi COVID-19. Jika seseorang hanya melihat pandemi sebagai krisis yang penuh dengan ketidakpastian, maka ia akan terus hidup dalam ketakutan. Namun, jika ia melihatnya sebagai kesempatan untuk belajar menjaga kesehatan, membangun kedekatan dengan keluarga, dan bertumbuh dalam iman, maka ia akan menjalani hidup dengan lebih tenang.

Perspektif menentukan cara kita hidup.

Ilustrasi: Perspektif dalam Pembangunan Gereja

Beberapa waktu lalu, gereja kita merencanakan perluasan gedung karena kapasitas yang sudah tidak mencukupi. Sebelum pandemi, kebaktian jam 10:30 dipadati sekitar 650 orang, belum termasuk anak-anak. Kita bahkan sudah membeli tanah tambahan untuk perluasan ini.

Jika kita hanya melihat dari perspektif saat ini, mungkin kita akan berpikir, "Mengapa harus repot-repot membangun? Bukankah gereja sudah cukup baik seperti ini?" Namun, arsitek memberikan perspektif yang berbeda. Ia menunjukkan rancangan baru—gedung yang lebih luas, dengan ruang kelas untuk anak-anak dan fasilitas yang lebih baik.

Dalam proses pembangunan, akan ada masa ketika semuanya terlihat berantakan. Gedung lama mungkin harus dibongkar, ada debu, kebisingan, dan ketidaknyamanan. Namun, jika kita hanya melihat kekacauan sementara ini tanpa memahami visi akhirnya, kita akan kehilangan perspektif tentang keindahan yang akan datang.

Begitu juga dengan hidup kita. Jika kita hanya melihat kesulitan saat ini tanpa memahami rencana besar Tuhan, kita bisa kehilangan harapan. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengkalibrasi perspektif kita dengan kebenaran firman Tuhan.

 

Mazmur 23 dan Kalibrasi Perspektif Kita

Dunia saat ini sering kali memberikan perspektif yang penuh ketakutan dan pesimisme. Media dan berita mengatakan bahwa dunia seperti sedang “tutup toko” akibat krisis ekonomi, pandemi, dan ketidakpastian global. Jika kita mengadopsi perspektif dunia, kita akan hidup dalam ketakutan dan kecemasan.

Namun, Mazmur 23 mengajarkan bahwa kita perlu melihat hidup dari perspektif iman—bahwa Tuhan adalah gembala kita. Ia yang memimpin, menyediakan, melindungi, dan memelihara kita.

Tahun 2020 mungkin dianggap sebagai tahun yang sulit, tetapi bagi banyak orang, ini juga menjadi tahun refleksi. Kita belajar untuk menghargai hal-hal yang benar-benar penting dalam hidup. Kita menyadari bahwa kepuasan sejati bukan berasal dari keadaan yang nyaman, tetapi dari kehadiran Tuhan dalam hidup kita.

Minggu ini, kita akan membahas ayat pertama: "Tuhan adalah Gembalaku, takkan kekurangan aku." Minggu berikutnya, kita akan membahas ayat 2-3, lalu ayat 4 di minggu ketiga, dan ayat 5-6 di minggu keempat.

Mari kita membaca ayat pertama sekali lagi:

"Tuhan adalah Gembalaku, takkan kekurangan aku."

Ayat ini terdiri dari tiga kata kunci: Tuhan, Gembalaku, dan Kekurangan. Ini bukan sekadar kata-kata, tetapi kebenaran yang membentuk cara kita melihat dan menjalani hidup.

Hari ini kita akan membahas Mazmur 23:1, "Tuhan adalah Gembalaku, takkan kekurangan aku." Saya akan membaginya menjadi dua bagian utama.

Bagian pertama adalah perspektif dari kalimat "Tuhan adalah Gembalaku." Meskipun hanya terdiri dari tiga kata, maknanya sangat mendalam. Bagian kedua adalah "takkan kekurangan aku," yang merupakan konsekuensi logis dari perspektif tersebut. Jika kita memahami Tuhan sebagai Gembala kita, maka hidup kita akan mengalami dampak luar biasa.

1. Tuhan sebagai Gembala (The Lord is My Shepherd)

Kata "Tuhan" dalam bahasa Inggris menggunakan frasa "The LORD," yang dalam versi King James (KJV), New King James (NKJV), dan English Standard Version (ESV) ditulis dalam huruf besar sebagai "LORD." Hal ini menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah "Yahweh," nama Tuhan yang disebutkan 5.321 kali dalam Perjanjian Lama.

Ketika kita berbicara tentang Yahweh, kita memahami bahwa:

  • God is (Dia ada sekarang)
  • God was (Dia telah ada sejak dahulu)
  • God will always be (Dia akan selalu ada selamanya)

Yahweh adalah satu-satunya Allah yang eksis sebelum segala sesuatu diciptakan. Oleh karena itu, dalam bahasa Ibrani, tidak ada kata untuk "dewa" atau "dewi," karena bangsa Israel hanya mengenal satu Tuhan, yaitu Yahweh. Mereka juga tidak memiliki konsep "pantheon" seperti dalam kepercayaan Yunani dan Romawi, karena tempat ibadah mereka hanya untuk menyembah Yahweh.

2. Atribut Yahweh dalam Mazmur 23

Mazmur 23 memperlihatkan beberapa atribut Tuhan yang sangat penting. Dua di antaranya adalah:

a) Self-Sufficient (Mandiri dan Tidak Bergantung)

Salah satu atribut utama Yahweh adalah kemandirian-Nya (self-sufficiency). Allah tidak memiliki asal mula karena Dia tidak membutuhkan penyebab untuk keberadaan-Nya. Semua yang ada di dunia ini memiliki penyebab, tetapi Allah adalah sumber dari segala sesuatu.

Sebagai manusia, kita sangat bergantung pada banyak hal—oksigen, makanan, air, ekosistem bumi, dan lainnya. Namun, Allah tidak memerlukan apapun di luar diri-Nya. Ia sudah ada sejak kekekalan dan tidak bergantung pada ciptaan-Nya. Oleh karena itu, Allah Tritunggal tetap penuh kasih tanpa membutuhkan objek luar untuk dikasihi, karena dalam diri-Nya sendiri sudah ada relasi kasih antara Bapa, Anak, dan Roh Kudus.

Paulus menyatakan dalam Kisah Para Rasul 17:24-25:

"Allah yang telah menjadikan bumi dan segala isinya, Ia, yang adalah Tuhan atas langit dan bumi, tidak diam di dalam kuil-kuil buatan tangan manusia, dan juga tidak dilayani oleh tangan manusia, seolah-olah Ia kekurangan apa-apa, karena Dialah yang memberikan hidup dan napas dan segala sesuatu kepada semua orang."

Jadi, Tuhan tidak membutuhkan persembahan atau pelayanan kita. Dia tidak memerlukan penyembahan kita untuk menjadi lebih mulia. Sebaliknya, kitalah yang membutuhkan Tuhan. Jika kita tidak menyembah Dia, kita akan menyembah sesuatu yang lain yang pada akhirnya akan memperbudak dan menghancurkan kita.

b) Immutability (Tidak Berubah)

Atribut kedua adalah immutability, yaitu ketidakberubahan Allah. Allah tidak berubah, baik dalam karakter-Nya maupun dalam janji-janji-Nya. Ini memberikan kita keyakinan bahwa janji Tuhan dalam Mazmur 23 benar adanya: jika Dia adalah Gembala kita, kita tidak akan kekurangan sesuatu yang benar-benar kita butuhkan.

Maleakhi 3:6 berkata, "Akulah Tuhan, dan Aku tidak berubah." Hal ini menjadi jaminan bagi kita, terutama dalam kehidupan yang penuh dengan ketidakpastian. Allah tidak seperti manusia yang bisa keliru, berubah pikiran, atau terkejut oleh sesuatu. Ia adalah Alfa dan Omega, yang merancangkan segala sesuatu sejak semula.

Mazmur 33:11 juga menegaskan bahwa "Rencana TUHAN tetap selama-lamanya, rancangan hati-Nya turun-temurun."Ini berarti apa yang telah Allah tetapkan tidak akan berubah, termasuk keselamatan kita. Jika hari ini Anda telah diselamatkan dan menjadi domba-Nya, tidak ada yang bisa mengubah kebenaran itu.

Mengapa hal ini penting? Karena kita hidup di dunia yang terus berubah—pemerintahan yang berganti, ekonomi yang bergejolak, kesehatan yang tidak pasti. Namun, di tengah ketidakpastian ini, kita bisa berpegang teguh pada Allah yang tidak berubah. Ia menggenggam tangan kita dan berfirman, "Kau adalah domba-domba-Ku."

Ketika kita memiliki perspektif yang benar tentang Allah, kita tidak akan mudah goyah. Kita tahu bahwa Dia adalah Allah yang transenden, berdaulat, dan melampaui ruang serta waktu. Ia tidak bergantung pada apa pun karena Ia self-sufficient (mandiri dan cukup dalam diri-Nya sendiri).

Namun, yang luar biasa adalah bahwa Allah yang transenden ini juga adalah Allah yang imanen—pribadi yang dekat dan peduli kepada kita. Daud dalam Mazmur 23:1 berkata, "Tuhan adalah Gembalaku." Ini menunjukkan bahwa Allah bukan hanya Mahabesar dan berdaulat, tetapi juga Gembala yang mengenal dan mengasihi setiap domba-Nya secara pribadi.

Yeremia 29:11 menguatkan kita dengan janji-Nya: "Aku mengetahui rancangan-rancangan yang ada pada-Ku mengenai kamu, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." Allah tidak hanya mengatur sejarah, tetapi juga merancang kehidupan kita dengan penuh kasih.

Sebagai Gembala, Ia mengetahui nama kita dan menuliskannya di telapak tangan-Nya. Sama seperti seorang gembala mengenal domba-dombanya, demikian pula Allah mengenal kita dengan intim. Dia bukan hanya Allah bagi para pendeta atau pemimpin rohani, tetapi Allah bagi setiap kita secara pribadi.

Kiranya kebenaran ini menguatkan kita dalam menghadapi ketidakpastian hidup. Percayalah, Allah yang tidak berubah itu selalu menggembalakan kita dengan kasih-Nya.

Tuhan adalah Gembalaku

Saudaraku, ini adalah sebuah kebenaran yang menenangkan hati kita: Tuhan bukan hanya Tuhan yang transenden, tetapi juga Tuhan yang imanen, Tuhan yang hadir secara pribadi. Tuhan kita sangat peduli, Dia tahu nama kita, bahkan Firman Tuhan berkata bahwa nama kita tertulis di telapak tangan-Nya. Hal ini sangat berbeda dengan kita, misalnya saya yang memiliki anjing toy poodle. Saya pikir semua anjing saya sama, tapi setelah memperhatikan dengan cermat, saya bisa mengenali satu per satu, meskipun bulunya serupa. Begitu pula dengan domba, meskipun banyak yang terlihat sama, gembala tetap tahu masing-masing namanya.

Mengapa Tuhan menggambarkan diri-Nya sebagai Gembala? Karena gembala itu adalah pekerjaan yang penuh pengorbanan. Pada masa itu, gembala adalah profesi yang dipandang rendah, karena harus merawat hewan ternak yang penuh kotoran dan najis. Namun, itulah yang Yesus lakukan untuk kita. Yesus, yang mulia dan transenden, rela menjadi gembala untuk mencari orang yang berdosa, seperti kita yang najis.

Gembala itu bukan hanya mengorbankan diri, tetapi juga memelihara, menuntun, dan melindungi domba-dombanya. Yesus, yang adalah Gembala yang baik, bahkan berkata dalam Matius 9:36 bahwa Dia tergerak oleh belas kasihan kepada orang banyak, karena mereka lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala. Tanpa Tuhan, kita ini bagaikan domba yang lelah dan terlantar, tidak tahu arah dan sangat bergantung pada Tuhan untuk menyelamatkan kita.

Domba adalah simbol kita, makhluk yang lemah dan mudah tersesat. Tanpa perlindungan dari gembala, domba akan kehilangan arah dan jatuh dalam bahaya. Sama halnya dengan kita, sering kali kita tidak tahu jalan yang benar, bahkan dalam hal yang sudah jelas sekalipun. Kita sering terjebak dalam keinginan dunia yang salah, tetapi hanya dengan Tuhan sebagai Gembala, kita dapat menemukan jalan yang benar.

Tuhan yang adalah Gembala kita, mengajarkan kita untuk hidup dengan perspektif yang benar. Jika kita menyadari bahwa Tuhan adalah Gembala kita, kita tidak akan kekurangan apa pun. Bukan berarti kita tidak memiliki kebutuhan, tetapi lebih pada kesadaran bahwa dalam segala hal, Tuhan cukup bagi kita. Dia yang tahu apa yang kita perlukan, dan Dia selalu memelihara kita.

Mazmur 23:1 berkata, "Tuhan adalah gembalaku, takkan kekurangan aku." Dalam bahasa asli, artinya bukan hanya "takkan kekurangan aku," tetapi lebih kepada "aku tidak ingin apa-apa lagi." Mengapa demikian? Karena jika kita tahu bahwa Tuhan adalah Gembala kita yang peduli, yang rela mengorbankan diri untuk kita, kita tidak akan merasa kekurangan apapun. Dia yang mengatur hidup kita, Dia yang menuntun kita melalui segala situasi.

Bahkan ketika kita mengalami hal-hal yang tidak kita harapkan, saat doa kita belum dijawab atau harapan kita kandas, kita tetap bisa bersyukur. Alkitab mengingatkan kita bahwa orang yang takut akan Tuhan tidak akan kekurangan hal yang baik dalam hidupnya. Takut akan Tuhan mengubah cara pandang kita, karena kita menyadari bahwa Tuhan yang mulia, yang sangat Agung dan Kudus, telah menyelamatkan kita dan memilih kita sebagai umat-Nya. Dalam segala keadaan, kita tetap bisa bersyukur, karena kita tahu bahwa berkat Tuhan jauh lebih banyak daripada apa yang kurang dalam hidup kita.

Terkadang, kita melihat segala sesuatu hanya dari perspektif sebab-akibat. Namun, Daud dalam Alkitab mengajarkan kita bahwa meski dalam kekurangan, kita tetap bisa bersyukur, karena kita sadar bahwa Tuhan yang transenden dan imanen adalah Gembala kita. Perspektif kita perlu dikalibrasi, karena sering kali kita terlalu fokus pada apa yang kita harapkan dari dunia ini, seperti kekayaan atau kesuksesan, yang sebenarnya bukan gembala kita.

Rasul Paulus mengingatkan kita dalam 1 Timotius 6:17 agar tidak menaruh harapan pada kekayaan yang tidak pasti, melainkan pada Allah yang memberi kita segala sesuatu untuk dinikmati. Bahkan dalam kesusahan dan penderitaan, kita tetap bisa menikmati berkat-Nya. Kita harus belajar untuk tidak menjadi hamba uang, karena Allah berjanji bahwa Dia tidak akan meninggalkan kita.

Tahun 2021 bisa menjadi tahun di mana kita mengkalibrasi perspektif kita kembali. Krisis adalah bagian dari dunia yang sudah jatuh, tetapi kita harus ingat bahwa Tuhan mengijinkan krisis untuk membentuk kita. Ketika kita mengalami kekuatiran dan ketakutan, itu sebenarnya menunjukkan adanya berhala di hati kita. Yesaya 53:6 mengingatkan kita bahwa kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing mengambil jalan kita sendiri, tetapi Tuhan mengutus Yesus sebagai Gembala yang rela memberikan nyawa-Nya untuk menyelamatkan kita.

Yesus berkata dalam Yohanes 10, "Akulah Gembala yang baik, dan Aku mengenal domba-domba-Ku." Sebagai domba Kristus, kita mendengarkan suara-Nya, dan Dia memberi kita hidup yang kekal. Kita aman dalam tangan-Nya, dan tidak ada yang bisa merebut kita dari tangan-Nya.

Dalam hidup ini, kita sering melewati kesulitan dan penderitaan, namun kita harus ingat bahwa kemuliaan yang menanti kita jauh lebih indah daripada segala kesulitan yang kita alami. Seperti halnya perjalanan saya dan istri saya yang melewati rute sepeda yang sulit, tetapi akhirnya kami sampai di pemandangan yang luar biasa. Begitu juga dalam hidup kita, meskipun melewati lembah kekelaman, kita akan sampai pada kemuliaan bersama Tuhan yang transenden dan penuh kasih.