PEMBACAAN : Pengkhotbah 9:1-12
Tidak peduli berapa banyak uang yang kita miliki, kenyamanan seperti apa yang kita hidupi, sesukses apapun, serta seberapa religius, atau seberapa sehat hidup kita semua. Kematian adalah penyeimbang yang hebat. Ajal akan datang menghampiri kita semua, dan akan dihadapi oleh semua manusia. Kematian seakan merampas nilai hidup kita. Jadi bagaimana menjalani kehidupan dan menghadapi kematian?
1. KEMATIAN ITU PASTI, APAKAH KITA MEMPERHATIKAN CARA KITA HIDUP?
Kita semua tidak suka membicarakan tentang kematian, dan kalaupun kita sedang melayat ke rumah duka maka kita berusaha melupakan tentang kematian. Namun sebenarnya kematian itu ditakuti sehingga orang berani bayar mahal untuk tetap hidup. Orang rela untuk keluar tenaga, pikiran dan dana untuk tetap hidup, namun tidak ada seorang manusiapun yang bisa lepas dari kematian.
Pengkotbah 9:1 (TSI)
1Jadi aku merenungkan semua hal tersebut dan menyimpulkan bahwa apa yang akan terjadi terhadap orang benar, orang bijak, dan semua hasil pekerjaan mereka, sudah ditentukan oleh Allah. Tidak ada yang tahu mereka akan dikasihi atau dibenci sebelum hal itu terjadi.
For I considered all this in my heart, so that I could declare it all: that the righteous and the wise and their works are in the hand of God. People know neither love nor hatred by anything they see before them. (nkjv)
Tuhan berdaulat mengatur hidup kita, yang menurut pengkhotbah 3 bergantung pada waktu-Nya. Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apa pun di bawah langit ada waktunya. Ada waktu untuk lahir, ada waktu untuk meninggal, ada waktu untuk menanam, ada waktu untuk mencabut yang ditanam; ada waktu untuk merombak, ada waktu untuk membangun.Semua ada di dalam tangan Tuhan dan kita tidak bisa membedakan dan mengambil kesimpulan apakah Tuhan mengasihi orang itu atau membenci orang tersebut dari apa yang terjadi di dalam hidup seseorang. Sehingga apa yang terjadi atas kita tidak bisa dijadikan tolak ukur atas atas kasih Tuhan atas hidup kita.
Keadaan kita dan apa yang terjadi atas hidup kita tidak bisa dijadikan tolok ukur perkenanan Tuhan atas kita.
Kita tidak dapat menggunakan keadaan kita untuk menentukan apakah Tuhan mengasihi kita atau membenci kita, menerima kita atau menolak kita. Konsep ini bertentangan dengan kekonyolan Injil yang palsu atau Injil transaksional yang mengatakan, “jika kamu setia, maka kamu akan makmur.”
Banyak pengkhotbah dan gereja menyatakan bahwa jika kamu mengasihi Tuhan, maka kamu akan selalu makmur, sehat, dan kaya. Ada buku yang mengaku Kristen dan mengajarkan bahwa jika kita berdoa dengan doa Yabez maka wilayahmu akan diperluas dan kesakitan tidak menimpamu. Namun kalau kita melihat banyak tokoh Alkitab, misal ; Yohanes pembaptis adalah orang yang saleh dan tidak diperluas wilayahnya bahkan dia dipenggal kepalanya. Begitu juga Paulus yang merintis banyak gereja yang disebut bishop dari gereja mula-mula juga dipenggal.
Berada dalam genggaman tangan Tuhan tidak berarti selalu makmur, sehat, atau hidup bebas dari sakit penyakit. Umat Tuhan bisa saja mengalami penderitaan, namun kita percaya bahwa Yesus lebih dari cukup, bahwa Dia memegang kendali, dan waktu serta rencana-Nya adalah yang terbaik di setiap keadaan termasuk penderitaan! - Josh Hunt (Ecclesiastes, p.51)
Jadi kesalehan kita atau kerohanian kita bukanlah jaminan untuk kemakmuran atau kenyamanan. Kita tidak dapat melihat keadaan kita untuk menjadi tolak ukur perkenanan Tuhan atau penolakan Tuhan!
Pengkotbah 9:2-3 (TSI)
2Nasib yang sama terjadi kepada semua orang—baik orang benar maupun orang jahat, baik orang najis maupun orang tidak najis, baik orang yang mempersembahkan kurban maupun yang tidak mempersembahkan kurban.Hal yang sama juga menimpa siapa saja—termasuk orang baik, orang berdosa,orang yang berani bersumpah untuk memberikan sesuatu kepada Allah, dan orang yang takut bersumpah.3 Hal ini memang tidak adil dan sangat menyedihkan: Nasib yang sama menimpa setiap orang! Selama hidup di dunia ini, hati dan pikiran manusia penuh dengan kejahatan dan kebebalan, bahkan sampai mereka mati.
Jika kita menganggap kemakmuran atau penderitaan sebagai penanda perkenanan Tuhan, kita akan kehilangan arah, bahkan kecewa!!! Kita tidak dapat mengukur perkenanan Tuhan dengan apakah kita makmur atau menderita karena kemakmuran dan kesengsaraan bisa menimpa kita semua.
Ada beberapa kontras yang Salomo sampaikan di ayat 2
Nasib orang semua orang terlepas dari seberapa bermoral atau religiusnya kita, semua berakhir sama yaitu kematian.
Terlepas dari seberapa bermoral atau religiusnya kita, kita semua akhirnya meninggal. Kematian adalah penyeimbang kehidupan yang tak terelakkan. Pengkhotbah telah menulis banyak tentang kesia-siaan atas segalanya, dan kematian adalah puncak dari absurditas kehidupan manusia.
Pernyataan ini sangat penting bagi orang Israel karena Salomo pada dasarnya mengatakan bahwa menjadi orang Israel yang taat pada akhirnya tidak ada artinya. Tuhan memperlakukan semua orang dengan sama! Daud adalah seorang raja yang diberkati dengan kekayaan yang melimpah—begitu pula Nabal yang jahat. Yusuf sangat disayangi oleh Firaun raja mesir, begitu juga Haman sangat disayangi oleh Ahasyweros raja Persia! Ahab yang jahat terbunuh dalam pertempuran—namun demikian pula Yosia yang saleh dan takut akan Tuhan! Jadi cara seseorang dipanggil Tuhan jangan dijadikan ukuran bahwa dia dikasihi Tuhan atau tidak. Nasib manusia entah caranya bagaimana akhirnya manusia harus mati. Dan tirani kematian menunjukkan adanya kutukan di dunia dan ada sesuatu yang tidak beres.
Dari mana asal kematian? Sebelum kita membahasnya maka kita perlu tahu bahwa..
Kejadian 1-2 :
manusia diciptakan untuk kehidupan, bukan untuk kematian.Kejadian 3 :
manusia pertama (adam) berdosa & mengalami kematianRoma 6:23:
upah dosa adalah mautPengkhotbah 9 memperjelas bahwa semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, dan upah dari dosa tersebut adalah kematian bagi semua orang. Karena kita berdosa maka kematian akan datang kepada kita.
Pengkotbah 9:4 (TSI)
4Tetapi selama kita hidup, kita masih memiliki harapan. Keadaan kita boleh diibaratkan seperti ini: Lebih baik seekor anjing yang masih hidup daripada singa yang sudah mati.
Anjing yang hidup lebih baik daripada singa yang mati. Pertama-tama, saya menyukai ayat ini karena ini adalah bukti alkitabiah tentang sesuatu yang kita semua tahu benar—anjing lebih baik daripada kucing, bahkan kucing besar!
Kedua, orang-orang modern seperti kita tidak benar-benar memahami apa yang dimaksud dalam ayat ini karena kita menganggap anjing sebagai “sahabat manusia”. Anjing adalah hewan lucu dan peliharaan yang sering tinggal di rumah kita dan berbaring di perabotan kita, tetapi di zaman kuno anjing adalah hewan pemakan bangkai—seperti burung nasar atau tikus di masyarakat kita. Anjing akan memakan daging mati, seperti ketika anjing menjilat darah Ahab atau memakan mayat ratu Izebel (1 Raj 22; 2 Raj 9).
Sebaliknya, singa sangat kuat dan megah. Maksud Salomo adalah bahwa orang yang bajingan menjijikkan sekalipun lebih baik keadaannya daripada orang mulia yang sudah mati (Keller, “search for justice”). Mengapa? Lebih baik kotor secara moral dan masih hidup daripada mulia tapi sudah mati, karena orang mati tidak memiliki kesadaran, mereka hanya hidup di memori keluarganya.
Pengkotbah 9:5-6 (TSI)
5Karena kita yang hidup tahu bahwa kita akan mati. Tetapi mereka yang sudah mati tidak tahu apa-apa. Mereka tidak dapat memperoleh apa-apa lagi, bahkan tak ada lagi yang mengenang mereka. 6Kasih sayang, kebencian, dan iri hati yang mereka rasakan selama masih hidup, semuanya lenyap dengan kematian mereka. Untuk selama-lamanya mereka tidak bisa lagi terlibat dengan apa yang dilakukan oleh orang-orang yang hidup di dunia ini.
Kita yang hidup tahu bahwa kita akan mati satu hari. Jadi kalau kita masih hidup dan bisa mencari jawaban serta makna itu lebih baik daripada sudah mati dan tidak mampu mencari jawaban. Jika kematian membuat kita takut dan cemas, setidaknya kita masih punya waktu untuk mempertimbangkan mengenai hidup dan mati.
Ada orang yang berkata “hiduplah setiap hari seolah-olah hari itu adalah hari terakhirmu!” Ini kurang tepat, karena kalau ini benar maka ka nanti kita malas bekerja, tidak bertnggung jawab bayar tagihan, mengerjakan tugas, belajar untuk ujian, atau ribuan hal lain yang harus kita lakukan. Itulah sebabnya …
Hiduplah dengan kesadaran bahwa kita tidak hidup selamanya, satu hari kelak kita akan menghadap Tuhan dan harus mempertanggungjawabkan hidup kita di hadapan-Nya.
Kita hidup hanya sekali dan tidak ada kesempatan kedua, Jika kita masih hidup, maka hiduplah dengan suatu pandangan akan kekekalan. Manfaatkan waktu yang kita miliki, dan carilah Tuhan serta renungkan Injil untuk dimampukan dan dibimbing untuk menghidupi kehidupan yang bermakna sehingga kita dapat hidup dengan bijaksana karena dengan demikian kita akan hidup dengan pandangan dan lensa kekekalan. Mumpung sekarang waktu masih hidup karena kalau kita sudah mati kita tidak lagi memiliki kesempatan kedua “tidak mempunyai bagian lagi dalam segala yang dilakukan di bawah matahari.” Sehingga kita jadi bijaksana dalam pernikahan, keluarga atau pekerjaan kita.
2. HIDUP TIDAK DAPAT DIPREDIKSI, APAKAH KITA SIAP MENGHADAPI KEMATIAN YANG TIDAK TERDUGA?
Pengkotbah 9:11-12 (TSI)
11Aku juga memperhatikan hal-hal ini dalam hidupku di dunia ini: Orang yang mampu berlari paling cepat tidak selalu memenangkan perlombaan. Prajurit terkuat tidak selalu memenangkan pertempuran. Bahkan orang bijak bisa mengalami kelaparan. Orang yang pintar tidak selalu berhasil menjadi kaya. Dan orang yang memiliki pengetahuan tidak selalu sukses. Karena secara kebetulan siapa saja bisa mengalami kemalangan atau keberhasilan. 12Seperti ikan dan burung yang tiba-tiba terperangkap dalam jala atau jerat, demikian juga tidak seorang pun yang tahu kapan dia akan ditimpa malapetaka.
Pelari cepat bisa jatuh dan mengalami kecelakaan. Prajurit terkuat tidak selalu memenangkan pertempuran buktinya Goliat kalah dengan Daud. Jadi kita tidak bisa mengontrol keadaan. Kecelakaan bisa saja terjadi: pelari bisa tersandung, yang kuat bisa diakali, guru yang bijaksana bisa kehilangan pekerjaan, pengusaha yang cerdas bisa bangkrut, yang terampil bisa tidak lagi disukai. Intinya adalah: kita tidak sepenuhnya mengendalikan nasib kita. Kecelakaan dapat menyebabkan kita gagal mencapai tujuan kita. Hidup tidak dapat diprediksi. “sebab,” “tidak ada seorang pun yang dapat mengantisipasi saat terjadinya bencana. Di ayat 12 bagaikan ikan yang ditangkap dalam jaring yang kejam, dan seperti burung yang terperangkap dalam jerat, demikian pula manusia terjerat pada saat malapetaka, ketika bencana terjadi. Tiba-tiba menimpa mereka." hidup tidak hanya tidak dapat diprediksi; waktu kematiannya juga tidak dapat diprediksi.
Raja Salomo mengibaratkan bencana kali ini seperti “ikan ditangkap dalam jaring yang kejam.” Di timur, nelayan sering menggunakan jaring berbentuk bulat. Dari perahunya, atau bahkan saat berdiri di perairan dekat pantai, mereka akan menebarkan jaring bundar ke udara. Jaringnya tampak melayang di udara sejenak; lalu tiba-tiba ia jatuh ke dalam air menimpa ikan yang tidak waspada. Bencana bagi ikan yang tidak menaruh curiga. Saat terjadinya bencana juga “seperti burung yang terjebak dalam jerat”.
Hidup Kita Sangat Singkat, Seperti Uap.
Kematian Dapat Datang Tiba-Tiba Tanpa Diundang.
Apakah Kita Siap Jika, Ajal Datang Menjemput?
Yakobus 4:13-15
13 Jadi sekarang, hai kamu yang berkata: ”Hari ini atau besok kami berangkat ke kota anu, dan di sana kami akan tinggal setahun dan berdagang serta mendapat untung”, 14sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap. 15Sebenarnya kamu harus berkata: ”Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu.”
Jadi jangan berpikir bahwa kita tidak bisa mati. Waktu kita di bumi ini terbatas sebab itu kita harus minta pada Tuhan apa yang menjadi kehendakNya dan bagaimana kita bisa terlibat di dalam rencanaNya. Karena segala sesuatu harus dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan.
William Shakespeare dalam karyanya “Hamlet” menceritakan bahwa Hamlet sangat menderita karena pembunuhan ayahnya, perzinahan ibunya, dan kebencian serta niatnya untuk membalas dendam kepada pamannya, membuat dia mempertanyakan apakah dia harus repot-repot hidup.
Dalam solilokuinya (monolog saat Hamlet berbicara dengan dirinya sendiri, Hamlet awalnya menganggap bunuh diri sebagai pilihan untuk beristirahat dari kesusahannya saat ini. Hamlet mengajukan masalah apakah akan bunuh diri sebagai pertanyaan logis: to be or not to be....to live or not to live
Namun, perubahan dalam monolognya terjadi ketika dia menyadari bahwa kematian mungkin tidak memberikan tidur nyenyak yang dia rindukan. Hamlet tidak yakin dengan apa yang akan terjadi setelah kematian, dan ketidakpastiannya akan apa yang akan terjadi membuatnya menahan godaan untuk bunuh diri. Bagaimana jika apa yang terjadi setelah kematiannya lebih buruk daripada penderitaannya saat ini? Dia menyimpulkan,
“ the dread of something after death, The undiscovered country from whose bourn where No traveler returns, puzzles the will And makes us rather bear those ills we have Than fly to others that we know not of? Thus conscience does make cowards of us all “
Rasa takut akan sesuatu setelah kematian, Negeri yang belum ditemukan, tempat lahirnya di mana tak ada yang kembali setelah pergi kesana, membuat tekad bertanya-tanya dan membuat kita lebih memilih menanggung keburukan yang kita miliki sekarang daripada terbang ke tempat lain yang tidak kita ketahui? Hati nurani memang membuat kita semua menjadi pengecut. Hamlet by William Shakespeare (Scene 1, Act 3)
Ibrani 9:27 (TSI)
Allah sudah menetapkan bahwa manusia mati satu kali saja dan setelah itu diadili oleh Allah.
Kematian adalah hal yang pasti bagi kita semua, dan kematian akan datang lebih cepat dari yang kita perkirakan. Kita semua harus bersiap diri saat ajal datang. Karena itu kematian membuat kita merenung serta mawas diri demi memperjelas: untuk siapa dan untuk apa kita hidup dalam kehidupan yang singkat ini.
3. BAGAIMANA INJIL MEMAMPUKAN KITA UNTUK MENIKMATI HIDUP YANG TUHAN BERIKAN SEPENUHNYA?
Pengkotbah 9:7-10 (TSI)
7Jadi nikmatilah makananmu dan anggurmu selama masih hidup, karena hal itu berkenan kepada Allah. 8Biarlah kamu selalu memakai pakaian yang indah dan wajahmu selalu ceria. 9Nikmatilah hidup dengan istrimu, yang kamu cintai. Itulah upah yang Allah berikan atas segala jerih lelahmu selama hidup yang singkat dan sia-sia di dunia ini. 10Apa pun yang kamu temukan untuk dikerjakan, kerjakanlah dengan sekuat tenaga, karena ketika kamu sudah masuk liang kubur, tidak ada lagi yang bisa kamu kerjakan maupun rencanakan. Di liang kubur tidak ada pengetahuan atau kebijaksanaan.
Pengkotbah mengajar kita untu menikmati hidup yang diberi oleh Tuhan. Namun pertanyaannya apakah kita mampu menikmati kehidupan ini sebagai pemberian Tuhan (as the gift of God)?
Pengkotbah 6:1-2
1Ada suatu KEMALANGAN YANG TELAH KULIHAT DI BAWAH MATAHARI, YANG SANGAT MENEKAN MANUSIA: 2orang yang dikaruniai Allah kekayaan, harta benda dan kemuliaan, sehingga ia tak kekurangan suatu pun yang diingininya, tetapi orang itu TIDAK DIKARUNIAI KUASA OLEH ALLAH UNTUK MENIKMATINYA.
Pengkotbah 6:1-2 adalah gema dari Kejadian 1-3 yaitu akibat dosa maka kita diperbudak oleh hal-hal yang semestinya dinikmati sebagai suatu pemberian Allah. Namun, saat pemberian Tuhan yang baik menjadi hal yang utama, itu adalah penyembahan berhala. Tanpa takut akan Tuhan maka kita hanya akan mengalami sengsara penyembahan berhala dan tidak akan pernah mampu menikmati hidup ini.
Pengkhotbah telah berulang kali memperingatkan kita bahwa menyembah berhala adalah kesia-siaan. Mereka tidak memuaskan. Bukannya kita menikmati ciptaan sebagai anugerah Tuhan, kita justru mengidolakannya. Akibatnya, apa yang Tuhan ingin kita nikmati dengan benar, kita memutarbalikkan, dan menjadikan menjadi allah-allah palsu yang mati yang tidak mampu memberikan ketenangan kepadajiwa kita. Dengan kata lain satu-satunya cara untuk menemukan ketenangan dan kemampuan untuk menikmati hidup adalah dengan menemukan solusi atas masalah dosa dan kematian.
Bagaimana kita mengatasi masalah dosa dan kematian?
Roma 5:12 (TSI)
12Inilah yang sudah terjadi: Waktu manusia pertama, Adam, jatuh ke dalam dosa, kuasa dosa itu pun masuk kepada semua manusia seperti penyakit keturunan yang menular. Bersama kuasa dosa itu, datang juga kematian. Oleh sebab itulah semua orang pasti mati, karena semua orang berdosa.Seringkali kita menganggap Tuhan tidak adil gara-gara Adam kita semua kena getahnya! Bergumul dengan dosa dan kematian. Kita semua dianggap berdosa karena Adam. Kita menjadi pendosa di dalam Adam.
Kej 5:3.“Setelah Adam hidup seratus tiga puluh tahun, ia memperanakkan seorang laki-laki menurut rupa dan gambarnya(In his own likeness, in his own image), lalu memberi nama Set kepadanya.”
Maz 51:7.“Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa aku dikandung ibuku”
Maz 58:4.“Sejak lahir orang-orang fasik telah menyimpang, sejak dari kandungan pendusta-pendusta telah sesat”
Yes 48:8b.“orang menyebutkan engkau: pemberontak sejak dari kandungan”
Kita ada di dalam Adam seperti dahan-dahan pohon ada dalam pohonnya (sebelum mereka tumbuh / keluar). Lalu dahan-dahan itu tumbuh / keluar. Kalau pohonnya adalah pohon mangga, maka otomatis dahan-dahan yang keluar juga adalah dahan-dahan mangga. Karena Adamnya adalah orang berdosa, maka kita sebagai dahan-dahannya juga adalah orang berdosa. Artinya kalau kita mungkin menjadi Adam maka kita juga akan jatuh ke dalam dosa yang sama!!
Roma 5:14 (TSI)
14Namun, meskipun zaman dahulu dosa tidak diperhitungkan, tetapi akibat dosa Adam, semua manusia sejak zaman Adam sampai zaman Musa mengalami kematian. Walaupun pada zaman itu manusia tidak melanggar perintah apa pun yang langsung diberikan dari Allah seperti yang Adam lakukan, tetapi manusia tetap tidak bisa lepas dari kematian. Adam menggambarkan Kristus yang Allah janjikan untuk datang kemudian.
Namun apa yang kita anggap tidak adil justru adalah kabar baik yang menjadi jalan keluar yang telah Allah sediakan.
Roma 5:15 (TSI)
15Akan tetapi, perbuatan Adam dan tindakan Kristus sungguh sangat jauh berbeda! Akibat pelanggaran Adam, semua manusia mewarisi kematian. Sebaliknya, akibat pengurbanan Kristus Yesus, semua orang bisa dibenarkan di hadapan Allah dan menerima hidup kekal! Hal itu membuktikan kebaikan hati Allah yang amat luar biasa!
Pelanggaran Adam yang pertama membawa kematian bagi kita. Pengorbanan Adam yang kedua (Kristus) mendatangkan kehidupan kekal bagi kita.
Roma 5:18-19 (TSI)
18Jadi, akibat pelanggaran Adam saja, semua orang layak dibinasakan. Tetapi akibat perbuatan Kristus saja, terbukalah jalan supaya setiap orang bisa dibenarkan dan memperoleh hidup kekal! 19Artinya, karena perbuatan satu orang yang tidak taat kepada Allah, yaitu Adam, maka semua orang menjadi berdosa. Tetapi karena satu Orang yang lain, yaitu Yesus, yang taat kepada Allah, semua orang diberi kesempatan untuk dibenarkan di hadapan Allah.
Ada konsep imputasi (imputation) yaitu suatu statusyang diperhitungkan terhadap seseorang karena perbuatan orang lain. Di dalam Kristus masalah dosa dan kematian diselesaikan. Kita sudah didamaikan dengan Allah. Kita telah dibenarkan di hadapan Allah. Kita menerima kehidupan pemberian Allah.
Roma 5:21
21supaya, sama seperti dosa berkuasa dalam alam maut, demikian
kasih karunia akan berkuasa oleh kebenaran untuk hidup yang kekal, oleh Yesus Kristus, Tuhan kita.
Kisah heroik Bridger Walker.
Bridger Walker, anak berusia 6 tahun di Amerika serikat menyelamatkan adik perempuannya dari serangan anjing. Aksi heroik itu terjadi pada hari kamis, 9 juli 2020 di Cheyenne, Wyoming, Amerika serikat. Bridger berdiri di antara adik perempuannya dan anjing yang sedang mengamuk. Demi melindungi adiknya, Bridger mendapat serangan berupa beberapa gigitan di wajah dan kepalanya. Berdasarkan keterangan bibinya, Nikki Walker, anjing yang menyerang Bridger dan adiknya itu berjenis anjing gembala jerman campuran (German shepherd mix). Akibat gigitan anjing itu, bridger perlu dilarikan ke rumah sakit dan mendapat 90 jahitan.
Kejadian ini menjadi viral sehingga para pemain film “ The Avanger “ Chris Hemsworth, Robert Downey jr and Chris Evans menemui Bridge Walker, Tom Holland karena terinpirasi aksi heroiknya.
Mengapa ini mereka lakukan? Karena sebenarnya setiap kita juga mendambakan seorang pahlawan dan kita juga berusaha ingin menjadi pahlawan itu namun tidak bisa memuaskan kita. Dan aksi heroik ini sebenarnya telah dilakukan oleh Kristus.
Seperti Bridge Walker yang berdiri di depan adiknya untuk menghadang anjing yang hendak menerkam adiknya itu sehingga dia terseret dan wajahnya tergigit anjing itu. Perhatikan apa yang dilakukan oleh Kristus yaitu waktu kita berada di bawah kuasa dosa dan maut itu menerkam kita maka Kristus menghadang serta menanggung maut itu serta membiarkan diri-Nya hancur menjalani siksaan. Namun waktu Dia mengalami berbagai siksaan sampai tubuhnya hancur maka Dia berkata “ Bapa ampunilah mereka sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat “. Di atas kayu salib maka Dia menanggung semua pukulan maut yang seharusnya kita tanggung. Dia menjalani kematian maut
Yesus Kristus berdiri di tempat kita. Bertukar tempat dengan kita (substitusi) untuk menghadang terkaman maut. Menerima pukulan hukuman dosa yang semestinya dijatuhkan atas kita
Namun bukan itu saja. Dia menanggung terkaman, pukulan dan terjangan supaya kita menerima kehidupan-Nya, kekudusan-Nya, kebenaran-Nya, kemuliaan-Nya, berkatNya dan perkenanan-Nya.
Charles Spurgeon mengatakan “Anak Tuhan, Harga yang telah dibayar Kristus itu terlalu mahal untuk Dia dapat melupakanmu….” Ini menunjukkan bahwa Tuhan tidak mungkin membiarkan orang-orang yang ditebusnya binasa dan gagal, karena rencana penebusan-Nya sempurna dan tidak akan gagal.
PERTANYAAN REFLEKTIF
GOSPEL RESPONSE
KARENA INJIL ..