Hidup di dalam dunia yang penuh dengan pilihan, seringkali membuat kita bingung untuk memilih pilihan yang tepat. Kadang kala kita harus memilih di antara pilihan benar atau salah. Meski terlihat mudah, tetap saja memilih yang benar itu tidak gampang dilakukan. Kadang kala kita harus memilih di antara pilihan yang sama-sama baik. Untuk dapat menentukan pilihan yang benar dan tepat inilah hikmat dibutuhkan. Apa yang Alkitab ajarkan mengenai kehidupan yang berhikmat? Hikmat seperti apakah yang kita butuhkan? Bagaimana caranya agar bisa menjadi orang yang berhikmat?
Mengapa Kita Perlu Meminta Hikmat?
Kita perlu meminta hikmat sebab hikmat yang kita pahami mungkin berbeda dengan hikmat yang ada dalam Alkitab. Dan apa yang kita bayangkan tentang orang berhikmat bisa berbeda dengan apa yang Alkitab ajarkan. Ada yang memikirkan bahwa orang berhikmat adalah orang yang punya kemampuan intelektual. Dan dalam hal ini tidak berbicara tentang banyaknya pengetahuan tetapi memiliki kecerdasan tertentu yang bisa membuatnya mampu menganalisa, memikirkan dengan seksama segala sesuatu dari berbagai sudut dan aspek, sehingga dia mampu mengambil keputusan dengan baik, benar dan tepat. Namun orang yang cerdas belum tentu orang yang berhikmat, sekalipun orang yang berhikmat bisa dipakai Tuhan untuk menggunakan kecerdasannya dalam mengambil keputusan yang bijaksana. Jadi kecerdasan hanyalah alat dan bukan ciri khas dari seorang yang bijaksana.
Ada juga yang berpikir bahwa orang yang berhikmat adalah orang yang punya banyak pengalaman dimana banyaknya pengalaman itu membuat dia bisa mengambil keputusan dengan tepat dan bijaksana. Namun orang semacam ini belum tentu orang yang berhikmat sebab dalam pengalaman yang ada belum tentu orang itu belajar sesuatu. Dan biasanya kita bisa belajar sesuatu yaitu saat kita dalam pengalaman penderitaan dibandingkan dengan pengalaman yang menyenangkan. Jadi kumulatif pengalaman tidak sama dengan hikmat tetapi hanya alat yang bisa dipakai untuk mendapatkan hikmat.
Definisi Orang Berhikmat Menurut Alkitab.
Hikmat adalah kepekaan spiritual yang akan menolong kita dalam menjalani kehidupan untuk menggenapkan rencana Allah. Jadi hikmat adalah datangnya dari Tuhan karena berbicara tentang dimensi rohani dimana Tuhan saat menjawabnya bisa memakai intelektual atau pengalaman kita. Dan tujuannya bukan sekedar supaya bisa memilih lebih baik atau lebih menguntungkan tetapi bagaimana dalam pilihan itu hidup kita menggenapkan rencana Allah. Dan dalam Alkitab maka orang yang mengejar hikmat itu dikontraskan dengan orang yang mengejar kenyamanan diri sendiri ( Baca Yakobus 3: 14: 4:13 ). Orang yang mengejar hikmat adalah orang yang seolah-olah membuka hatinya kepada Tuhan dan rindu mendengar suara Tuhan supaya semua bagiannya dapat mengerjakan rencana Allah.
Salah Meminta Hikmat
Yakobus 1: 5a
1:5 Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah
Ada moment-moment tertentu dimana kita ini berserah diri pada Tuhan, mencari, menyerahkan diri dan melakukan kehendak Tuhan. Namun itu kita lakukan hanya pada saat-saat tertentu saja dan kita tidak tekun melakukannya setiap hari. Dan yang lebih banyak kita pikirkan setiap hari bukan mencari kehendak Tuhan tetapi kehendak kita sendiri. Sebab itu Firman Tuhan melalui Yakobus ini mengingatkan kita supaya minta hikmat karena kita kurang tekun dalam memintanya. Dan kata “ hendaklah meminta “ sebenarnya bukan sekedar himbauan tetapi itu adalah kalimat perintah supaya kita minta secara terus menerus tanpa berhenti. Mengapa kita disuruh untuk terus meminta yaitu bukan karena Tuhan tidak tahu kalau kita perlu hikmat atau kekurangan hikmat. Dia menyuruh kita untuk terus meminta hikmat yaitu karena kita ini lamban untuk belajar. Dan Dia rindu supaya kita sungguh-sungguh belajar menginginkan hikmat sehingga kita bisa peka dan rindu melakukan kehendakNya.
Kabar Gembira !!
--yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati
Kalau seorang guru yang pendek kesabarannya maka saat menghadapi murid yang lamban dalam belajar maka dia bisa menyerah. Namun Yakobus menuliskan bahwa Tuhan yang kepadaNya kita mohon hikmat adalah Tuhan yang berlimpah akan kasih karuniaNya. Dia akan bermurah hati untuk terus memberi bukan karena kita sudah belajar dengan baik tetapi karena kita memang membutuhkan hal tersebut. Mengapa kita sering menghadapi masalah yang sama itu bahkan sampai berkali-kali yaitu karena kita lamban dan tidak bisa belajar sesuatu. Sehingga saat Tuhan itu tahu bahwa kita belum bisa belajar sesuatu maka Tuhan itu sangat murah hati dengan melatih kita kembali melalui ujian yang kita terima. Namun Dia bukan Tuhan yang hanya memberi ujian tetapi juga, menyertai, menopang dan menolong kita dalam setiap pergumulan dan langkah hidup kita.
dan dengan tidak membangkit-bangkit--,maka hal itu akan diberikan kepadanya.
Allah tidak hanya murah hati tetapi juga memberi dengan tidak membangkit-bangkit dimana dalam terjemahan lain artinya Allah itu tidak mengolok-olok. Mengapa mengolok-olok yaitu karena kalau seseorang itu diajari dan tidak bisa-bisa maka biasanya yang ada dalam pikiran kita adalah menganggap dia itu bodoh. Tetapi tidak demikian dengan Allah yaitu sekalipun kita lamban belajar dan tidak tekun dalam mencari kehendak Tuhan maka Firman Tuhan mengajarkan supaya kita belajar memonon kepada Tuhan serta percaya bahwa Dia adalah Allah yang penuh kasih bagi setiap kita.
Kita Tidak Menginginkan Sang Hikmat
Seringkali dalam kehidupan kita maka kita datang kepada Tuhan dan kita minta Tuhan memberitahu kita apa yang menjadi kerinduanNya. Namun saat kita minta hikmat maka yang sebenarnya kita minta adalah apa yang menjadi jawaban akhirnya dan bukan kerinduan untuk berjumpa dengan Dia. Sesungguhnya dalam kita meminta hikmat maka jawaban terbaik bukanlah berupa jalan keluar tetapi kehadiran Sang Hikmat di setiap pilihan yang kita ambil. Sebab kalau Tuhan itu memberikan jawaban saja maka seolah-olah Dia akan membiarkan kita untuk melakukannya sendiri, tetapi Tuhan memberikan jawabannya bukan di luar Dia tetapi jawabannya adalah bersama-sama dengan Dia. Sebab dalam perjumpaan dengan Dia maka kita akan menemukan kasih yang besar yang menopang kita yaitu kasih yang justru rela berkorban, rela menderita dan mati bagi kita. Yesus Sang Hikmat merelakan diri-Nya mengalami penghinaan. Yesus yang Agung dan mulia, merendahkan diri-Nya begitu rupa ketika Dia naik ke atas salib yang merupakan lambang kehinaan terbesar. Itu semua dilakukan-Nya supaya kita mendapatkan pemulihan dalam Dia.
Orang yang disuruh meminta hikmat adalah dalam konteks ujian yang artinya ada kesulitan dan penderitaan. Dan dalam situasi ini yang diharapkan bukanlah kelolosan tetapi perjumpaan dengan Tuhan. Sehingga sekalipun ujian atau masalah belum selesai namun perjumpaan dengan Tuhan itu akan menjadi kekuatan yang menolong kita untuk menggenapi rencana Tuhan. Dan yang menjadi pertanyaan kita adalah apakah kita mau minta hikmat-Nya.