Minggu ini kita rehat sejenak dari sermon series From Judges to Jesus. Bersama dengan Pdt, Wahyu Pramudya kita akan membahas Injil dalam Pekerjaan. Kita akan memulai firman hari ini dengan kisah tentang uang 500 rupiah.
Bapak-bapak seringkali tidak begitu memperhatikan jumlah uang kembalian saat belanja. Suatu kali ketika belanja di suatu toko, tiba-tiba seorang pegawai toko tersebut mengejar saya saat saya hendak meninggalkan toko tersebut. Dengan sedikit terengah-engah ia memberikan saya 500 rupiah yang merupakan uang kembalian yang kurang.
Pegawai tersebut meminta maaf dengan begitu serius karena kekurangan kembalian yang ia berikan. Saat menerimanya, saya sempat mengucap kepadanya kalau ia tidak perlu serepot itu toh saya juga tidak menyadari kekurangan tersebut. Buat saya, kekurangan itu bukanlah suatu masalah yang besar sehingga pegawai tersebut tidak perlu minta maaf sampai segitunya.
Namun pegawai tersebut menanggapi demikian, ia tetap tidak bisa menerima kelebihan itu walau nominalnya hanya 500 rupiah. Karena menurutnya uang itu bukan haknya, dan jika ia mengambil berarti ia mencuri. Bila itu terjadi, maka Tuhan akan tetap tahu meski nominalnya kecil.
Perenungan bagi kita melalui kisah ini adalah bila anda memiliki pegawai dengan perilaku jujur seperti ini apakah anda tetap mempertahankannya atau malah segera mengeluarkannya? Banyak dari kita saya rasa akan senang dan menghargai karyawan dengan karakter jujur seperti ini.
Kita senang ketika mendapatkan perlakuan yang baik dan berintegritas dari orang lain. Namun yang menjadi pertanyaan berikutnya, apakah kita juga menjadi orang yang jujur dalam pekerjaan atau apapun yang sedang kita kerjakan saat ini?
1. GAMBAR BESAR KEHIDUPAN MANUSIA BARU.
Kolose 3:23 Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.
Bagian ayat berikut ini berbicara tentang manusia baru yang telah diselamatkan oleh Injil dan menerima anugerah dari Kristus. Pada bagian ini, Paulus mengingatkan kepada setiap orang percaya bahwa pembaharuan Injil harus dibawa dalam relasi rumah tangga dan dunia kerja. Kristus menghendaki orang-orang yang telah diubahkan menjadi baru oleh Injil-Nya menjadi duta-duta pembaharu mulai lingkup terdekat hingga terluas.
Mengapa Paulus perlu mengingatkan kembali soal hal ini? Karena pada saat itu berkembang ajaran sesat yang bernama Gnostisisme. Ini adalah ajaran campuran antara Yudaisme, Kristen dan banyak filsafat lain. Ajaran ini menekankan dimensi roh dan tidak peduli dengan urusan sehari-hari. Sehingga orang yang memiliki aspek rohani yang baik seharusnya akan menjauhkan dirinya dari aspek-aspek duniawi.
Gnostisisme juga melihat aspek roh sebagai suatu hal yang kudus dan baik. Sedangkan aspek duniawi merupakan hal yang kotor dan penuh dosa. Pandangan ini mengarahkan pada dualisme yang memisahkan antara aspek roh dan duniawi. Sehingga yang terjadi adalah orang-orang pada saat itu memisahkan kesalehan pada aspek roh dari aspek duniawi. Banyak orang yang begitu baik dalam menjalankan ritual dan mematuhi hukum-hukum taurat namun hidupnya serampangan dan melakukan apa yang diinginkan oleh hawa nafsunya.
Kekristenan sama sekali tidak seperti itu. Justru aspek rohani yang telah dibaharui ini harus dibawa untuk mempengaruhi aspek duniawi. Orang tidak boleh berpikir dualistik, ketika di gereja ia bisa begitu taat dan sering melayani. Tetapi begitu di dunia pekerjaan ia sama sekali tidak mencerminkan ajaran kekristenan.
Kita perlu jujur bahwa hal tersebut bukanlah hal yang mudah. Membawa pembaharuan yang sudah Allah lakukan untuk masuk ke keluarga dan dunia pekerjaan bukanlah hal yang bisa kita lakukan dengan baik. Menjadi semakin sulit karena dalam proses pengudusan yang terus terjadi dalam diri kita, kita hidup di tengah dunia yang belum mengenal Allah. Karena kita harus terus membawa arus pembaharuan melawan arus dunia yang sudah rusak ini.
2. GODAAN DALAM PEKERJAAN
Kolose 3:22 Hai hamba-hamba, taatilah tuanmu yang di dunia ini dalam segala hal, jangan hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan hati manusia …
Bagi anda yang saat ini adalah seorang pekerja, godaan yang mungkin banyak dihadapi adalah godaan asal bapak senang. Berapa banyak dari kita atau mungkin orang di sekitar kita yang tidak bekerja dengan ketulusan dan integritas? Kita mungkin masih sering mengerjakan sesuatu hanya supaya atasan kita senang. Tidak peduli apakah hal yang kita lakukan itu baik atau tidak, asal atasan kita senang kita tanpa berpikir dua kali langsung melakukannya.
Pada Kolose 3:22 Paulus mengingatkan bahwa kita tidak boleh bekerja dengan cara seperti ini. Kita tidak bisa bekerja dengan kepalsuan dan motivasi hanya untuk menyenangkan atasan kita. Sebagai orang yang sudah hidup baru kita tidak boleh bekerja hanya untuk cari muka.
Kolose 4:1 Hai tuan-tuan berlakulah adil dan jujur terhadap hambamu ….
Bagaimana dengan kita yang saat ini adalah pemilik usaha. Apakah kita merasa bahwa kita bebas melakukan apapun asal hal tersebut mendatangkan keuntungan untuk kita? Sudahkah kita memperlakukan pegawai kita dengan adil sebagaimana diingatkan Paulus dalam Kolose 4:1? Berapa banyak dari kita yang masih belum memberikan upah yang layak demi menambah margin keuntungan untuk kepentingan kita sendiri.
Jangan berkata usaha anda sulit di hadapan karyawan anda, namun kehidupan anda masih dipenuhi dengan hal-hal yang mewah. Kita mungkin berpikir bahwa kita tidak bertanggung jawab atas kehidupan karyawan kita. Namun Firman Tuhan mengingatkan hal yang sebaliknya. Berlakulah adil dan jujur terhadap karyawanmu.
Baik ABS (Asal Bapak Senang) maupun ACS (Asal Cuan Senantiasa) sebenarnya merupakan tanda dari problem klasik yang dihadapi manusia yaitu self-centeredness atau keterpusatan pada diri sendiri. Kita bisa melihat ini merupakan sebuah problem yang sudah ada sejak manusia pertama.
Mari kita mengingat kembali pada saat Adam pertama kali ditanya oleh Tuhan mengapa ia memakan buah yang terlarang. Respon Adam saat itu langsung menyalahkan orang lain, ini merupakan bentuk keterpusatan pada diri sendiri. Bahkan Hawa juga menyalahkan ular atas tindakannya yang salah.
Pola menyalahkan orang lain atas kesalahan yang dibuat sendiri merupakan tanda-tanda keterpusatan pada diri sendiri. Kejatuhan dalam dosa membuat manusia tidak lagi bergantung pada Tuhan dan malah melindungi dirinya sendiri dengan usahanya.
Mengenakan identitas manusia baru di tengah dunia yang berisi orang-orang yang self-centered seringkali membuat kita menjadi goyah. Melihat orang-orang yang melakukan kecurangan dalam pekerjaan dan usahanya malah semakin besar tentu akan menggoda kita untuk melakukan hal yang sama. Mengikut ajaran Yesus seakan tidak membawa keuntungan yang nyata buat kita. Menerapkan nila-nilai kekristenan baik sebagai pekerja maupun pemilik usaha nyatanya makin membuat kita sulit.
Sejauh mana kita bisa tetap bertahan untuk tidak mementingkan kepentingan diri sendiri dan tetap berpegang pada nilai-nilai yang benar?
Suatu kali seorang anak yang masih kecil mencoba untuk mengenakan kemejanya sendiri. Di tengah ia mengancingkan setiap kancing yang ada di kemeja tersebut, ia kemudian berteriak dan berkata kalau lubang kancingnya kurang. Rupanya ia sudah salah memasang kancing sejak awal, sehingga meski pada awalnya proses pengancingan berjalan lancar namun di akhir ia menemukan kendala.
Apa yang dialami anak itu cukup menggambarkan situasi kita saat ini. Seringkali ketika kita melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan Firman Tuhan pada awalnya seperti baik-baik saja. Tidak ada kendala dan konsekuensi yang harus dihadapi. Sampai pada akhirnya sesuatu yang besar terjadi dan menjadi masalah buat kita. Hingga akhirnya kita sadar betapa fatalnya kesalahan yang telah kita perbuat karena kita telah salah langkah dari awal.
Self-centeredness sebagai pergumulan kita merupakan sebuah kerusakan yang harus diperbaiki sedari awal. Dari semenjak kita menempatkan apa yang menjadi motivasi kita ketika melakukan sesuatu. Kita harus meletakkan Tuhan menjadi yang utama bukan lagi diri kita dan segala ambisi kita menjadi pusat dari perilaku kita.
Oleh sebab itu Firman Tuhan mengatakan bahwa motivasi kita untuk bekerja adalah bagi Tuhan karena takut akan Tuhan. Self-centeredness tidak bisa dilawan dengan seminar motivasi atau perubahan perilaku saja. Tapi problem ini harus dilawan dengan satu hal yang fundamental yaitu meletakkan Tuhan menjadi pusat dan yang terutama.
3. INJIL DALAM PEKERJAAN
Kesadaran bahwa kita hidup dalam pantauan Tuhan memampukan kita untuk tidak lagi bekerja hanya untuk kepentingan diri sendiri. Oleh sebab takut akan Tuhan kita mampu untuk bekerja dengan tulus demi memuliakan nama-Nya. Pekerjaan bukan lagi menjadi sarana bagi kita untuk memuliakan diri sendiri dengan menyenangkan hati manusia saja.
Firman Tuhan mengingatkan kita sebagai pemilik usaha bukan berarti kita dapat berbuat semau kita. Kita merasa berkuasa atas apa yang kita miliki dan bebas melakukan apa yang kita mau. Padahal sebenarnya apa yang kita miliki saat ini segala sesuatunya dikuasai oleh Tuan yang ada di surga. Kita perlu menyadari bahwa kita hanyalah pengelola dari apa yang Tuhan percayakan pada kita saat ini. Tuhan bisa sewaktu-waktu mengambil segalanya dari kita.
Sebuah Kisah Tentang Penjual Telur
Seorang rekan saya yang baik meninggal, dan seiring dengan meninggalnya orang tersebut usahanya hancur berantakan. Sebelumnya rumah mereka sangat luas, namun sekarang
ibu dan dua orang anak itu, mereka harus tinggal di satu rumah yang kecil dan juga menjaga toko kecil, yang mana milik pembantu mereka. Dan ibu itu bercerita mengalami pengalaman dengan Tuhan.
Waktu itu ibu itu membeli telur untuk mendapatkan untung lebih banyak. Namun tanpa diduga saat expired date telur tersebut sudah dekat, stok telur nya masih banyak. Dan karena itu, pertama kali dalam hidup ibu itu, ia berdoa kepada Tuhan agar telur tersebut laku, namun tidak semua seperti yang mereka doakan. 3-4 hari sebelum telur itu busuk, ibu itu putus asa lalu saat ibu itu menutup pintunya, ada seorang pria datang dan ingin membeli telur dan pria itu bertanya apakah telurnya masih bagus? Dan Ibu itu tercengang, apakah ia harus berbohong supaya telur itu laku, namun ia mau taat akan Tuhan, dan akhirnya ia menjawab dengan jujur jika expired telur itu tinggal 3-4 hari dan pria tersebut menghargai kejujuran ibu tersebut dan mengambil semua stok telur itu. Ibu itu mengucap syukur, tetapi yang ibu itu tahu walaupun hal ini tidak terjadi dan mengalami kerugian, ibu itu mau untuk tetap taat, karena ibu itu menyadari sudah mendapatkan berkat terbesar dari Kristus bagi hidupNya.
Tim Keller mengatakan “ “ ... menjadi seorang Kristen membawa kita untuk melihat pekerjaan kita bukan semata-mata sebagai sarana untuk mendapatkan uang, bukan pula sarana untuk pengembangan pribadi, namun sebagai sebuah panggilan—untuk mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama. “
Pekerjaan adalah sebuah panggilan untuk membawa Kristus yang injilnya sudah mengubah hidup kita kedalam dunia kerja yang masih dikuasai oleh dosa dan segala self-centeredness itu, untuk menjadi etalase bahwa ini yang Kristus lakukan yang berbeda dari dunia.
Orang yang telah terselamatkan akan melihat pekerjaan sebagai sarana penyembahannya, maka sikap terbaik, kinerja terbaik yang dilakukan seolah untuk manusia tetapi sebenarnya kita memberi bagi Kristus yang sudah mati bagi kita. Kristus mati bagi kita, supaya kita tidak hidup mengikuti dosa dan segala hawa nafsunya. Dia mati untuk kita, supaya kita hidup bagi-Nya.
Hiduplah sebagai orang yang telah tertebus oleh darah Kristus; berpusat pada kehendak Kristus dan bukan diri sendiri baik di altar maupun di pasar.