The Gospel Of Grace

The Book Of Galatians Week 19 "The Gospel Of Grace" 

Ps. Natanael Thamrin

 

PEMBACAAN  : Galatia 4: 21 - 31

Mungkin kita sudah sering mendengar kata 'Grace' atau kasih karunia sehingga yang terjadi adalah kita “ Take It For Granted” yaitu tidak lagi menganggap atau menghargai suatu hal karena hal tersebut sudah sangat sering terjadi atau karena sudah terbiasa dengan hal tersebut. Contoh:  kita sering take it for granted untuk udara yang kita hirup setiap hari. karena sudah tiap hari kita terima maka itu seolah-olah adalah sesuatu yang pasti dan harus kita terima. tapi ketika kita mengalami sakit dan harus membayar untuk setiap tarikan udara dari tabung oksigen yang ada di rumah sakit dan tagihannya tiap hari makin besar maka barulah kita ingat tentang betapa kita seharusnya bersyukur untuk udara yang kita hirup setiap hari.  Atau kita sering take it for granted untuk orang-orang disekeliling kita, entah itu keluarga, sahabat-sahabat di care group, dan lain sebagainya. karena sudah biasa ketemu atau sudah sering berada sama-sama kita maka kita anggap itu sesuatu yang biasa. Namun ketika orang-orang itu pergi atau meninggalkan kita maka barulah kita sadar bahwa keberadaan mereka itu banyak mempengaruhi hidup kita. 

Demikian halnya dengan kasih karunia. Karena kita sudah terbiasa dengan kata kasih karunia maka kita tidak lagi melihat kasih karunia sebagai sesuatu yang seharusnya di rayakan setiap saat. ataupun klo masih kita ucapkan, terkadang hanya sebatas ucapan klise untuk menunjukkan bahwa kita masih rohani, padahal kita sudah kehilangan rasa akan kasih karunia. Dari perikop yang kita baca tadi, saya punya 3 poin penting untuk kita renungkan yaitu :

          1. MENGAPA SERINGKALI KITA GAGAL DALAM MENGHAYATI KASIH KARUNIA 

(Galatia 4:21)

“Katakanlah kepadaku, hai kamu yang mau hidup di bawah hukum Taurat tidakkah kamu mendengarkan hukum Taurat?” 

Kalimat ”hai kamu yang mau hidup di bawah hukum taurat” menyiratkan bahwa orang-orang Kristen di Galatia ingin kembali kepada prinsip bahwa untuk mendapatkan keselamatan atau untuk mendapatkan perkenanan Tuhan maka mereka perlu menambahkan sesuatu dengan cara melakukan Hukum Taurat. Ini terjadi karena ajaran Judaizer yang mengatakan bahwa kalau orang-orang Kristen di Galatia yang non Yahudi mau jadi anak-anak Abraham maka mereka perlu disunat, jika tidak maka mereka belum dapat disebut anak-anak Abraham dan tidak mendapat bagian dalam janji-janji Allah.

Mungkin kita merasa bahwa bagian ini sudah tidak relate dengan kehidupan kita masa kini. itu kan eranya jemaat di Galatia. Mari kita perhatikan contoh ilustrasi yang dipakai oleh seorang pengkhotbah handal yang bernama charles spurgeon pada abad 19.

Ada sebuah kisah seorang tukang kebun yang menanam wortel raksasa. Ia kemudian membawa wortel itu kepada raja dan berkata: tuan, ini adalah wortel terbesar yang pernah kutanam dan yang pernah tumbuh. Aku persembahkan ini kepada tuan sebagai ungkapan rasa cinta dan hormatku. 

Sang raja tersentuh dengan ketulusan hati orang itu, sehingga ketika orang tukang kebun itu hendak pergi, sang raja berkata: tunggu! Kamu adalah seorang tukang kebun yang sangat baik. Saya punya sebidang tanah di samping tanahmu. Saya mau memberikannya kepada kamu sebagai hadiah, supaya kamu bisa mengelola semua tanah itu dan menghasilkan wortel-wortel terbaik. Tukang kebun itu terheran-heran dengan kebaikan hati sang raja dan dia pulang ke rumahnya dengan gembira. 

Singkat cerita, berita tentang kebaikan raja kepada seorang tukang kebun ini beredar dengan cepat ke seluruh pelosok negeri itu. Nah, ternyata ada seorang kaya dari kalangan bangsawan yang mendengar hal itu dan berpikir: wah, kalau orang yang kasih wortel saja dapat hadiah seperti itu, bagaimana kalau ada yang memberi raja sesuatu yang lebih baik? 

Keesokan harinya, bangsawan ini datang menghadap raja dan membawa seekor kuda hitam yang gagah. Ia membungkuk dihadapan raja dan berkata: tuanku raja, saya seorang peternak kuda. Ini adalah kuda terbaik yang pernah saya ternakkan. Saya ingin mempersembahkan kepada tuanku sebagai ungkapan rasa cinta dan hormatku. 

Namun, sang raja ternyata mengenali niat hati orang itu. Ia kemudian hanya berkata: terimakasih dan mempersilahkan orang itu pulang. 

Si bangsawan nampak terdiam kebingungan. Sang raja lalu berkata: aku akan memberi penjelasan. Tahukah anda bahwa tukang kebun itu memberi wortel untukku. Tetapi kamu memberi kuda itu untuk dirimu sendiri. 

Apa pesan yang kita pelajari disini? 

Jika kita memberi kepada Allah dengan harapan untuk membuat kita diberkati atau diberi akses lebih mudah kepada Tuhan maka kita sebenarnya sedang memberi untuk diri kita sendiri bukan untuk Tuhan.

Bukankah ini sesuatu yang serupa dengan apa yang ingin dilakukan oleh orang-orang kristen di Galatia. Mereka ingin melakukan sesuatu untuk tuhan dengan tujuan untuk mendapatkan penerimaan atau perkenanan lebih dari Tuhan. Berkaca dari sini, pertanyaan yang perlu kita renungkan ialah jadi mengapa kitapun seringkali gagal menghayati kasih karunia? 

          1a. Karena seringkali kita masih mengandalkan usaha dan kebaikan diri sendiri supaya dianggap layak mendapatkan kasih karuniaNya.

Padahal jika kita membaca Alkitab, disana kita menjumpai bahwa Allah justru berjanji untuk memberikan kasih karuniaNya tanpa syarat, tetapi mengapa kita masih saja membuat syarat-syarat untuk mendapat penerimaan Allah atas kasih karuniaNya yang tanpa syarat? Jika kasih karunia yang diberikan pada kita tanpa syarat. Lalu mengapa kita masih menambahkan syarat-syarat untuk mendapatkan penerimaan dan pengakuan bahwa kita memang layak mendapatkan kasih karuniaNya. Martin luther pernah menuliskan: 

Tidak ada manusia yang tidak pernah mengandalkan perbuatan baiknya, berharap agar semua usaha itu dapat memenangkan hati Allah dan membuat mereka layak mendapatkan kasih karunia-Nya. Sikap yang demikian tidak bisa diterima Allah, karena Dia telah berjanji untuk memberikan kasih karunia-Nya tanpa syarat. Dia menghendaki agar kita mulai hidup dengan memercayai kasih karunia-Nya, dan melakukan semua perbuatan baik kita di dalam kasih karunia itu.

Inilah yang kita saksikan dalam kisah Abraham dan Sarah sesungguhnya.

“Tetapi anak dari perempuan yang menjadi hambanya itu diperanakkan menurut daging dan anak dari perempuan yang merdeka itu oleh karena janji.” (Galatia 4:23)

Dikatakan bahwa anak dari hamba perempuan itu diperanakkan menurut daging dan anak dari perempuan yang merdeka itu diperanakkan oleh karena janji. Ayat ini menunjukkan bahwa yang satu diupayakan melalui hikmat manusia sedangkan yang satu karena janji Allah. 

Disini kita dibawa untuk melihat sebentar kisah abraham yang menerima janji Allah atas keturunan melalui Kejadian 15: 1-6

1 Kemudian datanglah firman TUHAN kepada Abram dalam suatu penglihatan: "Janganlah takut, Abram, Akulah perisaimu; upahmu akan sangat besar."

2 Abram menjawab: "Ya Tuhan ALLAH, apakah yang akan Engkau berikan kepadaku, karena aku akan meninggal dengan tidak mempunyai anak, dan yang akan mewarisi rumahku ialah Eliezer, orang Damsyik itu."

3 Lagi kata Abram: "Engkau tidak memberikan kepadaku keturunan, sehingga seorang hambaku nanti menjadi ahli warisku."

4 Tetapi datanglah firman TUHAN kepadanya, demikian: "Orang ini tidak akan menjadi ahli warismu, melainkan anak kandungmu, dialah yang akan menjadi ahli warismu."

5 Lalu TUHAN membawa Abram ke luar serta berfirman: "Coba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat menghitungnya." Maka firman-Nya kepadanya: "Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu."

6 Lalu percayalah Abram kepada TUHAN, maka TUHAN memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran.

Dikatakan bahwa Abram percaya Tuhan kepada janji Tuhan. Namun, seketika di pasal setelahnya yakni pasal 16” 1- 3  dikatakan: 

1 Adapun Sarai, isteri Abram itu, tidak beranak. Ia mempunyai seorang hamba perempuan, orang Mesir, Hagar namanya.

2 Berkatalah Sarai kepada Abram: "Engkau tahu, TUHAN tidak memberi aku melahirkan anak. Karena itu baiklah hampiri hambaku itu; mungkin oleh dialah aku dapat memperoleh seorang anak." Dan Abram mendengarkan perkataan Sarai.

3 Jadi Sarai, isteri Abram itu, mengambil Hagar, hambanya, orang Mesir itu, — yakni ketika Abram telah sepuluh tahun tinggal di tanah Kanaan —, lalu memberikannya kepada Abram, suaminya, untuk menjadi isterinya.

Perhatikan kalimat: Abram mendengarkan perkataan Sarai. Di pasal 15 tadi, disana kita menjumpai bahwa Abram percaya kepada janji Tuhan. Namun di pasal 16, seketika Abram seolah-olah ragu akan janji Tuhan dan mendengarkan perkataan Sarai yang menyuruh dia untuk menghampiri Hagar hambanya supaya hagar menjadi istrinya dan memperoleh anak. 

Fenomena ini mungkin sangat sering terjadi dalam keseharian kita dimana kita mungkin di suatu hari bisa meyakini akan janji penyertaannya tetapi keesokan harinya kita bisa menjadi ragu.  Atau disuatu saat kita bisa saja sangat yakin bahwa semua yang ada pada diri kita ini karena kasih karunianya tetapi keesokan harinya kita bisa bangga dan berkata bahwa ini semua ada karena usaha dan kerja kerasku. Perubahan seketika pada Abram dan mungkin pada diri kita terjadi karena apa?

          1.b. Karena seringkali kecenderungan hati kita yang salah arah dimana kita ingin jawaban instan untuk mengatasi persoalan hidup.

Maka itu, kita seringkali gagal dalam menghayati kasih karunia karena kecenderungan hati kita yang salah arah dan ingin jawaban instan atas persoalan hidup. Ingin mendapat jawaban atas suatu persoalan dalam hidup bukan sebuah dosa tetapi itu menjadi keliru ketika kita menginginkan jawaban dengan cara kita dan sesuai dengan kehendak kita. 

Kalau melihat kisah dalam kejadian 16, apa yang sarah lakukan di dalam kacamata budaya setempat bukanlah sesuatu yang keliru karena proposal poligami merupakan cara yang dapat diterima pada waktu itu. Namun apa yang diterima dan dibenarkan oleh budaya tidak menjamin itu seturut dengan kehendak Allah. Nyata-nyatanya apa yang dilakukan Sarah justru mengekspresikan kisah kejatuhan manusia dalam dosa. Perhatikan komparasi berikut ini 

Musa menulis kisah ini(Abram mendengarkan perkataan Sarai)sebagai paralel dengan kejatuhan mula-mula.(Adam mendengarkan perkataan Hawa). Tindakan Sarai sejajar dengan tindakan Hawa.

Ketika Abram mendengarkan istrinya (Kej. 16:2), itu sama seperti ketika Adam mendengarkan istrinya (Kej. 3:17). Ketika Sarai mengambil Hagar (Kej. 16:3a), itu sama seperti ketika Hawa mengambil buah (Kej. 3:6a). Ketika Sarai memberikan Hagar kepada suaminya (Kej. 16:3b), itu sama seperti ketika Hawa memberikan buah itu kepada suaminya (Kej. 3:6b). 



Dan dalam kedua kasus ini kedua pria (baik Adam dan Abram) dengan rela dan sadar mengambil bagian tersebut.

Ini semua menunjukkan bahwa betapa kecenderungan hati manusia tanpa terkecuali sudah rusak karena dosa. Kita cenderung ingin melakukan kehendak kita sendiri sekalipun kita tahu akan kehendak Allah. Dan ini menunjukkan bahwa sebenarnya kita ga pengen allah yang pegang kendali atas hidup kita karena kita lebih suka pegang kendali dengan kekuatan diri kita sendiri. Seorang Teolog yang bernama R.C.Sproul mengatakan: 

The fundamental loss of a desire for God is the heart of original sin. 
(Kehilangan mendasar dari keinginan akan Allah adalah inti dari dosa asal.)

Sewaktu kita tidak menginginkan Allah maka itu asal mula dari dosa. Ingat bahwa dosa bukan sekadar prilaku yang tidak seturut firman tuhan tetapi keinginan hati yang tidak menginginkan Tuhan adalah akar dari dosa. Karena keinginan hati manusia sudah rusak karena dosa maka hanya yang berasal dari luar diri kita yang sanggup mengubah apa yang ada di dalam hati kita yang rusak. Dan jawabannya adalah Kasih Karunia. Matt Chandler berkomentar tentang kasih karunia yaitu

Kasih karunia adalah pengubah hati, karena dari hati muncul segala macam perilaku.

          2. BAGAIMANA KITA DAPAT MENGALAMI KEKUATAN KASIH KARUNIA? (

Galatia 4:27)

Karena ada tertulis: "Bersukacitalah, hai si mandul yang tidak pernah melahirkan! Bergembira dan bersorak-sorailah, hai engkau yang tidak pernah menderita sakit bersalin! Sebab yang ditinggalkan suaminya akan mempunyai lebih banyak anak dari pada yang bersuami." 

Kutipan dari Yesaya 54:1

“Bersorak-sorailah, hai si mandul yang tidak pernah melahirkan! Bergembiralah dengan sorak-sorai dan memekiklah, hai engkau yang tidak pernah menderita sakit bersalin! Sebab yang ditinggalkan suaminya akan mempunyai lebih banyak anak dari pada yang bersuami, firman TUHAN.”

Yang menarik untuk kita pikirkan dari ayat ini ialah bagaimana mungkin kemandulan membawa sorak-sorai atau sukacita?

Waktu kita berbicara tentang kemandulan, kita perlu tahu bahwa dizaman itu, budaya setempat menganggap keberhargaan seorang wanita diletakkan sepenuhnya pada kemampuannya untuk melahirkan anak. Sehingga, kemandulan dianggap sebuah stigma yang buruk dan wanita yang demikian dianggap tidak berguna.  Kalau kita melihat konteks masa kini, bukankah sebagian besar masyarakat modern sekarang ini juga masih condong melihat hal yang sama? Jadi, jika berkaca dari hal ini maka bukankah kemandulan seharusnya diresponi dengan keheningan bahkan kesedihan. Lalu, bagaimana mungkin kemandulan membawa sorak-sorai atau sukacita? Disinilah paulus ingin menjelaskan satu hal yang penting yaitu Injil kasih karunia kepada yang mandul.

Paulus sedang menunjukkan bahwa injil kasih karunia kepada yang mandul tidak hanya muncul dari pembacaan kisah Hagar dan Sarah melainkan inilah Injil kasih karunia juga  disingkapkan di dalam seluruh Perjanjian Lama. Kalau kita kembali melihat Yesaya 54:1 disana kita menemukan bahwa  ayat ini dituliskan dalam sebuah konteks. 

Yesaya 54:1

“Bersorak-sorailah, hai si mandul yang tidak pernah melahirkan! Bergembiralah dengan sorak-sorai dan memekiklah, hai engkau yang tidak pernah menderita sakit bersalin! Sebab yang ditinggalkan suaminya akan mempunyai lebih banyak anak dari pada yang bersuami, firman TUHAN.”

Latarbelakang nubuatan dalam kitab Yesaya ini sebenarnya ditujukan kepada orang-orang Israel yang ada di pembuangan di Babilonia, sekitar 1200 tahun setelah zaman Abraham dan 600 tahun sebelum zaman Paulus dimana orang Israel mengira bahwa kehidupan mereka telah berakhir dan mereka tidak akan pernah kembali ke negeri mereka. Mereka terlihat gagal, lemah, dan tak berdaya dibawah pengasingan dan penjajahan bangsa lain dalam hal ini adalah bangsa Babilonia. Tetapi disisi lain, bangsa Babilonia yang menjajah dan memperbudak mereka terlihat semakin kuat bahkan berkuasa. Jadi bagaimana mungkin orang yang lemah dan tidak berdaya dapat bersorak-sorai? 

Disinilah kita menemukan keindahan hasih karunia, dimana Tuhan seolah-olah berkata “bersukacitalah. sekarang kamu memang terlihat tidak berdaya, tetapi justru disana kamu akan melihat kasih karunia-Ku. Yang kuat terlalu sibuk mengandalkan diri mereka sendiri. 

Ini adalah cara kasih karunia Allah bekerja.  Justru di dalam kelemahan kita, kuasa kasih karunia Allah itu semakin nyata dan bersinar.

Orang berinjil tidak menunjukkan dirinya hebat dan sempurna, tetapi justru tidak malu untuk menunjukkan kelemahan dan ketidaksempurnaannya supaya seluruh kecukupan Kristus semakin nampak di dalam hidupnya

Sistem nilai dunia mengajarkan kepada kita untuk menjadi hebat, menjadi kuat, menjadi berpengaruh, sukses, dan seterusnya. Tidak jarang nilai-nilai ini merasuk di dalam kehidupan bergereja. Dimana kita mungkin sering mendengar: kamu orang hebat, nanti kamu dipakai tuhan dengan heran. Padahal jika kita melihat apa yang alkitab ajarkan sangat kontras. 

Rasul paulus pernah mencatat dalam 2 Korintus 12:10 

“Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. 
Sebab jika aku lemah, maka aku kuat.” 

Disini kita dapat menyaksikan bahwa Allah sanggup menguatkan yang lemah sehingga yang lemah tidak menjadi putus asa, namun disisi lain mereka yang merasa kuat bersiaplah untuk dibawa kedalam pengalaman kehancuran. Bukan supaya kita menjadi putus asa, melainkan agar kuasa kasih karunia allah semakin nyata dan bersinar di dalam setiap kelemahan kita dan juga supaya kita berhenti bersandar pada diri sendiri dan mulai bersandar pada kekuatan Allah. 

Jika kembali dalam surat Galatia, maka disana kita melihat bagaimana nubuatan dalam kitab Yesaya digunakan oleh Paulus untuk memberikan penerapan yang sangat indah. 

Ketika orang-orang galatia seolah-olah sedang dilemahkan oleh para Judaizers dimana mereka diberitahu bahwa mereka terlalu cemar dan cacat untuk menganggap diri mereka sebagai anak-anak Allah yang dikasihi saat mereka percaya, justru Paulus membalikkan keadaan itu dan menghibur orang-orang di galatia dengan penuh keyakinan. Timothy Keller menjelaskan hal ini dengan sangat indah

Jika keselamatan bergantung pada perbuatan, maka hanya mereka yang "subur" yang dapat memiliki "keturunan". Hanya mereka yang memiliki kemampuan moral dan kekuatan, orang-orang dari keluarga baik, orang-orang dengan rekam  jejak baik yang dapat berbuah secara rohani, menikmati kasih dan sukacita Tuhan, dan berdampak pada kehidupan orang lain. Namun, jika Injil benar, tidak masalah siapa anda sekarang ini atau siapa anda di masa lampau. Anda mungkin orang yang diabaikan dan direndahkan secara rohani dan moral, sama seperti seorang perempuan mandul yang diabaikan pada masa lampau. Sekarang, hal ini tidak lagi menjadi masalah. Anda tetap dapat memberi dampak dan mungkin itu bertahan lebih lama.  Injil berkata: Anugerah bukan hanya untuk Hagar yang subur, tetapi juga untuk Sarah yang mandul. Jika Sarah bisa memiliki masa depan, siapapun bisa!

Apapun latarbelakang anda, status sosial anda, kehidupan KITA dimasa lampau anda, di dalam Injil  Yesus Kristus kita punya masa depan.  Jadi bagaimana kita dapat mengalami kekuatan kasih karunia itu semakin nyata dalam hidup kita? 

Dengan senantiasa mengingat bahwa kasih karunia Allah sanggup menguatkan yang lemah tetapi juga sanggup melemahkan yang kuat supaya bagi yang lemah tidak berputus asa dan yang merasa kuat tidak bermegah diri.

          3. APA IMPLIKASI KASIH KARUNIA DALAM KEHIDUPAN IMAN PERCAYA KITA. 

Galatia 4:29   

“Tetapi seperti dahulu, dia, yang diperanakkan menurut daging, menganiaya yang diperanakkan menurut Roh, demikian juga sekarang ini.” 

Tim Keller mengatakan “ Salah satu cara kita mengetahui bahwa identitas diri kita berdasarkan pembenaran oleh Kristus ialah kita tidak menjadi benci dan memusuhi orang yang berbeda pendapat dengan kita. Adapun, salah satu cara untuk mengetahui bahwa identitas diri kita berdasarkan pembenaran oleh perbuatan baik ialah kita menganiaya orang yang berbeda dengan kita.”

Respon kita terhadap penganiayaan yang kita alami oleh orang-orang disekitar kita atau respon kita ketika menghadapi perbedaan pendapat dengan orang-orang disekitar kita hanya akan mengekspos identitas kita. Jika respon kita digerakkan oleh kasih karunia maka dimampukan untuk tidak membenci dan memusuhi orang yang berbeda pendapat dengan kita. Tetapi jika respon kita digerakkan oleh perbuatan baik yang lahir dari perasaan merasa diri lebih benar daripada orang lain maka kita akan punya kecenderungan untuk memandang orang lain dengan rendah karena tidak melakukan apa yang kita lakukan. 

Implikasi memahami kasih karunia itu sangat besar, contoh : saat kita marah karena merasa kurang dihargai, namun karena semuanya hanya oleh kasih karunia, maka kita semakin menyadari bahwa sesungguhnya kita memang tidak layak untuk mendapatkan apa yang kita anggap pantas untuk kita dapatkan. Jika Allah sampai memberikan apa yang kita pantas terima, maka itu hanyalah kematian kekal. 

Saat kita merasa bersalah atas kegagalan yang kita lakukan, namun karena semuanya hanya oleh kasih karunia, maka kita tidak bisa berkata bahwa aku tidak layak lagi menerima kasih karunia Allah. Sesungguhnya sejak mula, kita memang tidak layak menerima kasih karunia Allah. Hanya oleh karena kasih karunia maka sekalipun kita melakukan kesalahan kita tetap dikasihi oleh Allah.

Siapa yang membuat kita menerima kasih karunia dan yang memampukan kita menghidupi kasih karunia? Pertanyaan yang ada dalam Galatia 4 ayat 21, 27, dan 29 memperlihatkan suatu keindahan dari Injil kasih karunia, dimana yang menjadi jawabannya adalah Kristus. 

Apa yang Kristus lakukan? 

Kristus tunduk di bawah hukum menjalani hidup taat sempurna pada kehendak Bapa. Kristus datang menjadi manusia, lahir ditempat yang paling hina dan menjalani kehidupan sebagai seorang hamba. Kristus mengalami penolakan, dibenci bahkan dianiaya sampai mati diatas kayu salib. Untuk apa? Agar kita yang gagal hidup di dalam ketaatan pada kehendak Allah mendapatkan penerimaan yang sempurna dari Bapa. Agar kita yang seringkali sombong, merasa diri kuat bahkan berkuasa menjadi rendah hati dan tidak bersandar pada kekuatan diri sendiri. Agar kita yang seharusnya tertolak dan dihukum mati karena kesalahan kita sendiri mendapat kehidupan kekal dan diangkat menjadi anak-anak Allah.

Pertanyaan Reflektif

Bagaimana Injil kasih karunia mengubah anda secara radikal dalam setiap aspek kehidupan anda baik itu di gereja, di rumah, di kantor dan seterusnya? Dalam area mana anda merasa lemah dan perlu dikuatkan? Dan dalam area mana anda merasa kuat dan perlu dilemahkan oleh Allah?

Bertobatlah dari kehidupan yang membanggakan dan mengandalkan kekuatan diri sendiri melainkan pandanglah Kristus yang menanggalkan kuasanya untuk menyelamatkan kita. 

Gospel Responses: Renungkanlah apa yang Kristus telah lakukan bagi kita dan ingatlah akan kasih karuniaNya yang senantiasa menopang hidup kita.

IMPLIKASI INJIL. Karena Injil ..

  • Kita dapat memandang segala sesuatu yang kita miliki sebagai pemberian Allah atas dasar kasih karunia-Nya.
  • Kita tidak sombong dan merendahkan orang lain ketika berhasil karena tahu bahwa itu semua karena kasih karunia-Nya dan ketika gagal, tidak menjadi putus asa karena sadar bahwa kasih karunia-Nya selalu ada dan akan menopang kita.
  • Kita dimampukan untuk tetap bersukacita sekalipun keadaan hidup kita tidak selalu seperti yang kita harapkan.