A Shepherd Slays A Giant
Ayat Bacaan:
1 Samuel 16:6-7, 10-12; 17:45-50
Ringkasan Khotbah:
Firman Tuhan bercerita tentang Daud yang diurapi Allah. Nabi Samuel diminta Allah untuk datang ke rumah Isai karena salah satu dari anaknya adalah orang yang dipilih Tuhan. Dari anak pertama sampai anak ketujuh, Allah tidak memilih mereka sebab Allah tidak melihat manusia dari penampilan luar tetapi dari hati mereka. Kita begitu mudah menilai orang lain dari luarnya, menganggap rendah orang lain dari apa yang dipakai, apa yang dia lakukan, dll. kita tidak suka dibeda-bedakan dengan orang lain, ironisnya, kita terlalu suka membeda-bedakan orang lain.
Tuhan melihat dan menilai manusia dari hati. Tuhan lebih tertarik pada kemurnian hati, daripada kecakapan jasmani. Kemudian, saat Daud berhadapan dengan Goliat, Goliat pun memandang rendah Daud yang kecil itu. Namun, Daud tahu bahwa pertarungannya dengan Goliat bukan tentang dirinya, tapi tentang Tuhan. Meskipun dia dipandang rendah, Daud tidak minder, karena dia tahu nilai dirinya adalah Tuhan itu sendiri.
Pertanyaan Diskusi:
1. Berapa sering kita menilai orang lain dari luar (penampilan, prestasi)? Apakah kita sombong terhadap orang yang lebih rendah dari kita, atau apakah kita minder terhadap orang yang lebih tinggi dari kita? Tips Respons (Ambillah waktu untuk merenungkan dalam hal apa kita cenderung untuk menilai dan melihat orang lain dari luar?)
2. Bagaimana nilai Injil membuatmu berhenti terhadap sikap hati suka menilai orang? Tips Respons (Injil menolong kita untuk tidak tinggi hati dan di saat bersamaan kita juga tidak rendah diri. Karya Kristus nilai diri kita sesungguhnya)
Christ Connection:
Daud adalah orang yang dipilih Allah. Tetapi Daud juga adalah manusia yang gagal. Daud menyalahgunakan kekuasaannya dan menganggap rendah Uria. Dia meletakkan Uria paling depan dalam peperangan agar ia bisa mendapatkan Betsyeba. Tapi kita punya Daud yang sejati yaitu Kristus Sang Gembala kita. Kristus mengalami hinaan, Dia direndahkan, bahkan dihindari orang (Yes 53:2-3). Agar kita yang hina dan buruk ini menerima nilai kebenaran-Nya. Tuhan mengasihi kita bukan karena kita bernilai, justru kita bernilai karena kita dikasihi Tuhan.