Doubt, Relationship, Expectation

Bergumul Dengan Keraguan Week 2  "Doubt, Relationship, Expectation" 

Pdt. Sandi Nugroho

 

 

Pembacaan : Matius 24 : 22 – 23 

Keraguan itu biasanya berkaitan dengan ekspektasi, dan ekspektasi itu akan mempengaruhi hubungan kita termasuk hubungan kita dengan Tuhan. Ditengah-tengah kondisi yang sulit ini maka kecenderungan orang justru memiliki ekspektasi yang tinggi pada orang lain. Namun semakin tinggi ekspektasi kita terhadap orang lain maka semakin tinggi kekecewaan kita terhadap orang itu apabila tidak bisa memenuhi ekspektasi kita. Saat kita memiliki ekspektasi. Yang menjadi pertanyaan apakah yang perlu dikoreksi adalah ekspektasi kita atau ekspektasi orang lain mengikuti ekspektasi kita? Demikian juga dengan Tuhan yaitu tidak ada yang berubah dengan Tuhan dan yang harus berubah adalah ekspektasi kita terhadap Tuhan. Problem yang terbesar adalah sebenarnya kita bukan meragukan Tuhan yang adalah Tuhan itu sendiri tetapi Tuhan yang kita buat sendiri.  Dan inilah yang dialami oleh Petrus yang merupakan refleksi dari kehidupan kita. 

Kalau kita melihat sebuah foto seorang tokoh tertentu  meskipun itu kabur namun seringkali kita masih mengenalinya karena

  • Kejelasan sebelumnya merupakan dasar dari keyakinan kita tentang siapa yang ada di foto kabur itu.
  • Kekaburan bisa terjadi karena banyak faktor, namun tidak mengubah siapa yang ada pada foto itu.
  • Kekaburan tanpa kejelasan sebelumnya merupakan ruang besar yang bisa memunculkan asumsi, keraguan dan ekpektasi yang salah.

Ini juga terjadi dalam kehidupan iman kita yaitu keraguan itu muncul karena kurangnya pengenalan kita akan Kristus. Sebab itu Rasul Paulus menegaskan bahwa dalam pengenalan kita akan Kristus maka itu harus didasarkan pada pernyataan Allah. Iman kita tidak didasarkan pada pengalaman-pengalaman kita mendapatkan berkat atau melalui penglihatan kita akan mujizat. Meskipun itu tidak salah namun kalau itu dibuat sebagai hal yang utama dalam membangun iman kita maka kita bisa salah dengan hal itu. Sebagai contoh bangsa Israel yang telah melihat berbagai macam mujizat dari Allah namun mereka tetap meragukan Tuhan dan bersungut-sungut. 

Ekspektasi adalah akar dari semua sakit hati dan kekecewaan.Ekspektasi adalah membayangkan tentang sesuatu yang akan terwujud dengan tuntutan tertentu. Ekspektasi bukan fakta/kenyataan, namun muncul dari keinginan diri atas kenyataan. 

Alkitab bukanlah ekspektasi manusia tentang Allah tetapi pernyataan Allah tentang diriNya sendiri melalui para nabi dan rasul. Dan yang dipahami oleh Petrus ketika membaca Taurat Tuhan adalah ekspektasinya tentang Allah.

Lukas 24 : 44 - 46

24:44 Ia berkata kepada mereka: "Inilah perkataan-Ku, yang telah Kukatakan kepadamu ketika Aku masih bersama-sama dengan kamu,  yakni bahwa harus digenapi  semua yang ada tertulis tentang Aku dalam kitab Taurat Musa  dan kitab nabi-nabi dan kitab Mazmur.  " 24:45 Lalu Ia membuka pikiran mereka, sehingga mereka mengerti Kitab Suci. 24:46 1 Kata-Nya kepada mereka: "Ada tertulis demikian: Mesias harus menderita dan bangkit dari antara orang mati pada hari yang ketiga,  

Salib itu bukan tanda kekalahan tetapi tanda kemenangan Kristus dalam kehidupan manusia. Dan tidak salah kalau kita memiliki harapan kepada Kristus. Ekspektaksi dan harapan itu berbeda. Ekspektasi bertumpu pada keinginan diri atas sesuatu. Sedangkan harapan itu bertumpu pada sesuatu di luar diri apa adanya. Ketika kita berharap kepada Tuhan maka kita berharap seperti Alkitab yang nyatakan tentang Tuhan itu. Kalau kita membangun ekspektasi tentang Tuhan berdasarkan keinginan kita sendiri maka Yakobus berkata “ kamu salah berdoa, sebab yang kamu doakan untuk memuaskan nafsumu sendiri ..”. Dan seperti itu juga yang dinyatakan kepada Petrus :

Tetapi Petrus menarik Yesus ke samping dan menegor Dia, katanya: "Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu! Hal itu sekali-kali takkan menimpa Engkau." 

Maka Yesus berpaling dan berkata kepada Petrus: "Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia." {Matius 16:23)

Kata “ memikirkan “ artinya menyenangkan atau memikirkan kesenangan/ kepentingan. Manusia itu memikirkan kesenanganna sendiri kemudian membangun Tuhan dalam pikirannya untuk menyenangkan dirinya sendiri. Inilah yang dipakai iblis sehingga akhirnya manusia untuk membangun berhala dalam pikirannya yang kemudian disebut dengan tuhan.

Apa yang harus kita lakukan agar pikiran kita tidak merusak kita :

           1. Evaluasilah Pikiran Kita Tentang Tuhan

Manusia bisa memikirkan tentang Tuhan di luar penyataan Allah tentang diriNya sendiri.

Itu adalah berhala!! Kita harus sadar tentang perbedaan antara Tuhan dan Tuhan yang kita pikirkan. Kita perlu beralih dari apa yang kita pikirkan tentang Tuhan kepada Tuhan yang sesungguhnya, sebab kalu tidak maka kita akan terus ragu dan kecewa.

Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi {Kel 20:4}. 

Patung itu sebelum dibuat harus dipikirkan dahulu bentuknya bagaimana patung itu.  kenapa ini dilarang sebab pembuat patung itu adalah sebuah refleksi pikirannya tentang Allah. Pemahaman yang tidak utuh dan sempalan tentang Yesus, bisa menyisakan sebuah celah dalam hidup kita yang kemudian terisi dengan ambisi, ekpektasi dan naluri manusia yang tercemar dosa.

Masalah terbesar kekristenan sejak awal bukanlah penganiayaan, hadirnya keyakinan lain, kemiskinan bahkan ajaran sesat. Masalah terbesar kekristenan adalah kedangkalan pengenalan pada Yesus. Dan faktor utama penyebab kedangkalan itu adalah menjadikan pikiran manusia sebagai pusat.

Meskipun kita belum mengerti dan belum melihat rencanaNya. Meskipun kita sepertinya jauh dari jangkauanNya tetapi percayalah pada hatiNya. 

          2. Sadarilah Iblis Selalu Memanfaatkan Pikiran Kita

Manusia bisa saja beragama tanpa penundukan diri padaNya. Kekristenan adalah jalan penundukkan total padaNya. Iblis selalu memanfaatkan pikiran manusia untuk meragukan Allah, kemudian relasi jadi renggang dan berakhir pada pemberontakan terbuka. Kita perlu menundukkan diri yaitu menaruh sepenuhnya pikiran, perasaan, dan langkah hidup kita sebagai milikNya dalam kendaliNya.

Kami mematahkan setiap siasat orang dan merubuhkan setiap kubu yang dibangun oleh keangkuhan manusia untuk menentang pengenalan akan Allah. Kami menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus, {2 Kor 10:5}

Penundukan diri akan membawa kita pada kehidupan yang penuh dengan keyakinan. Tanpa penundukan maka tidak akan ada sukacita. Mengapa  bangsa Israel  selalu bersungut-sungut yaitu karena mereka tidak mau tunduk kepada Tuhan. Di tengah hidup yang buram, penundukkan diri padaNya adalah satu-satunya langkah untuk membebaskan kita dari tipu muslihat Iblis, hasutan dunia dan tarikan nafsu yang menghanguskan.