Ketika Culture Menghancurkan Iman

 FROM JUDGES TO JESUS WEEK 10 "KETIKA CULTURE MENGHANCURKAN IMAN" 

Ps. Michael Chrisdion

 

PEMBACAAN : HAKIM-HAKIM  10 : 6 – 12 : 15

Kita ada dalam khotbah ber-series minggu yang ke 10, From Judges to Jesus dan judul khotbah kita adalah Ketika Culture Menghancurkan Iman, apakah iman kita tanpa kita sadari terkontaminasi oleh budaya atau culture di sekitar kita?

Kita akan memulai dengan pertanyaan ini – siapa yang suka hot dog?
Orang Amerika biasa makan hot dog. Pada tanggal 4 juli saja, orang Amerika mengonsumsi 150 juta hot dog. Satu-satunya masalah dengan hot dog adalah hot dog tidak terbuat dari 100% daging asli.

Banyak orang tidak mau makan hot dog lagi setelah mereka melihat bagaimana hot dog dibuat. Diambil sedikit daging, sedikit sesuatu yang lain, sedikit ini, dan sedikit itu, dan jadilah hot dog. Kita tidak akan pernah tahu apa yang ada di dalam hot dog, kalau kita tidak pernah ke pabrik hot dog dan melihat prosesnya, tetapi satu hal yang pasti, itu bukan 100% daging, tetapi meskipun begitu tetap banyak yang suka hot dog. Tetapi bagaimana jika ilustrasi hot dog ini teraplikasikan kepada iman kita? 

Bagaimana jika kita mempunyai Hot Dog Faith?

“Beberapa orang membangun iman mereka seperti hot dog murahan. Mereka mengambil sedikit dari sini dan sedikit dari sana, lalu mencampurkannya dengan sesuatu yang lain dan hasilnya adalah sesuatu yang tidak bisa disebut Kekristenan....bukan hanya buruk namun meracuni secara spiritual” -JD GREEAR

Mungkin kita berpikir kita punya iman namun iman kita seperti hot dog, campuran kepercayaan yang salah yang dipengaruhi oleh budaya. Culture kita campurkan dengan kekristenan dan akhirnya bukan kekristenan yang kita miliki tetapi kekristenan yang palsu. 

Nah hari ini  kita akan belajar dari kisah Yefta. Saat kita mempelajari kisah Yefta, dan bagaimana imannya seperti hot dog faith, Apa dampaknya bagi dia, dan pelajaran apa yang bisa kita ambil dari cerita ini. Meskipun nama Yefta pertama kali disebutkan di hakim-hakim 11, kisahnya dimulai di pasal 10:6. Dan jika kita mengikuti seri khotbah ini, kita tidak terkejut bahwa Israel kembali melakukan pemurtadan. 

          1. SIKLUS DOSA YANG BERULANG LAGI

Cerita Yefta dimulai dengan frasa yang sudah terkenal, yaitu di Hakim-Hakim 10:6a

6 Orang Israel itu melakukan pula apa yang jahat di mata Tuhan; 

Di ayat ini mulailah siklusnnya terulang lagi. Jadi, siklus dosa kembali berulang, dan kesalahan Israel dijelaskan dalam Hakim-Hakim 10:6b

mereka beribadah kepada para Baal dan para Asytoret, kepada para allah orang Aram, para allah orang Sidon, para allah orang Moab, para allah Bani Amon dan para allah orang Filistin, tetapi Tuhan ditinggalkan mereka dan kepada Dia mereka tidak beribadah.

Mereka menyembah tujuh dewa sekaligus,  ada Baal, Asytoret, allah-allah Aram, Sidon, Moab, Bani Amon, dan Filistin. Mereka meninggalkan Tuhan dan tidak beribadah kepada-nya. Dan yang menariknya adalah semua dewa yang mereka sembah adalah dewa-dewa bangsa yang sudah Israel kalahkan dengan pertolongan Tuhan. Ini sangat ironis karena Israel tidak menyembah Tuhan yang memberi mereka kemenangan, namun mereka  malah menyembah allah-allah bangsa yang sudah mereka kalahkan. Israel tidak dipaksa untuk menyembah dewa-dewa ini; mereka punya pilihan, namun anehnya mereka memilih untuk berasimilasi dan menyembah dewa-dewa ini. Dan itulah keadaan kita juga, sudah tau uang bukan allah yang memberikan kebahagiaan, banyak film-film menunjukkan uang ataupun kekayaan itu meaningless, tapi berapa orang masih tetap mengejar kekayaan, bahkan orang Kristen.

Dalam ayat ini, kita melihat apa yang terjadi setelah Israel melakukan sesuatu yang jahat dan menyembah 7 dewa sekaligus dan meninggalkan Tuhan.

Hakim-Hakim 10:7-8

7 Lalu bangkitlah murka Tuhan terhadap orang Israel, dan Ia menyerahkan mereka ke dalam tangan orang Filistin dan Bani Amon. 8 Dalam tahun itu juga orang Israel ditindas dan diinjak mereka; delapan belas tahun lamanya mereka memperlakukan demikian semua orang Israel yang di seberang sungai Yordan di tanah orang Amori yang di Gilead. 

Jadi, Tuhan menjual mereka kembali kepada bangsa-bangsa yang ada di sekeliling mereka, dan ini adalah bangsa-bangsa yang menyembah berhala juga, mereka kembali mengalami penindasan dan perbudakan. Tuhan tidak segera menyelamatkan Israel saat ini. 

Hakim-Hakim 10:9-10

9 Dan Bani Amon pun menyeberangi sungai Yordan untuk berperang melawan suku Yehuda, suku Benyamin dan keturunan Efraim, sehingga orang Israel sangat terdesak. 10 Lalu berserulah orang Israel kepada Tuhan, katanya: ”Kami telah berbuat dosa terhadap Engkau, sebab kami telah meninggalkan Allah kami lalu beribadah kepada para Baal.”

Nah di sini kelihatannya mereka bertobat, namun jika kita perhatikan lebih dekat, mereka tidak benar-benar bertobat, seruan mereka untuk minta tolong terasa rutin, tidak tulus. Mereka hanya memanfaatkan  Tuhan untuk menyelamatkan mereka dari penindasan. Mereka tidak sungguh-sungguh bertobat dari dosa mereka, mereka hanya menyesal dari dosa dan akibat dosa namun tidak bertobat, Mereka tidak mencari Tuhan untuk Tuhan, tetapi mereka hanya ingin Tuhan menyelamatkan mereka.

Mereka hanya tidak suka konsekuensi dosa yakni penindasan dan perbudakan. Namun mereka berputar terus dalam siklus dosa penyembahan berhala. Mereka beralih dari satu berhala ke berhala yang lain. Dan mereka kali ini sepertinya datang kepada Tuhan.

Sangat Mungkin Kita Berbalik Dari Penyembahan Berhala Dengan Cara Yang Menyembah Berhala.

Bisa saja kita bertobat dari penyembahan berhala dan memperlakukan Tuhan seperti berhala....... Dan Tuhan tahu hati mereka..... Dan menegur mereka;

Hakim-Hakim 10:11-16a      

11 Tetapi firman Tuhan kepada orang Israel: ”Bukankah Aku yang telah menyelamatkan kamu dari tangan orang Mesir, orang Amori, Bani Amon, orang Filistin, 12 orang Sidon, suku Amalek dan suku Maon yang menindas kamu, ketika kamu berseru kepada-Ku? 13 Tetapi kamu telah meninggalkan Aku dan beribadah kepada allah lain; sebab itu Aku tidak akan menyelamatkan kamu lagi. 14 Pergi sajalah berseru kepada para allah yang telah kamu pilih itu; biar merekalah yang menyelamatkan kamu, pada waktu kamu terdesak.” 15 Kata orang Israel kepada Tuhan: ”Kami telah berbuat dosa. Lakukanlah kepada kami segala yang baik di mata-Mu. Hanya tolonglah kiranya kami sekarang ini!” 16 Dan mereka menjauhkan para allah asing dari tengah-tengah mereka, lalu mereka beribadah kepada Tuhan. Maka Tuhan tidak dapat lagi menahan hati-Nya melihat kesukaran mereka.

Mereka memperlakukan Tuhan seperti salah satu berhala mereka. saat melakukan hal yang sesuai persyaratan, berkata kata yang sesuai, melakukan pengorbanan yang diminta, pasti dewa-dewa akan melakukan apa yang diminta.

Orang Israel berusaha menyuap Tuhan dan mengontrol Tuhan Tuhan, dan berharap bahwa dengan mengatakan kata yang tepat dan melakukan hal yang benar, Tuhan sekarang akan menyelamatkan mereka. Tapi apa yang Tuhan lakukan selanjutnya. Kita berharap kali ini benar-benar tulus. Mereka menyingkirkan dewa-dewa mereka dan berkata kepada Tuhan, mengaku salah.

Hakim-Hakim 10:16b

Maka Tuhan tidak dapat lagi menahan hati-Nya melihat kesukaran mereka.

Tuhan marah kepada Israel karena menyembah allah lain dan menjual mereka ke dalam perbudakan, tetapi Dia juga Tuhan yang merasa sakit hati ketika melihat umat-Nya menderita. Dia tidak tahan melihat umat-Nya—bahkan umat-Nya yang berdosa—ditindas. Dalam semua penderitaan mereka, Tuhan ikut menderita; kita melihat hati Tuhan untuk umat-Nya.

Pertanyaan Reflektif dari bagian ini:

  • Apakah anda membiarkan budaya di sekitarmu mempengaruhi caramu melihat Tuhan?
  • Apakah anda melihat Tuhan sebagai Tuhan, atau memperlakukan Tuhan seperti berhala?
  • Apakah anda melihat hati Tuhan bagimu bahkan ketika anda memilih untuk menyembah hal-hal lain (berhala) selain Tuhan?

Tentu saja, kita tidak mengatakannya dengan keras, tetapi jauh di dalam hati kita, kita memanfaatkan Tuhan dan berpikir bahwa Dia harus memberi saya apa yang saya. Kalau saya melakukan ini maka Tuhan akan memberi saya ini. Kita secara diam-diam mengatur Tuhan dan tidak memperlakukan-Nya sebagai Tuhan. Kita memperlakukan Tuhan seperti boneka untuk memberi kita apa yang kita inginkan, seperti berhala yang memberikan apa yang kita inginkan. Doa kita hari ini adalah Ketika budaya mungkin Menganggap Tuhan sebagai PRIBADI yang berguna, Biarlah kita tetap teguh dalam INJIL dan melihat Tuhan sebagai PRIBADI yang indah.

Dia adalah Allah Tuhan yang berdaulat, Tuhan yang indah. Biarlah kita dapat merenungkan dibagian pertama ini, seringkali secara rahasia kita sering memperlakukan Tuhan seperti kita memperlakukan berhala, mari kita sama-sama bertobat, biarlah kita bisa melihat Allah yang indah.

Jadi, kita melihat apa yang terjadi di latar belakang sebelum Yefta dipilih. Israel  yang sedang menglami penindasan karena penyembahan berhala, mereka berdialog dengan Tuhan dan Tuhan tidak tahan dan mau menolong mereka. 

          2. PENYELAMAT YANG TAK TERDUGA

Hakim-Hakim 10:17-18

17 Kemudian Bani Amon dikerahkan dan berkemah di Gilead, sedang orang Israel berkumpul dan berkemah di Mizpa. 18 Maka para pemimpin bangsa di Gilead berkata seorang kepada yang lain: ”Siapakah orang yang berani memulai peperangan melawan Bani Amon itu? Dialah yang harus menjadi kepala atas seluruh penduduk Gilead.”

Jadi inilah yang terjadi setelah Israel menyingkirkan allah-allah mereka, dan  mereka datang dalam pertobatan di hadapan Tuhan, dan  Tuhan berbelas kasihan kepada mereka melihat penderitaan mereka. Tetapi pada waktu itu, para pemimpin israel  berkumpul di Mizpa  karena sedang dikepung ooleh Bani Amon, mereka berkemah di Gilead siap untuk menyerang Israel. Jadi para pemimpin Israel berkumpul di Mizpa termasuk para pemimpin orang-orang Gilead. Tuhan mengirimkan keselamatan melalui juru selamat yang tidak terduga, Yefta.

Hakim-Hakim 11:1-3

1 Adapun Yefta, orang Gilead itu, adalah seorang pahlawan yang gagah perkasa, tetapi ia anak seorang perempuan sundal; ayah Yefta ialah Gilead. 2 Juga isteri Gilead melahirkan anak-anak lelaki baginya. Setelah besar anak-anak isterinya ini, maka mereka mengusir Yefta, katanya kepadanya: ”Engkau tidak mendapat milik pusaka dalam keluarga kami, sebab engkau anak dari perempuan lain.” 3 Maka larilah Yefta dari saudara-saudaranya itu dan diam di tanah Tob; di sana berkumpullah kepadanya petualang-petualang yang pergi merampok bersama-sama dengan dia.

Hakim-hakim 11:1-3 menggambarkan Yefta sebagai:

  • Seorang pahlawan gagah perkasa
  • Anak seorang pelacur
  • Dibenci dan diusir dari Gilead
  • Tinggal di tanah Tob dengan orang-orang yang tidak berguna.

Satu-satunya alasan orang-orang membenci Yefta adalah karena dia anak seorang pelacur, jadi itu bukan sesuatu yang dia lakukan, tetapi sesuatu yang tidak bisa diubah yang menjadi asal usul Yefta. Dia dibenci, dijadikan orang buangan, dan kehilangan warisannya karena dilahirkan dari seorang pelacur, sesuatu yang dia tidak bisa kendalikan. Jadi Yefta hidupnya seperti roller coaster dari seorang pahlawan gagah perkasa, menjadi orang buangan dari keluarga yang hancur,  dan menjadi bos penjahat.

Itulah Yefta, juruselamat yang tak terduga, yang kisahnya akan menyelamatkan Israel dari tangan Bani Amon dengan latar belakang (asal usul) yang kelam.

Hakim-Hakim 11:4-8

4 Beberapa waktu kemudian Bani Amon berperang melawan orang Israel. 5 Dan ketika Bani Amon itu berperang melawan orang Israel, pergilah para tua-tua Gilead menjemput Yefta dari tanah Tob. 6 Kata mereka kepada Yefta: ”Mari, jadilah panglima kami dan biarlah kita berperang melawan Bani Amon.” 7 Tetapi kata Yefta kepada para tua-tua Gilead itu: ”Bukankah kamu sendiri membenci aku dan mengusir aku dari keluargaku? Mengapa kamu datang sekarang kepadaku, pada waktu kamu terdesak?” 8 Kemudian berkatalah para tua-tua Gilead kepada Yefta: ”Memang, kami datang kembali sekarang kepadamu, ikutilah kami dan berperanglah melawan Bani Amon, maka engkau akan menjadi kepala atas kami, atas seluruh penduduk Gilead.”

Jadi Yefta adalah bukanlah pilihan utama namun pilihan yang tidak terduga, namun tepat untuk memimpin Israel dalam perang ini. Para pemimpin Gilead harus menelan harga diri mereka karena mereka harus meminta tolong kepada orang yang telah mereka usir dan mereka tolak.

Hakim-Hakim 11:9-11

9 Kata Yefta kepada para tua-tua Gilead: ”Jadi, jika kamu membawa aku kembali untuk berperang melawan Bani Amon, dan Tuhan menyerahkan mereka kepadaku, maka akulah yang akan menjadi kepala atas kamu?” 10 Lalu kata para tua-tua Gilead kepada Yefta: ”Demi Tuhan yang mendengarkannya sebagai saksi antara kita: Kami akan berbuat seperti katamu itu.” 11 Maka Yefta ikut dengan para tua-tua Gilead, lalu bangsa itu mengangkat dia menjadi kepala dan panglima mereka. Tetapi Yefta membawa seluruh perkaranya itu ke hadapan Tuhan, di Mizpa.

Kita dapat melihat bahwa orang-orang Gilead tidak datang kepada Yefta untuk Yefta, namun  mereka kehabisan pilihan dan mereka hanya membutuhkan seseorang untuk mengisi kekosongan karena mereka ingin berperang melawan Bani Amon. Mereka hanya membutuhkan seseorang untuk berguna bagi mereka.

Bukankah ini sangat mirip dengan bagaimana orang Israel memperlakukan Tuhan di awal cerita ini? Mereka tidak benar-benar menginginkan Tuhan untuk Tuhan, mereka hanya ingin Tuhan menyelamatkan mereka dari penindasan. Orang Israel tidak menginginkan Yefta untuk Yefta, tetapi mereka hanya ingin Yefta menyelamatkan mereka dari Bani Amon.

Mereka berseru meminta bantuan karena mereka kehabisan pilihan, mereka tidak punya siapa-siapa lagi untuk diandalkan. Bangsa israel datang kepada Tuhan dan Yefta karena mereka butuh. Panggilan Yefta tidak seperti hakim-hakim yang lainnya yang telah kita lihat sejauh ini. Yefta tidak hanya bangkit menjadi hakim meskipun dia mengalami penolakan dan penderitaan. Dia dipersiapkan untuk perannya melalui latar belakangnya. Kita akan melihat bagaimana dia menanggapi ancaman dari raja Bani Amon dan dari orang-orang efraim juga. Pertanyaannya:  di mana Tuhan dalam cerita Yefta? 

Meskipun kita tidak melihat frasa “Tuhan membangkitkan seorang hakim,” namun demikian Tuhan tetap hadir di dalam cerita ini.

Tuhan tetap hadir lewat situasi yang dia atur. Tuhan  menggunakan tekanan jajahan dari Bani Amon dan para pemimpin Gilead untuk menunjuk Yefta. Sama seperti Tuhan menggunakan Ehud yang kidal, Debora, Barak, Yael, dan Gideon dengan 300 tentaranya, Tuhan melakukan sesuatu yang tidak terduga melalui Yefta.  Bukankah cerita Yefta adalah cerita kita juga? bagaimana Tuhan memanggil, kita, umat-Nya?

Panggilan Tuhan itu bagi setiap individu selalu berbeda-beda, tidak ada cerita yang sama. Mungikin kita pernah berpikir saat mendengar cerita orang yang spektakuler, cerita kita kok biasa-biasa saja, tetapi ada orang yang bilang bahwa cerita kita keren. Namun percakapan itu membuat kita menyadari bahwa tidak ada cerita yang lebih baik dari yang lain.

Setiap orang memiliki cerita masing-masing yang unik dan Tuhan bekerja memberikan panggilan-Nya melalui setiap cerita. Karena cerita kita adalah cerita Tuhan.

Setiap orang memiliki ceritanya sendiri dan Tuhan bekerja melalui setiap cerita. Keluarga kita, latar belakang kita, apa yang kita lakukan atau apa yang dilakukan kepada kita tidak akan pernah mendiskualifikasi kita dari dipanggil Tuhan. Jangan bandingkan cerita kita dengan cerita orang lain, tetapi kalau Tuhan ada dalam hidup kita saat ini, itu cerita tentang kasih karunia, itu ceritanya Tuhan.

          3. AKHIR TRAGIS DARI SEBUAH KEMENANGAN

Hakim-Hakim 11:12-13

12 Kemudian Yefta mengirim utusan kepada raja Bani Amon dengan pesan: ”Apakah urusanmu dengan aku, sehingga engkau mendatangi aku untuk memerangi negeriku?” 13 Jawab raja Bani Amon kepada utusan Yefta: ”Orang Israel, ketika berjalan keluar dari Mesir, telah merampas tanahku, dari sungai Arnon sampai ke sungai Yabok dan sampai ke sungai Yordan. Maka sekarang, kembalikanlah semuanya itu dengan jalan damai.” 

Yefta berdiplomasi dengan raja Bani Amon, Raja Bani Amon menuduh israel merampas tanah mereka dan mereka minta untuk dikembalikan, merampas kembali apa yang menjadi milik mereka.

Tiga argumen Yefta kepada raja Bani Amon (Hakim-hakim 11:14-28)

1).  Argumen Sejarah (Ayat 14-22)

a. Israel tidak mengambil tanah Moab atau Amon secara langsung (Ayat 15-18)

b. Israel memperoleh tanah dari kemenangan melawan Sihon, raja orang Amori (Ayat 19-22)

Ketika Israel keluar dari Mesir dan melewati padang gurun, mereka meminta izin kepada raja Edom dan Moab untuk melewati tanah mereka, tetapi mereka tidak diizinkan. Sebagai gantinya, Israel pergi mengelilingi tanah Edom dan Moab, mereka tidak mengambil wilayah Moab, Ketika Israel berusaha melewati wilayah orang Amori, Sihon, raja orang Amori, tidak mempercayai mereka dan malah menyerang Israel. Tuhan memberikan kemenangan kepada Israel atas Sihon, dan Israel mengambil alih tanah orang Amori dari Arnon sampai Yabok dan sampai Yordan. Tanah ini bukan milik Bani Amon, tetapi milik orang Amori, yang dikalahkan oleh Israel.

2). Argumen Teologis (Ayat 23-24)

a. Tuhan, Allah Israel, memberikan tanah ini kepada Israel (Ayat 23)

b. Bani Amon seharusnya mengambil apa yang diberikan oleh dewa mereka, Kamos (Ayat 24)

Yefta menegaskan bahwa Tuhan, Allah Israel, mengusir orang Amori dari tanah tersebut dan memberikan tanah itu kepada umat-Nya, Israel.  Yefta menantang Bani Amon dengan mengatakan bahwa mereka seharusnya memiliki apa yang dewa mereka, KAMOS, berikan kepada mereka. 

3). Argumen Logis dan Hukum (Ayat 25-28)

a. Raja Moab, Balak, tidak pernah menuntut tanah ini (Ayat 25)

b. Mengapa Bani Amon tidak menuntut tanah ini sebelumnya? (Ayat 26)

c. Yefta menyerahkan keputusan kepada Tuhan (Ayat 27-28)

Raja Moab, Balak, tidak pernah menuntut tanah ini. Selama 300 tahun, Israel telah tinggal di tanah ini dan tidak pernah ada klaim dari Bani Amon. Mengapa Bani Amon tidak menuntut tanah ini sebelumnya? Dia menyerahkan keputusan akhir kepada Tuhan, tetapi upaya Yefta yang tidak terduga untuk bernegosiasi dengan Bani Amon gagal.

Hakim-Hakim 11:29-31

29 Lalu Roh Tuhan menghinggapi Yefta; ia berjalan melalui daerah Gilead dan daerah Manasye, kemudian melalui Mizpa di Gilead, dan dari Mizpa di Gilead ia berjalan terus ke daerah Bani Amon. 30 Lalu bernazarlah Yefta kepada Tuhan, katanya: ”Jika Engkau sungguh-sungguh menyerahkan Bani Amon itu ke dalam tanganku, 31maka apa yang keluar dari pintu rumahku untuk menemui aku, pada waktu aku kembali dengan selamat dari Bani Amon, itu akan menjadi kepunyaan Tuhan, dan aku akan mempersembahkannya sebagai korban bakaran.

Yefta membuat nazar yang tidak perlu kepada Tuhan. bahwa dia akan mempersembahkan apa pun yang pertama kali keluar dari rumahnya sebagai korban bakaran jika dia menang.

Yefta menang dan Bani Amon kalah. Dia menimbulkan kekalahan yang besar.

Hakim-Hakim 11:32-34

32Kemudian Yefta berjalan terus untuk berperang melawan Bani Amon, dan Tuhan menyerahkan mereka ke dalam tangannya. 33Ia menimbulkan kekalahan yang amat besar di antara mereka, mulai dari Aro”er sampai dekat Minit – dua puluh kota banyaknya – dan sampai ke Abel-Keramim, sehingga Bani Amon itu ditundukkan di depan orang Israel. 34Ketika Yefta pulang ke Mizpa ke rumahnya, tampaklah anaknya perempuan keluar menyongsong dia dengan memukul rebana serta menari-nari. DIALAH ANAKNYA YANG TUNGGAL; selain dari dia tidak ada anaknya laki-laki atau perempuan. 35 Demi dilihatnya dia, dikoyakkannyalah bajunya, sambil berkata: ”Ah, anakku, engkau membuat hatiku hancur luluh dan engkaulah yang mencelakakan aku; aku telah membuka mulutku bernazar kepada Tuhan, dan tidak dapat aku mundur.” 

Setelah kemenangan melawan Bani Amon, putrinya, anak satu-satunya, adalah yang pertama keluar untuk menyambutnya. Yefta terkejut dan hancur karena nazarnya, tetapi merasa dia harus memenuhi janji yang dia buat kepada Tuhan.

Yefta menyerahkan putrinya untuk dipersembahkan sebagai korban manusia yang dilarang oleh hukum Tuhan.

Betapa sebuah tragedi! Betapa kejam dan biadabnya hal itu? Para orang tua, bisakah kita membayangkan kesedihan dan penderitaan kehilangan seorang anak atau bahkan kehilangan anakmu oleh tanganmu sendiri? Apa yang seharusnya menjadi cerita tentang pembebasan Israel yang penuh kemenangan dari para penindasnya menjadi cerita tentang kesedihan dan patah hati seorang ayah. Mengapa Yefta harus membuat nazar yang tidak perlu seperti itu? Ayat 29 bahkan mengatakan bahwa “Roh Tuhan ada pada Yefta.” Tuhan ada bersama Yefta, dan tidak masalah siapa atau apa yang melawan mereka. Kemenangannya dijamin, dengan atau tanpa nazarnya kepada Tuhan. Mengapa Yefta melakukan hal yang menjijikkan yang bahkan dilarang oleh hukum-hukum Musa, Torah? Mengapa? karena Yefta adalah produk dari budaya zamannya.

Lihat, ketika Israel dikelilingi oleh bangsa-bangsa yang melakukan ritual penyembahan berhala dengan korban manusia korban anak untuk memuaskan dewa Kamos, Keputusan Yefta untuk membuat nazar ini sangat dipengaruhi oleh budaya di sekitar Israel saat itu. Banyak bangsa di sekitarnya, juga bangsa Moab, sering kali melakukan pengorbanan manusia. Israel secara perlahan menjadi terbiasa dengan praktik-praktik tersebut. Semakin mereka menoleransi kekerasan di sekitar mereka, mereka mentoleransi pengorbanan manusia. Apakah kita melihat masalahnya? Paparan mereka yang terus-menerus terhadap budaya kekerasan seperti itu mulai mempengaruhi dan menarik mereka untuk melakukan hal-hal yang tidak pernah mereka pikirkan sebelumnya. Hati mereka rusak tanpa mereka sadari. Apa yang Tuhan lihat sebagai dosa yang tidak bermoral, Yefta lihat sebagai penyembahan yang benar.

Jika Kita Tidak Waspada Budaya “Culture” Di Sekeliling Kita Bisa Menghancurkan Iman Kita.

Siapa atau apa yang kita kelilingi memainkan peran besar dalam apa yang kita percayai hari ini, baik di gereja maupun di luar gereja. mungkin bukan korban anak tetapi apa yang dikatakan budaya di sekeliling kita dianggap penting bisa kita adopsi! Tanpa kita sadari culture mendorong kita untuk membuat diri kita menjadi pusat kehidupan ... Kita yang jadi Tuhan...kepuasan ku dan kebahagiaan ku di atas segalanya harta menjadi tujuan kita, hedonisme menjadi yang utama.... Seks menjadi pengejaran kita (sehingga kemurnian sebelum menikah bukan lagi sesuatu yang dijunjung tinggi) setia pada pasangan.... Bukan lagi sesuatu yang dijunjung tinggi. Budaya orang indonesia kalau spending money , dipengaruhi oleh 3 hal ini  YOLO (You Only Live Once), FOMO(Fear Of Missing Out), FOPO (Fear Of People’s Opinion)

Apakah ini bisa menjadi nilai kita? Apa yang saya katakan adalah ketika kita keluar ke dunia, waspadalah agar kita tidak menjadi seperti dunia. Nazar  Yefta yang tidak perlu mengungkapkan betapa budaya “CULTURE” Sekelilingnya merusak penyembahannya kepada Tuhan.

Di masa itu, kepercayaan standar adalah bahwa kamu bisa mendapatkan perkenanan dewa berdasarkan pengorbanan yang kamu berikan. Jadi, saat Yefta tidak yakin bahwa dia akan memenangkan perang melawan Bani Amon, tahukah kamu apa yang dia lakukan? Dia mencoba memanipulasi Tuhan dengan cara yang sama seperti dia memanipulasi para tua-tua. Seperti bangsa israel yang memanipulasi Tuhan denga pertobatan yang tidak murni. Dia berkata, “Tuhan, jika engkau membiarkan aku memenangkan perang ini dan membiarkan aku pulang dengan selamat, maka aku akan memberikan persembahanku kepada-mu.” Meskipun Yefta percaya kepada Tuhan, dia juga percaya bahwa dia masih perlu mengorbankan sesuatu untuk menyenangkan Tuhan.

Pertanyaan Reflektif Bagian Ini : Bukankah apa yang dilakukan Yefta juga adalah cerminan kebanyakan dari hati kita sendiri?

 Ya, kita mungkin tahu banyak kebenaran tentang Tuhan, bahwa Dia berdaulat, memegang kendali, dan bahwa Dia baik. Namun, saat kita merasa seperti kehilangan kendali atas keuangan kita, karier kita buntu, hubungan kita mulai hancur, Kesehatan kita atau kesehatan orang tua kita tampaknya semakin memburuk, atau bahkan pencapaian hidup tidak terjadi seperti yang direncanakan, bukankah kita merasa sangat sulit untuk juga mempercayai kebenaran-kebenaran seperti itu tentang Tuhan? Kita tahu ini adalah sangat cerminan hati kita sendiri. Kita mengesampingkan penyembahan yang layak diterima Tuhan dan memilih untuk bernegosiasi dengan Tuhan. Doa kita menjadi kosong dan transaksional penuh “Tuhan, jika engkau melakukan itu,” “maka aku akan melakukan ini,” Bahwa supaya Tuhan berpihak kepada kita, kita pikir perlu melakukan sesuatu terlebih dahulu. Ini menunjukkan betapa berbahayanya ketika kita memiliki apa yang disebut "iman hot dog." Iman yang memiliki sedikit kebenaran dan banyak hal lainnya. Dan masalahnya tidak berhenti di sini saja... Budaya tidak hanya mempengaruhi hubungan kita dengan Tuhan, tetapi juga mempengaruhi hubungan kita dengan sesama.

Hakim-Hakim 12:1-6 (meletuslah perang saudara)

Jika kita melihat cerita sebelumnya Gideon menang dan EFRAIM marah-marah karena tidak mengajaknya perang, sebenarnya mereka ini FOMO dan FOPO. Sekarang dia bicara dengan Yefta, kenapa tidak mengajaknya berperang, efraim marah, Yefta marah karena merasa EFRAIM nggak bantu waktu dia TERJADI PERANG SAUDARA YEFTA membantai 42.000 orang. Yefta tidak hanya gagal dalam HUBUNGANNYA  dengan Tuhan, tetapi juga gagal dalam HUBUNGANNYA dengan saudara-saudaranya. Ya, Efraim salah, tetapi Yefta bukannya membawa masalah ini ke hadapan Tuhan atau mencari cara untuk menyelesaikan masalah ini dengan damai seperti yang dia lakukan dengan Bani Amon. Jika kita tidak hati-hati kita bisa menjadi seperti Yefta.  

TV SERI yang menjadi #1 di Netflix selama beberapa bulan terakhir, 'Beef’! “ kamu akan merasa lebih baik jika kamu mengalahkan mereka dalam permainan mereka sendiri, yang memberi tahu kita bahwa balas dendam itu manis.”

Pertanyaan Reflektif : Bukankah apa yang dilakukan Yefta yang menjadi sombong, membenci, marah, merendahkan dan balas dendam juga adalah cerminan kebanyakan dari hati kita sendiri?

Apa yang menjadi respons kita ketika seorang saudara bersalah terhadap kita? Apa yang kita lakukan ketika kita mengetahui seorang  telah melakukan sesuatu yang berdosa? Bukankah kita menghindari berbicara dengan mereka sama sekali atau bahkan menghindari kontak mata dengan mereka di gereja? Mungkin kita mengucilkan mereka, bergosip, dan memfitnah mereka kepada orang lain untuk membuat diri kita merasa lebih baik. Atau mungkin, kita sumpahin mereka di dalam hati kita dan mungkin kita mengutuki mereka dalam hati. Yesus berkata di Matius 5:21-24 orang yang marah sama dengan orang yang membunuh.

“Jika kita tidak secara intensional memikirkan ulang budaya dan konteks kita, maka tanpa kita sadari, kita yang akan terbawa arus dan menjadi serupa dengan budaya tersebut.”                                                - Timothy Keller (Judges For you) -

Kita perlu mengambil peringatan dari bagian ini dengan sangat serius, karena jika kita tidak berhati-hati, tinggal tunggu waktu, budaya kita akan merusak dan  mempengaruhi hubungan vertikal kita dengan Tuhan tetapi juga menghancurkan hubungan horizontal kita dengan sesama.

Akhir yang kurang baik bagi Yefta,

Hakim-Hakim 12:7

7 Yefta memerintah sebagai hakim atas orang Israel enam tahun lamanya. Kemudian matilah Yefta, orang Gilead itu, lalu dikuburkan di sebuah kota di daerah Gilead.

Setelah enam tahun menjadi hakim, Yefta meninggal. Namun, cerita ini tidak memiliki akhir yang bahagia. Kemenangan militer Yefta diwarnai oleh tragedi pengorbanan putrinya dan pembantaian orang-orang efraim dalam perang saudara.

Hakim-Hakim 12:8-15 Tuhan Bekerja Melalui Hakim-Hakim yang Lain. Meskipun Yefta meninggalkan warisan yang tragis, Tuhan tetap bekerja untuk memulihkan Israel. 

Tiga hakim kecil—Ibzan, Elon, dan Abdon—memimpin Israel setelah Yefta, dan selama masa kepemimpinan mereka, Israel menikmati periode damai dan kemakmuran.

Meskipun Yefta meninggalkan warisan yang tragis Tuhan tetap bekerja untuk memulihkan Israel . Dia memberkati Israel dengan 25 tahun damai dan kemakmuran, banyak anak, pernikahan antar suku-suku Israel, dan bahkan mengangkat seorang pemimpin dari mana? Efraim!

Yefta & Hakim-HAKIM yang lain bukanlah karakter utama dalam cerita ini TUHANLAH YANG MENJADI KARAKTER UTAMA.

Setiap hakim mati, dan tidak akan lama sampai Israel mulai kembali dipengaruhi oleh kepercayaan dan praktik-praktik kafir di sekitar mereka. Apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh umat Israel? Bukan lebih banyak anak, lebih banyak pernikahan, atau bahkan periode damai dan kemakmuran yang lebih lama. Apa yang kita butuhkan? Bukan terobosan keuangan, bukan mujizat jasmani, bukan kehidupan yang nyaman

Yang kita butuhkan adalah seorang Yefta yang lebih baik UNTUK MENYELAMATKAN KITA DARI DOSA dan HATI YANG RUSAK.

Karena masalah utamanya adalah dosa dan hati yang rusak. Bagi kita yang sudah lahir baru, hati kita perlu terus ditata ulang, dikalibrasi Spiritual formation. Itulah sebabnya kita mempelajari kitab hakim-hakim.

GOSPEL CONNECTION

Para Hakim hanyalah Bayangan Juruselamat Yang Sesungguhnya Yang Akan Datang.

Karya kristus berkebalikan dari Yefta :

Yefta

1. Dipengaruhi budaya berhala

2. Bernegosiasi dengan tuhan dengan nasar yang tidak perlu.

3. Mempersembahkan putrinya sebagai korban

4. Terjebak kekerasan & balas dendam

5. Ditolak & membawa tragedi.

6. Hubungan dengan tuhan & sesama rusak

7. Membawa keselamatan sementara

Yesus

1. Tidak terpengaruh budaya sekitarnya namun hidup dalam kehendak Bapa

2. Taat & menyelesaikan misi-Nya tanpa negosiasi

3. Mempersembahkan diri-Nya sebagai korban yang sempurna & tanpa dosa

4. Menunjukkan kasih & pengampunan

5. Ditolak namun membawa penebusan sempurna

6. Membangun hubungan sempurna dengan Bapa & memulihkan hubungan dengan sesama

7. Membawa keselamatan kekal & mengubah hati

Yesus Kristus adalah juru selamat yang lebih baik dari Yefta

Yefta lahir dari orang buangan, Yesus juga lahir dari Yusuf, anak tukang kayu. Yefta juga menghadapi tantangan termasuk musuh ekternal dan internal, Yesus juga menghadapi tantangan yang besar dari pemimpin agama, tapi dia menang bahkan mati diatas kayu salib.

Hari ini, pandang pada Yesus, pandang pada salib-Nya. Karena di salib itulah kita melihat  dia yang seharusnya tidak perlu melakukannya, dia melakukannya untuk mendapatkan kita, supaya kita menjadi milik kepunyaannya, biji matanya, umat kesayangannya. 

Sekarang, ketika kita memandang kepada Yesus dan menaruh iman kita kepada-Nya, kita tidak PERLU meragukan Tuhan. kita memiliki jaminan bahwa DI DALAM KRISTUS Tuhan tidak akan pernah meninggalkan kita

Jadi sekarang, ketika kita menghadapi perjuangan, rasa sakit, penderitaan, pergumulan atau ketidakpastian di dunia, kita memiliki jaminan bahwa Tuhan tidak akan pernah meninggalkan kita.

ORANG BERINJIL 

  • Menjaga hati mereka dari budaya yang merusak iman, dan dengan sadar mengkalibrasi hati dengan Firman Tuhan.
  • Tidak akan memperlakukan Tuhan seperti berhala, namun mengasihi Tuhan karena Dia indah.
  • Sadar bahwa panggilan Tuhan bukan karena kemampuan atau tentang cerita dirinyya namun panggilan Tuhan adalah tentang cerita Tuhan dan panggilan Tuhanlah yang memampukan.
  • Sadar bahwa di dalam Kristus ada jaminan kehadiran dan penyertaan Tuhan di dalam setiap musim kehidupan.