God's Mercy & Human Fragility

KEMURAHAN ALLAH DITENGAH KERAPUHAN MANUSIA - PDT. WAHYU PRAMUDYA, M.Th

Pembacaan : 2 Korintus 4: 1 – 10

Kalau kita mendapat suatu kemurahan dari orang lain melalui pertolongannya kepada kita maka semestinya kita akan sangat menghargai semua yang diberikan atau yang dilakukan oleh orang itu. Demikian ketika Paulus  menuliskan surat 2 Korintus 4  ini dimulai dengan perkataan “ oleh kemurahan Allah kami telah menerima pelayanan ini “ untuk menunjukkan bahwa pelayanan yang ada itu bukan karena kecakapan, pengalaman atau kehebatannya sekalipun dia punya banyak hal untuk dibanggakan namun dia melihat dirinya kalau melakukan pelayanan itu ada kemurahan Tuhan yang bekerja di dalam hidupnya. Dia merasa tidak layak dan tidak pantas untuk pelayanan itu tetapi kasih karunia itu yang menyergapnya. (1 Timotius 1:13-14).

Jadi setelah melakukan banyak melakukan rangkaian pelayanan, banyak mujizat yang terjadi dan banyak jemaat didirikan namun dia masih menyadari peristiwa di masa lalunya dimana kasih karuniaNya itu mengubahnya dari seorang penganiaya menjadi seorang pemberita. Jadi pengalaman kasih karunia itu bukan hanya sebagai kenangan tetapi juga menjadi  pengharapan kedepan yang menolongnya untuk menjalani kehidupan di masa kini sesuai kehendakNya. Banyak dari kita yang memiliki pengalaman masa lalu dengan Kristus hanya untuk mengarahkan ke surga namun tidak berkorelasi dengan kehidupan sekarang ini. 

 

1. KEMURAHAN ALLAH MENJAGA KETULUSAN DAN KEMURNIAN HATI DALAM MENJALANI KEHIDUPAN 

2 KORINTUS 4: 2

Tetapi kami menolak segala perbuatan tersembunyi yang memalukan; kami tidak berlaku licik dan tidak memalsukan firman Allah. Sebaliknya kami menyatakan kebenaran dan dengan demikian kami menyerahkan diri kami untuk dipertimbangkan oleh semua orang di hadapan Allah.

 

Ayat ini ditulis dalam konteks ada pengajar palsu yang menyelewengkan kebenaran Injil demi keuntungan pribadi karena hidup mereka dibangun atas diri mereka sendiri. Ketika pondasi kehidupan adalah diri sendiri baik kenikmatan atau posisi yang dicari sendiri maka papun yang diletakkan di atasnya adalah demi keuntungan sendiri dan ujungnya adalah diri sendiri. Sebab itu mereka berani melakukan perbuatan yang tersembunyi bahkan memalsukan Firman Allah. Dan sebagai kontrasnya maka Paulus menunjukkan hidupnya  yang berpondasikan kasih karunia dan kemurahan Allah sehingga semua yang diletakkan di atas kemurahan Allah itu maka tujuannya adalah untuk kemuliaan Allah. Paulus juga memaparkan ada dua cara dalam menjalani kehidupan ini yaitu ada dua jenis pondasi kehidupan, diri sendiri atau sang ilahi., dan tiap pilihan membawa konsekuensinya. Para pengajar palsu itu melandaskan hidup dan pelayanannya berdasarkan dirinya maka semua adalah tentang dirinya. Namun ketika Paulus memaparkan bahwa dirinya adalah hasil dari kasih karunia dan kemurahan Allah dimana semua bicara tentang Tuhan, kasih karunia dan kemuliaanNya. Namun sayangnya pondasi itu tidak terlihat dan kita baru bisa melihat pondasinya itu seperti apa ketika bangunan itu mengalami kegoncangan. 

Demikian juga kita tidak dapat melihat pondasi kehidupan seseorang tetapi apa yang ada di pondasi itu nanti yang muncul dalam kehidupannya sehari-hari melalui kata dan karyanya yaitu apakah dirinya sendiri dengan segala kehebatan, kebiasaan dan hawa nafsunya di dalamnya. Atau sebaliknya kasih karunia Allah dan kebaikan Kristus  sehingga dari kemuliaan kepada kemuliaan Tuhan. Kalau pondasi yang kita letakkan adalah diri sendiri maka tidak ada Kristus di sana. Namun kalau segala sesuatu diletakkan dengan ingatan akan kemurahan Tuhan maka kemurahan Tuhan itu akan menjaga hati kita tetap tulus dan murni dan tidak tergoda untuk melakukan apa yang pengajar palsu lakukan tetapi hati kita tertuju kedepan yaitu pada kehadiran Tuhan. Ibarat seperti sebuah cangkir kalau isinya kopi maka ketika digoncangkan maka yang tumpah keluar adalah kopi dan bukan yang lain, demikian pula setiap orang bisa klaim isi hidupnya apa namun goncangan kehidupan akan membuktikan apakah yang keluar sama dengan klaimnya itu. 

 

2. KEMURAHAN ALLAH MEMBERIKAN DAYA TAHAN DAN BAHKAN KEMENANGAN DITENGAH TEKANAN

 

2 Korintus 4: 7

Tetapi harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata, bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami.

 

Disini Paulus menyatakan bahwa harta yang dia punyai yaitu Injil ada dalam bejana tanah liat yang berbicara tentang dirinya itu sebagai bejana tanah liat.  Kalau yang berbicara adalah orang yang baru merintis jemaat maka dia adalah orang yang tahu diri karena merasa dirinya masih lemah. Tetapi yang berbicara ini adalah Paulus yaitu orang yang begitu hebat dalam pelayanannya dan orang yang terbesar setelah Kristus namun menggambarkan dirinya sebagai bejana tanah liat yaitu suatu barang sehari-hari yang mudah pecah. Paulus adalah orang yang luarbiasa namun mengakui kerapuhan dirinya. Dia sadar bahwa semua kehebatannya itu tidak mengubah ketergantungannya pada kuasa Tuhan sehingga di tengah kehidupan pelayanannya yang tidak mudah dimana dia ditindas namun tidak terjepit, habis akal tetapi tidak putus asa dianiaya, namun tidak ditinggalkan sendirian, kami dihempaskan, namun tidak binasa. Jadi semua kesulitan itu justru terjadi ketika dia melayani dan taat kepada kehendak Tuhan. 

Dan semua itu untuk menunjukkan bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari dirinya sendiri. Jadi Paulus bukan berbicara tentang kehebatannya, daya tahannya atau kekuatan imannya tetapi bagaimana kemurahan dan kasih Tuhan itu bekerja dalam hidupnya. Ketika Paulus berkata bahwa dirinya adalah tanah liat dan mengalami segala hal yang buruk dalam hidupnya yaitu supaya orang melihat bahwa kalau dia bisa bertahan dalam segala tekanan apapun maka itu bukan dirinya tetapi karena ada kemurahan dan anugerah Tuhan yang menopang bejana tanah liat ini sehingga tidak pecah. Dalam tekanan kehidupan maka daya tahan kita tidak terletak pada pengalaman dan hikmat kita tetapi pada kuasa dan kemurahan Allah yang melingkupi dan menyertai bejana tanah liat seperti kita. Semua orang dapat mengklaim bahwa Yesus itu hidup dalam hidupnya tetapi goncangan hiduplah yang memunculkan apa yang sungguh-sungguh ada dalam hati. 

Dan jika Kristus yang bertahta dalam hati maka tekanan, pergumulan dan kesulitan sebesar apapun maka yang keluar dari hidup kita adalah kasih dan kemurahanNya. Jadi dalam pergumulan menghadapi keberdosaan, kelemahan diri, dan tekanan kehidupan maka Kristus yang bertahta di jiwa akan mewujud dalam kata dan karya.  Sehingga seperti yang dikatakan Paulus yaitu  “ supaya semua orang tahu bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami “. Ketika kita menang, bertahan dan kuat dalam penderitaan maka hidup kita menjadi penunjuk bagi realitas yang lebih besar dari diri kita yaitu kasih Tuhan, kuasa Tuhan dan kehadiran Tuhan. Kemuliaan Tuhan dinyatakan dalam bejana tanah liat dimana yang seharusnya hancur berantakan tetapi karena anugerah Tuhan maka tetap terjaga tulus dan murni. 

Karena kuasa Tuhan maka tekanan justru memunculkan hidup Kristus di dalam bejana yang rapuh seperti hidup kita. Kita tidak sempurna tetapi ketika Kristus ada dalam kita maka sikap, tindakan dan karya kita akan menjadi penunjuk bahwa sungguh kuasa Allah di dalam Kristus hadir pada manusia yang rapuh ini yaitu hidup kita.